[13] Rasa Suka Yang Salah (1)

2K 110 20
                                    

>>>>> CAKNI<<<<<

"Mana Agni?"

Cakka menginterupsi kegiatan Shilla yang sepertinya sedang menjelaskan sesuatu pada Sivia. Kedua gadis itu menoleh cepat pada tubuh menjulang angkuh tersebut lalu saling pandang dan mengendik bahu.

Shilla yang pertama kali menyadari bahwa Cakka tetap bersama dayang-dayangnya. Shilla menjawab dengan malas. "Tadi dia mengirimkan chat kalau dia masih ada di dalam kelas dan meminta kami untuk menunggu di sini." Lalu kembali fokus untuk menjawab pertanyaan Sivia tentang pelajaran.

Cakka menoleh ke sebelah kiri dan menelisik jalan setapak  yang di hiasi daun-daun kering itu dengan seksama. Memusatkan pandangan pada lobby gedung, memperhatikan siapa saja yang baru saja menuruni anak tangga dari lobby.

Satu menit.

Tiga menit.

Lima menit.

Sepuluh menit. Dan pintu lobby nampak enggan menampilkan siapa-siapa lagi disana. Mengedarkan pandangan dan Cakka mulai tidak tenang dengan kampus yang sudah mulai sepi.

"Sudah berapa lama dari chat terakhir Agni? Kalian tidak khawatir pada teman kalian? Kampus sudah terlihat sepi." Itu Gabriel yang bersuara, seperti mengerti apa yang Cakka pikirkan.

"Benar juga!" Sivia menghentikan kegiatannya dan menoleh pada sekitar. "Aku baru sadar jika kita saja sudah hampir satu jam duduk disini, Shil!" Sivia membereskan buku-buku miliknya dan berdiri, sedikit berjinjit, mungkin bertujuan agar pandangannya jauh lebih luas.

Cakka melihat dahi Shilla sempat berkerut sebelum akhirnya dia menoleh pada sekitar dan seperti baru menyadari bahwa kampus memang sudah sangat sepi. Gadis itu merogoh tas dan mengeluarkan benda tipis berbentuk persegi panjang dari sana. Mengutak-atik benda komunikasi itu sebentar sebelum akhirnya menempelkan benda itu ke telinga.

"Aktif tapi tidak diangkat!" ucap gadis itu satu nada.

"Bagaimana ini?"

"Kurasa aku harus menyusul Agni." Cetus Shilla seraya meraih tas sandangnya. Gadis itu berdiri tanpa meminta pendapat orang lain dan mulai berjalan.

Cakka sangat menyukai cara Shilla, selalu. Gadis itu tidak terlalu banyak bicara. Sekalinya gadis itu berbicara maka akan terkesan ketus. Tapi mendengar dari cerita-cerita Agni, Cakka bisa tahu bahwa sebenarnya gadis itu bukan tidak peduli. Hanya saja Shilla itu lebih kepada tipe manusia yang mementingkan tindakan nyata dari pada hanya berbicara panjang lebar. Sebelas dua belas dengan dirinya.

Dan yang paling Cakka sukai adalah karena gadis itu bisa menjadi penjaga Agni jika Cakka sedang tidak berada di dekat Agni. Cakka mempercayainya. Ehem... Cakka bahkan sudah beberapa kali menerima laporan kegiatan Agni dari Shilla. Cakka dan Shilla, yang ternyata adalah anak salah satu rekan bisnis Diandra itu sudah berkoordinasi.

Melihat pergerakan punggung Shilla yang diikuti Sivia yang semakin menjauh, Cakka ikut bergerak ke arah perginya Shilla, di susul Alvin dan Gabriel. Dia pikir di kampus seluas ini, Shilla dan Sivia tidak akan mampu menemukan Agni.

"Hei bukankah kau salah satu teman satu mata kuliah dengan Agni? Kau melihat Agni? Apa dia masih berada dalam kelas?" Sivia pergi bertanya pada seseorang yang baru saja menuruni tangga lobby dan laki-laki itu menggeleng.

"Aku yang terakhir membersihkan ruangan dan tidak ada siapa-siapa di sana!"

Cakka dan teman-temannya ikut berhenti.

"Kau yakin?"

Lelaki itu mengangguk mantab. "Ya. Aku bahkan mengecek dua kali dan sudah tidak ada siapa-siapa."

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang