04. Langkah Pertama (2)

713 85 11
                                    

Eisa pikir, ucapan terakhir kalinya pada Juan, akan menjadi awal dari perpisahan mereka sekaligus misi terakhir Eisa. Namun, setelah bermalam bersama, Eisa masih belum lepas dari Juan. Juan selalu menghubungi dan mengajak Eisa bertemu. Keduanya terbiasa menghabiskan hari libur untuk bersama, meskipun ujung-ujungnya Eisa tergoda untuk menghabiskan malam bersama Juan.

Hubungan keduanya baru diakhiri Eisa, ketika dia sudah mendapatkan pekerjaan baru dari sang ayah. Mau tak mau, Eisa mengakhiri misinya tanpa berpamitan. Dia memblokir nomor Juan, dan mengubah identitasnya supaya Juan tak menemukannya lagi.

Lalu sekarang? Juan menemukannya. Mau sejauh apa pun Eisa bersembunyi, atau pun menghilang, fakta jika dia mengandung anak Juan, tak bisa terhapus begitu saja. Terlebih lagi, Juan sudah mengetahui beberapa hal yang Eisa sembunyikan tentang dirinya sendiri.

"Selamat Tuan Juan, istri Anda sedang mengandung," ucap seorang dokter yang sudah memeriksa Eisa.

Sudut bibir Juan melengkung ke atas. Berbeda lagi dengan Eisa yang langsung panik. Dia berdiri dari tempat tidur, lalu berniat untuk kabur ke pintu keluar. Namun, tetap saja, Juan menahannya untuk duduk di atas ranjang.

"Tunggu sebentar, kau harus mendengarkan saran dari dokter untuk kesehatan bayi kita," jelas Juan.

Eisa memelototkan mata. Dia meremas kemeja Juan, sembari berbisik, "Tapi! Ini bukan bayi kita! Dia bukan anakmu, dan aku bukan istrimu!"

Juan tersenyum lalu berbisik, "Kau memang sekarang belum menjadi istriku, tapi aku akan menjadikanmu istriku secepat mungkin."

"Aku sudah pernah bilang, bukan? Aku akan mengabulkan keinginan terpendammu, tapi urutannya mungkin akan sedikit berbeda," jelas Juan.

Eisa mengurut keningnya sendiri. Dia harus bersabar mendengarkan saran dokter tentang kehamilannya. Lalu setelah keluar dari rumah sakit, Eisa baru meneruskan gerutuannya kepada Juan. "Juan, jangan keras kepala, dan sadarlah! Bahwa aku mendekatimu hanya untuk misi. Tak ada kata lain daripada menjalani misi semata. Jadi, aku mohon... tolong, jangan temui aku lagi."

"Kau yang keras kepala! Bagaimana bisa aku meninggalkan anak dan calon istriku? Aku tak sejahat itu," kata Juan.

Eisa menutup mata dengan tangannya. Sejak dulu, dia sudah menghapus mimpi indah untuk hidup berkeluarga. Eisa tak mau, rumah tangga hancur seperti ayah dan ibunya dulu, ikut dia rasakan. Akan tetapi, sekarang Eisa bahkan sudah mengandung anak. Itu pun sebelum menikah. "Memalukan."

Eisa menatap ke arah Juan, setelah itu dia mencari-cari cara supaya lepas dari jeratan Juan. "Jika keluargamu tahu, kau frustrasi setelah putus cinta, lalu melampiaskannya padaku... dan anak ini lahir tanpa status pernikahan... aku pastikan... keluargamu tak akan menyetujui kita, Juan."

Juan menarik dan mengeluarkan napas panjang. "Bukan itu masalahnya."

"Masalah sebenarnya adalah orang tuaku memaksaku menikah dengan calon istri kakakku yang sudah meninggal. Mereka ingin aku menikah dan mempunyai anak, tetapi aku tak mau."

"Dibanding menikahi calon kakak iparku, aku lebih memilih menikahimu. Apalagi kau sudah mengandung. Dengan anak itu, aku pastikan... kau akan diterima sekaligus menyelamatkanku," jelas Juan.

Eisa baru sadar, jika sebenarnya Juan tengah memanfaatkan kehamilannya. Dia melirik ke arah lain, dan berkata, "Beri aku waktu untuk berpikir, setelah aku menemukan jawabannya aku akan memberitahumu."

Juan berkata, "Kau bebas berpikir, tapi jangan pernah berpikir jika kau ingin meninggalkanku lagi. Kemana pun kau pergi, aku akan menemukanmu sampai dapat. Tak akan kubiarkan kau lepas lagi."

Eisa meneguk ludahnya sendiri. Setelah berpisah beberapa bulan dengan Juan, dia baru sadar jika sifat asli Juan ternyata tak senaif dulu. Pria itu bersikeras mengantar Eisa pulang, dan memastikan Eisa selamat sampai tujuan. Meskipun sebenarnya Eisa turun di rumah salah satu pengawalnya. Lalu setelah Juan pergi, dia baru berlari ke rumah sang ayah.

"Aku tahu ini adalah sebuah kesalahan, tetapi jika ayah sampai tahu... Ayah tak akan memaafkanku," tebak Eisa.

Belum sempat Eisa menginjakkan kaki ke mansion sang ayah. Eisa disambut oleh beberapa pengawal, dengan sebuah koper besar. Mereka semua tiba-tiba memberikan koper itu kepada Eisa. Baru kemudian berkata, "Nona Eisa, maaf. Tapi Tuan menyuruh Anda supaya mencari tempat tinggal lain."

"Kenapa?!" tanya Eisa heran.

Para pelayan menundukkan kepala, lalu berjalan ke arah Eisa. Mereka memberikan Eisa sebuah surat, yang membuat lutut Eisa seketika terasa lemas.

••• 

MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang