04. Langkah Pertama ⚠ (1)

805 76 10
                                    

"Apa kau ingin aku mengabulkan keinginanmu juga? Tapi mungkin, urutannya akan sedikit berbeda."

Tawaran Juan dibalas dengan tarikan pada lehernya. Eisa menarik leher Juan untuk mendaratkan bibirnya tepat di bibir Eisa. Bibir keduanya bertemu, dan kelopak mata mereka mulai tertutup sedikit demi sedikit. Mereka menikmati lambatnya detik yang berdetak, sembari merasakan lembutnya permukaan bibir masing-masing.

Awalnya hanya menempel sebentar, dan efeknya Juan memiliki keberanian untuk membelai rambut Eisa, turun ke pipi, leher, hingga tangannya berada tepat di bahu Eisa. Dia mengambil tali yang menjadi penahan gaun Eisa untuk tidak melorot, kemudian menurunkannya sedikit demi sedikit.

Tak ada ucapan yang terucap, ketika gaun Eisa sudah melorot dan dilempar Juan ke lantai. Yang ada hanyalah deru napas panas, ketika Eisa merasakan Juan memberinya tanda cinta di sekitar leher. Wanita itu sengaja mendongak, dia penasaran ingin merasakan sentuhan Juan lebih dan lebih lagi.

Setelah puas menandai Eisa dengan tanda cinta berwarna merah, Juan tersenyum lalu melihat ekspresi gelisah dari wajah Eisa. Dia meremas dan memainkan kedua dada Eisa, dengan sedikit sentilan di pucuknya. Perlakuan Juan membuat tubuh Eisa mengeliat tak tertahan, apalagi ketika Juan berani menurunkan benda yang menghalangi tangannya untuk memanjakan Eisa, lalu kembali memainkan dada Eisa.

"Juan," panggil Eisa.

Juan tak menjawab, dia lebih memilih mendekatkan bibirnya untuk mencium puncuk dada yang berada ditahap kemekarannya. Dia membuat Eisa menggigit bibir bawahnya sendiri, apalagi ketika Juan memasukkan puncuk itu ke dalam bibirnya untuk diemut. Sementara tangannya yang lain, sibuk memelintir puncuknya yang lain.

Air hujan bertetesan dan jatuh ke bumi. Udara dingin mulai melapisi ruangan, tetapi Eisa malah merasakan hawa panas melapisi tubuhnya. Tak ada rasa dingin yang terasa, ketika Juan sendiri mendekap tubuhnya ke dalam dekapan hangat. Pria itu tak henti-hentinya memanjakan tubuh Eisa dengan sentuhannya, sampai akhirnya tubuh Eisa siap untuk dihubungkan dengan Juan.

Eisa hampir kehilangan kewarasannya. Dia pikir sosok Juan tak akan seberbahaya ini. Namun, ketika Eisa tak bisa mengontrol nafsunya, dan menyerang Juan lebih dulu, sekarang Eisa juga yang harus menanggung bangkitnya binatang buas di dalam tubuh Juan.

"Juan!"

Sakit. Ketika tubuh keduanya terhubung, Eisa merasakan rasa sakit. Dia menutup kelopak matanya erat-erat, sementara bibirnya terkunci rapat merasakan dorongan Juan pada tubuhnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pria itu menguasai sekaligus menjajah tubuh dan pikiran Eisa tanpa henti. Sampai akhirnya, Eisa hanya bisa memeluk tubuhnya, sembari berteriak melampiaskan perasaan aneh di sekujur tubuhnya.

"Imut," komentar Juan, ketika Eisa berbaring lemah di bawah tubuhnya. Pria itu tersenyum lebar, sembari mengusap helain rambut atau pun keringat di kening Eisa. Sesekali dia memberi Eisa kecupan di kening, atau pun bibir, sampai Eisa merasa puncak gairahnya berada tepat di batasnya.

Eisa menggelengkan kepala, dengan tangan yang menutup matanya sendiri. Dia sudah kehilangan tenaga untuk menyatukan diri bersama Juan lebih lama lagi, tetapi setelah Juan menghubungkan kembali tubuh keduanya dengan posisi yang berbeda-beda, Eisa pasrah dan membiarkan Juan memanjakan tubuhnya sepuas hati.

"Juan."

Ketidakberdayaan Eisa dimanfaatkan Juan untuk melampiaskan perasaannya. Dia berusaha menahan diri, tetapi ketika melihat Eisa memanggil-manggil namanya, Juan tak tahan untuk menahan dirinya. Dia ingin semakin masuk ke dalam Eisa, sampai Eisa puas dan mendekap tubuhnya sekuat tenaga.

Pada akhirnya, setelah penyatuan panjang keduanya, Juan berhasil menitipkan cikal bakal anak-anaknya pada Eisa. Dia tersenyum, sembari mengecup kening wanita itu, baru akhirnya mengusap lembut perut Eisa. "Semoga tumbuh."

•••

Cahaya matahari bersinar terang menyinari dunia. Namun, Eisa masih setia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia tak peduli pada cahaya yang menyelusup dari jendela hotel. Atau pun tangan Juan yang melingkar pada tubuhnya. Terlebih lagi, tubuh keduanya polos, hanya dibungkus selimut satu untuk berdua.

Eisa membuka kelopak matanya sedikit demi sedikit. Meskipun dia mabuk, Eisa sadar jika dirinya sudah bermalam bersama Juan. Apalagi ketika merasakan tubuhnya sudah kehilangan gaun yang dia kenakan tadi malam. Namun, Eisa sendiri tak ambil pusing dengan tingkah lakunya. Lagi pula, sang ayah hanya menyuruhnya menjalani misi, tanpa pengawasan sedikit pun.

"Ayah akan marah padaku? Sepertinya tidak. Dia memberiku tugas mematai-matai, alias tugas paling rendah... karena tak ingin aku ikut campur pada misi yang lebih penting," gumam Eisa.

Eisa menutup kelopak matanya, lalu melanjutkan acara tidurnya sembari membalas pelukan Juan. "Masa bodo, aku ingin tidur dan menikmati hidup untuk beberapa menit di sini."

Eisa berkomat-kamit, berbicara pada dirinya sendiri. Sementara Juan membuka kelopak matanya sedikit demi sedikit. Dia kemudian menjatuhkan kecupan di kening Eisa. "Pagi."

Eisa terkejut, dia berniat untuk berdiri dari tempat tidur, tetapi Juan sudah lebih dulu menahan tubuhnya. "Jangan terburu-buru bangun, jika kau masih pusing. Beristirahatlah di sini, aku akan membayar semuanya."

"Dan untuk tadi malam... maafkan aku.. aku---" Belum sempat Juan mengakhiri ucapannya, Eisa segera menggelengkan kepala lalu berkata, "Kau tak perlu meminta maaf. Lagi pula, ini salahku juga. Harusnya aku bisa menahan diri."

Juan menatap ke arah Eisa dengan kening mengernyit. Tampak sekilat penyesal di matanya, setelah merenggut mahkota sang wanita. Dia membuat Eisa mendongak dan menatap langsung ke arah matanya. Juan berkata, "Rasanya pasti sakit, tapi aku malah memanfaatkan ketidaksadaranmu. Jika ada hal yang ingin aku lakukan untukmu untuk menebus kesalahanku, katakan saja. Aku akan melakukannya."

Bola mata Eisa bertemu dengan mata Juan. Di balik bola mata itu, Eisa tak bisa membaca isi pikiran Juan. Padahal, Eisa memata-matai Juan untuk membuat Juan celaka. Akan tetapi, Juan yang malah mencelakainya dengan kenyataan bahwa keduanya telah bermalam bersama. "Wajahnya polos, ucapannya padaku juga terdengar naif. Tapi kenapa, sekarang aku malah takut terlalu dekat bersamanya?" batin Eisa. 

"Pria lugu mana, yang menerkam tanpa berpikir panjang?" gumam Eisa.

Eisa merasakan jantungnya berdetak kencang. Pikirannya mengatakan jika Juan adalah pria berbahaya, tapi hatinya sendiri terlalu nyaman berada di dekapan pria bermulut manis itu. Mau tak mau, sebelum tenggelam terlalu lama dalam tatapan polosnya, Eisa lebih dulu menarik selimut dan menenggelamkan wajahnya ke bawah selimut. Dia berbalik, dan membelakangi Juan sembari berkata, "Tidak perlu, lagi pula kau sudah membayarku. Ini tugasku sebagai wanita bayaran."

Tubuh Eisa mungkin bisa berbalik, membelakangi Juan. Dia juga bisa menyembunyikan wajahnya dengan selimut. Namun, tiba-tiba Eisa merasakan lengan kekar Juan melingkari pinggangnya dari belakang. Pria itu memeluk Eisa, kemudian berbisik dengan senyuman tipis, "Tapi aku tidak menganggapmu sebatas wanita bayaran. Aku ingin kau menetap di sisiku sebagai wanitaku."

"Hanya denganku saja."

•••

MAMAFIA  [Junhao] RepublishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang