07. Status Istri dan Ibu

606 94 6
                                    

Fakta yang terkubur dalam-dalam kembali digali. Sampai akhirnya, dunia Eisa yang sudah lama damai---setelah kepergian sang ibu---tiba-tiba ambruk tanpa sisa. Semua fakta di depan matanya, membuat dada Eisa terasa sesak. Dia hampir jatuh, jika Juan tidak menahan tubuh Eisa ke dekapannya.

Di saat dunia Eisa semakin menggelap, muncul seorang pangeran dengan kening mengernyit. Meskipun pandangan Eisa pada pria itu adalah pria manja dan sangat perasa, tetapi pria itu mampu menahan tubuh Eisa sebelum jatuh sepenuhnya ke tanah. Dia mendekap Eisa ke pelukannya, dengan jemari yang membelai lembut pipi wajah Eisa.

Juan berada di sisinya. Bak Pangeran negeri dongeng, Juan memberikan tempat berlindung untuk tuan putrinya. Meskipun Juan tak membawa kuda putih melainkan mobil putih, tetapi pesona pria itu mampu membuat para wanita berhalusinasi hidup seperti seorang putri.

Sayangnya, Eisa tak pernah mengharapkan seorang pangeran dalam hidupnya. Dia ingin bangkit, dan mengobati luka di hatinya sendiri. Akan tetapi, luka yang ada di hatinya saat ini terlalu menyakitkan. Eisa tak bisa melupakan ucapan sang ayah, beserta dengan ekspresi kecewa yang terlukis di wajah pria itu. "J*lang."

Eisa kehilangan semangat hidupnya, dan Juan datang untuk menompang hidupnya. Pria itu langsung menggendong Eisa, kemudian kembali mengajukan pertanyaan yang sama, "Kenapa kau memilih jalan yang berisiko, ketika aku ada di sampingmu untuk menemanimu melangkah?" tanya Juan.

Eisa menarik dan mengeluarkan napas panjang. Sejujurnya dia tak mempunyai niat untuk membalas ucapan Juan. Akan tetapi pria itu bergerak sesuka hati, dan membawa Eisa masuk kembali ke mobil. Hal itu membuat Eisa meremas jemari tangannya sendiri, apalagi ketika Juan memasangkan sabuk pengaman, kemudian menutup jendela mobilnya.

Akhirnya Eisa membuka suaranya, "Kau tahu statusku sebenarnya apa?"

Perlu beberapa menit, bagi Juan menjawab pertanyaan Eisa. Seolah-olah, pertanyaan Eisa adalah pertanyaan menjebak yang harus Juan pikirkan sebelum menjawab. Mungkin saja, jika Juan menjawab sesuka hati, Eisa akan langsung turun dari mobilnya, dan pergi melarikan diri entah ke mana.

"Statusmu calon istriku dan ibu dari anakku," balas Juan dengan senyuman disertai tawaan kecil.

Eisa menyandarkan punggungnya, sembari menatap kosong jalanan. Dia berkata, "Aku seorang j*lang. Ayahku menyamakan diriku dengan ibuku. Dia tak mau menerimaku, lantas kenapa kau bersikeras memungut j*lang ini?"

Juan kembali menekankan, "Kau calon istri dan ibu dari anakku. Kita tak perlu fakta lain untuk menggantikan status itu."

Eisa kembali berkata, "Juan, aku kehilangan minat untuk menyembunyikan diri, apalagi ketika ayahku telah memutus hubungan di antara kami. Tapi yang pasti, aku ingin kau tahu jika ayahku adalah seorang pelanggar hukum dan aku dididik untuk menjadi seorang mata-mata. Jika keluargamu tahu, aku---"

"Kau calon istri, dan ibu dari anakku," ulang Juan.

Eisa menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia mengepalkan kedua tangannya lalu meremas rambutnya sendiri. Eisa frutrasi dengan alur hidupnya yang tak berjalan sesuai dengan keinginannya. Dia ingin berteriak kencang, tetapi pada akhirnya Eisa hanya mampu menggerutu kepada Juan, "Kau ini bod*h, atau memang terlalu keras kepala untuk memanfaatkan bayi dalam kandunganku?"

"Tak mungkin jika kau bersikeras untuk menikahiku, meskipun tahu aku adalah wanita yang berasal dari keluarga gel---" Belum sempat Eisa mengakhiri ucapannya, Juan tiba-tiba menepihkan mobilnya ke sisi jalanan sepi. Pria itu mendekat ke arah Eisa, sampai Eisa menutup rapat bibirnya.

Mata keduanya bertemu, dan Eisa tak bisa menemukan jawaban tentang isi pikiran Juan saat ini. Dia ingin menampar Juan, tetapi sebelum Eisa berhasil melakukannya Juan sudah lebih dulu menahan tangannya. Pria itu diam-diam membuka bungkus permen buah, kemudian membuka mulut Eisa, dan memasukkannya dengan senyuman tipis.

"Aku tahu, memakan banyak permen itu tidak baik. Tapi, satu permen buah saja tidak masalah bukan? Makan, dan nikmati saja perjalanan ini," peringat Juan.

Eisa mendengkus, tetapi lidahnya sendiri tertarik untuk melilit permen pemberian Juan. Setelah itu, Juan tersenyum tanpa berniat untuk melajukan kendaraannya lagi. Pria itu malah melihat ke jalanan kosong di depan, lebih tepatnya pada pohon tinggi yang mempunyai banyak dahan.

"Eisa, aku tak banyak menuntut padamu. Aku hanya ingin kau menjadi istriku dan ibu dari anakku."

"Aku tahu, pasti hubungan kita akan ditentang beberapa orang."

"Tapi..."

Ucapan Juan terhenti, dan Eisa mulai penasaran. Dia melirik ke arah Juan, dan bertanya, "Tapi apa?"

•••

MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang