06. Harapan & Kenyataan (1)

564 87 9
                                    

Juan tak bercanda, soal menawarkan kehidupan pernikahan pada Eisa. Pria itu menyiapkan apartemen sementara untuk Eisa tinggal. Dia bahkan mengantarkan Eisa pergi ke sebuah butik untuk memilihkan gaun sekaligus baju baru untuk Eisa. Semua Juan lakukan demi bertanggung jawab, sekaligus memanfaatkan kehamilan Eisa. Sementara Eisa sendiri, hanya bisa mengikuti guratan takdir yang ada di tangannya.

Semua kekayaan Juan tak sayang Juan keluarkan demi calon istrinya. Namun, entah kenapa Eisa tak merasa senang dengan semua perlakuan Juan. Meskipun Juan mendandaninya seperti tuan putri, tetapi hati Eisa masih seorang pemberontak. Meskipun Juan memberikan Eisa payung untuk berlindung, tetapi Eisa lebih suka menerobos hujan tanpa payung. Lalu meskipun Juan menawarkan kehidupan baru yang lebih baik, Eisa masih terjebak dalam trauma masa lalunya.

"Nona Eisa, pinggang Anda sangat ramping! Anda pasti sering menjaga pola makan, dan rajin berolahraga! Kami semua bingung, memilihkan gaun untuk Anda. Semua yang Anda kenakan, tampak cocok!" jelas salah satu pegawai.

Eisa menatap ke depan cermin. Lebih tepatnya mengamati tubuh langsingnya yang sedang dililit gaun pernikahan. Wanita itu terdiam beberapa saat, dengan mata runcing yang fokus menatap ke gaun putih yang dipakainya.

Eisa tersenyum kecut, lalu berkata sembari mengusap perutnya, "Pinggangku mungkin sekarang masih kecil, tapi setelah perutku membesar, aku tak yakin jika aku masih cocok mengenakan gaun ini."

Ucapan Eisa langsung membuat para pegawai menundukkan kepala. Mereka lebih berhati-hati dalam memilih kata, begitu pula dengan gerakan tangan yang semakin melambat untuk mengukur pinggang Eisa.

Eisa melanjut, "Kalian sudah pasti tahu, jika aku sedang mengandung anak pria manja itu. Jadi, saran dariku, sedikit longgarkan bagian perutnya. Aku tak ingin memakai gaun yang terlalu menyesakkan tubuh."

Rasa malu Eisa sudah menipis, sejak sang ayah mengeluarkan titah untuk mengusir Eisa dari rumah. Sementara para pegawai tak punya kuasa untuk membantah ucapan Eisa. Mereka hanya bergerak sesuai keinginan Eisa, sampai akhirnya Eisa berhasil mendapatkan gaun pengantin beserta dengan sekumpulan baju baru.

"Kau sudah puas berbelanja?" tanya Juan yang menunggu di dalam mobilnya.

Eisa menatap kosong ke depan, sembari bertanya, "Kau sudah membelikanku banyak baju, bahkan sebelum memperkenalkanku pada orang tuamu. Bagaimana jika mereka tak menyetujui hubungan ini? Apa kau pikir, kita masih tetap akan menikah?"

Juan menjawab, "Demi anakku, apa yang tak bisa aku lakukan untuknya?"

Ucapan Juan membuat Eisa teringat pada sosok sang ayah. Perlahan tapi pasti, bola mata Eisa dilapisi air mata. Dulu, dia berpikir jika kedua orang tuanya saling mencintai sampai tak mempunyai kesempatan untuk berpisah beberapa hari saja. Namun, rupanya? Cinta mereka bisa luntur, diawali dari perselingkuhan ibu Eisa pada pria lain.

Ibu Eisa meninggalkan Eisa demi mengejar cinta pria lain. Lalu Eisa hanya memiliki sang ayah untuk melindungi dan menyayanginya sepenuh hati. Meskipun Eisa cukup bahagia tinggal bersama sang ayah, tetapi tetap saja, terkadang Eisa kesepian dan menginginkan keluarganya kembali utuh. Namun, harapan Eisa tak pernah terkabul sampai saat ini.

"Eisa, meskipun kita mengalami kecelakaan sebelum menikah, tapi aku akan berusaha untuk menyusun keluarga kecil bahagia, bersamamu dan anak kita nanti," jelas Juan dengan mata berbinar.

Rencana Juan hanya dibalas senyuman miris Eisa. Eisa menatap tajam ke arah Juan. Setelah mengusap air mata di pipinya, wanita itu memberitahu, "Bahagia? Pasangan yang saling mencintai dan memiliki anak setelah sah menikah pun, banyak yang tak bahagia. Bagaimana bisa kau dengan mudahnya mengatakan kita akan bahagia? Aku saja masih meragukanmu."

Juan tersenyum, dan berkata, "Lambat atau laun, aku juga akan membuka hati dan pikiran batumu itu."

Eisa merotasikan mata, kemudian melirik ke arah jendela mobil. Dia menatap satu persatu pohon yang dilewatinya, lalu menjawab, "Pemikiranmu terlalu idealis."

"Tidak masalah, setidaknya aku memiliki mimpi dan harapan yang bisa kujadikan sebagai tujuan hidupku, bukan?" kata Juan sembari tertawa kecil.

Eisa menyilangkan tangan di depan dada. Dia terlalu malas untuk membalas ucapan Juan. Hingga akhirnya, ketika lampu merah menyala, Eisa menemukan sang ayah bersama para pengawalnya keluar dari sebuah perusahaan. Entah apa yang baru saja mereka lakukan, tetapi Eisa langsung melepas sabuk pengamannya. Dia meminta, "Juan, tepihkan dulu mobilmu ke pinggir jalan!"

"Kau mau apa?" tanya Juan.

"Tepihkan saja!" desak Eisa.

"Tidak," tolak Juan.

"Jika tidak, aku akan menerobos jendela!" ancam Eisa.

•••

MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang