[22] Pertama VS Kedua

788 65 11
                                    

Cakka melirik jam yang terpasang di dinding kamar asrama. Ada kelas pagi ini. Tapi sekarang masih terlalu pagi untuk berangkat.

Lalu ia teringat artikel yang membuat geli tentang ciri-ciri laki-laki cemburu tapi gengsi yang ia baca semalam. Jika dipikir-pikir apa benar Cakka bisa merasakan rasa cemburu seperti itu? Oh ayolah! Dia adalah seorang Cakka, Diandra Cakkadinata, orang keren yang memiliki kekayaan, kekuasaan dan ketampanan tingkat tinggi. Bagaimana bisa dia merasakan perasaan yang lucu seperti itu? Pada Agni si Bodoh pula. Itu tidak mungkin.

Terlebih lagi lawannya adalah Rio, orang yang selamanya tidak akan pernah punya kesempatan untuk unggul dari Cakka. Benar-benar artikel yang  tidak masuk akal!

Apa Cakka perlu membuktikannya ya?

Hmm...

Menghitung sebentar dan Cakka rasa waktunya cukup untuk mengambil jalan memutar melewati asrama Agni. Mungkin Cakka harus menemui gadis itu. Hanya untuk memperingatkan agar gadis itu tidak terlalu banyak bermain saja, apalagi dengan Rio. Bukan untuk membuktikan kecemburuannya. Itu tidak akan terjadi.

Aduh! Memikirkan nama Rio membuat Cakka muak. Cakka harus benar-benar memastikan Agni tidak terlalu sering berhubungan dengan lelaki itu. Atau Cakka akan ikut muak dengannya.

Cakka berhenti tepat saat kaki kanannya akan menginjak anak tangga menuju lobby asrama tempat Agni tinggal. Cakka kembali berpikir.

Dia kan bersikeras kalau dia tidak cemburu. Lalu kenapa dia harus repot-repot memperingatkan gadis itu? Jika dirinya memang tidak cemburu, maka benar kata Alvin dan Gabriel semalam. Cakka kan tidak perlu ikut campur dalam urusan pribadi karyawannya.

Tapi jika Cakka tidak menemui Agni, Cakka tidak akan merasa puas.

Lalu? Apa yang akan dia lakukan disini? Apa dia akan naik dan mengetuk kamar asrama Agni? Menemui Agni lalu bertanya apa yang dia bicarakan dengan Rio kemarin? Atau bertanya kenapa gadis itu kemarin terus saja menempel pada Rio? Atau Cakka tidak cemburu kok, tapi kenapa gadis itu tidak bicara dengannya saja kemarin? Atau...

Argh!

Cakka rasa dirinya sudah gila jika sampai melakukan hal itu. Otak gadis itu kan sangat kecil. Jadi sudah pasti dia akan ge-er nanti. Dia akan berpikir Cakka suka dan benar-benar cemburu padanya. Iya kan?

Tidak boleh. Itu tidak boleh terjadi. Mau ditaruh dimana muka Cakka. Seorang Cakka tidak pernah memiliki perasaan lebih pada siapapun. Tidak akan. Orang-oranglah yang selalu menyukai, mengejar, cemburu dan menginginkan dia. Cakka tidak pernah dan tidak akan pernah.

Lebih baik Cakka pergi dan mengurungkan niatnya.

Cakka akan berbalik dan pergi saat panggilan seseorang dari arah lobby menginterupsi gerakannya. Suara yang sangat Cakka kenal. Suara yang selalu punya ciri khas menyebalkan saat memanggil nama Cakka.

Sial!

"Hn..."

"Apa yang kau lakukan?"

"Tidak ada. Hanya lewat!"

"Hah? Hanya lewat? Kenapa lewat sini?"

"Kenapa? Ini jalan punya nenek moyangmu jadi aku tidak boleh lewat sini? Apa aku harus melapor padamu jika aku mau lewat?"

"Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya heran saja!"

"Ah sudahlah, aku harus segera pergi. Ada kelas pagi ini dan aku tidak ingin terlambat hanya karena meladeni orang bodoh sepertimu."

"Kau ini! Apa tidak bisa menjawab orang dengan baik? Kau selalu saja menghina orang lain. Aku tidak bodoh. Nilai-nilaiku termasuk yang tertinggi. Hanya kau saja yang menganggap aku bodoh. Padahal kau tidak sadar kalau kau sendiri-lah yang bodoh, Cak! Kalau kau memang buru-buru ada kelas pagi. Kenapa malah lewat sini yang memakan waktu hampir lima belas menit. Asramamu dan fakultas hanya butuh waktu lima menit seingatku."

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang