06. Harapan & Kenyataan (2)

566 90 10
                                    

"Kau mau apa?" tanya Juan.

"Tepihkan saja!" desak Eisa.

"Tidak," tolak Juan.

"Jika tidak, aku akan menerobos jendela!" ancam Eisa.

Sejujurnya ucapan Eisa terdengar tidak masuk akal di telinga Juan. Akan tetapi ketika Eisa berniat berdir dari kursinya, Juan langsung teringat pada bayi di dalam kandungannya. Pria itu panik, dan berkata, "Baik! Baik! Tenanglah! Aku akan menepihkan mobilku! Tapi kau jangan melakukan hal gila!"

Setelah memberi peringatan, Juan menepihkan mobilnya dari jalan raya. Tak butuh waktu lama, untuk Eisa keluar dari mobil dan berlari mengejar rombongan sang ayah. Wanita itu tak mempedulikan teriakan Juan, yang memintanya untuk jangan berlari. Semua tujuan Eisa terfokus pada sang ayah. Dia membutuhkan kejelasan kenapa sang ayah sampai membuangnya dari rumah.

"Ayah! Ayah! Tunggu dulu! Ayah!" panggil Eisa.

Eisa terus berteriak memanggil-manggil sang ayah. Meskipun ada beberapa pengawal yang sempat menghalanginya, tetapi mereka semua dilawan Eisa dengan tinjunya. Para pengawal tak bisa membalas tinjuan Eisa, dan akhirnya Ayah Eisa berhenti berjalan. Pria berpakaian hitam itu melirik ke belakang, lebih tepatnya ke arah sang putri dengan napas terengah-engah.

"Ayah! Kenapa kau mengusirku tanpa persetujuanku lebih dulu? Ada apa? Apa aku melakukan sebuah kesalahan? Jika ada kesalahan yang aku lakukan, katakan padaku! Aku janji akan memperbaikinya!" jelas Eisa.

Sang ayah tiba-tiba tersenyum kecut. Dia lalu membalas, "Kehadiranmu adalah sebuah kesalahan. Jadi, dengan menghilangkanmu dari rumah, aku bisa menghilangkan satu kesalahan."

Eisa tak tahu apa maksud sang ayah, tetapi salah satu pengawal tiba-tiba menjulurkan sebuah surat hasil pemeriksaan DNA. Pria itu memberitahu, "Maafkan saya Nona, tetapi Tuan bukan Ayah kandung Anda. Ternyata selama ini, Anda... Anda... Anda putri selingkuhan ibu Anda."

"Dan Ibu Anda menyembunyikan fakta ini, supaya---"

Belum sempat pengawal itu mengakhiri ucapannya, Eisa sudah lebih dulu berkata, "Supaya wanita itu bisa membuangku, dan tak dibebani olehku, kan?"

"Nona, maaf. Kami... kami tak bisa mengabdi pada Anda kembali," jelas salah satu pengawal.

Satu persatu pengawal meninggalkan Eisa, dan kembali ke sisi ayah Eisa. Lalu Eisa sendiri hanya bisa berdiri dengan lutut bergetar. Dia tak pernah tahu fakta ini, karena sang ayah memperlakukannya seperti anak kandungnya sendiri. Padahal, pria itu juga tak tahu jika Eisa sebenarnya bukan anak kandungnya.

Ayah Eisa menatap tajam ke arah Eisa. Dia lalu berkata, "Menjijikan. Selama ini aku memberimu tempat hidup di rumahku, karena kupikir kau harus aku lindungi. Tapi ternyata? Kau darah daging pria s*alan itu!"

"Kau bukan anakku! Dan jal*ng itu meninggalkan bebannya untuk kuurus!"

"Lalu sekarang? Bukannya menguntungkanku, kau malah mengandung anak haram! Kau memang tak ada bedanya dengan ibumu! Kalian sama-sama j*lang!" gertak ayah Eisa.

Meskipun sang ayah telah memarahinya dengan tatapan penuh kebencian, akan tetapi Eisa tak bisa membenci pria itu. Sesakit apa pun hati Eisa saat ini, Eisa tak pernah bisa melupakan jasa sang ayah dalam membesarkannya. Dia berlutut, dan memeluk kaki sang ayah, dengan mata berkaca-kaca.

Eisa memohon, "Ayah, maafkan aku. Aku memang bersalah, tapi tolong jangan samakan aku dengan ibu! Aku tak pernah berniat untuk menghianatimu! Aku hanya ingin kau bahagia! Jadi, tolong... berikan aku satu kesempatan!"

"Jika ayah ingin menghukumku, lakukan saja! Aku tidak keberatan, tapi tolong jangan putuskan hubungan kita. Aku tidak mempunyai siapa-siapa lagi," jelas Eisa dengan mata berlinang air mata.

Untuk saat ini, Eisa benar-benar jatuh. Pertahanannya runtuh, dan Eisa tak bisa apa-apa lagi selain memohon dan meminta kepada sang ayah. Sayangnya, permintaan Eisa ditolak mentah-mentah. Sang ayah malah mendorong Eisa ke lantai, dengan kakinya. "Menjijikan! J*alang, tetaplah j*lang! Jangan harap kau bisa mewarisi nama keluarga Xalvador!"

Eisa meremas angin, ketika telapak tangannya menyentuh lantai. Wanita itu berusaha untuk berdiri kembali, tetapi para pengawal tak punya pilihan lain selain menahan dan mendorong tubuh Eisa untuk menjauh dari rombongan sang ayah.

"Ayah! Aku mohon! Ayah!"

Percuma berteriak dan memohon jika akhirnya suara Eisa tak mencapai sang ayah. Kepala Eisa dipenuhi oleh beban pikiran yang memusingkan. Lututnya melemas, dan mulutnya ingin memuntahkan isi perutnya kembali. Di saat dunia Eisa runtuh, dan tubuhnya kehilangan keseimbangan untuk berdiri, tiba-tiba Eisa bisa mendengar suara teriakan Juan.

Pria itu berlari dan menangkap tubuh Eisa sebelum sepenuhnya jatuh mengenaskan ke lantai. Juan memeluk erat tubuhnya, dia tak membiarkan Eisa jatuh sepenuhnya. Sembari berbisik, "Kenapa kau memilih jalan yang berisiko, ketika aku ada di sampingmu untuk memberimu jalan teraman?"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang