[31] Pengecut itu---

556 55 10
                                    

"Bu Rani saya benar-benar mengucapkan banyak terima kasih atas segala yang telah keluarga Bu Rani berikan pada kami."

Seorang gadis kecil menatap tak suka pada lelaki tua yang tengah berbicara seraya merendahkan pandangan dari sang Nenek. Ini sudah kesekian kalinya lelaki tua itu mendatangi kediaman mereka. Gadis itu tak menampik jika dirinya tahu bahwa setiap kali lelaki tua ini datang, dia selalu meninggalkan sebuah amplop berisi uang untuk kelangsungan hidup si Gadis Kecil dan Nenek. Gadis itu bahkan sudah hafal dengan pembahasan mereka, wajah lelaki tua itu dan wajah remaja yang berada di luar sana. Walau dia tak pernah ikut Sang Kakek untuk bertatap muka langsung, dia selalu datang dan hanya menunggu di dalam mobil.

Sang Nenek hanya mengangguk untuk menanggapi ucapan Lelaki Tua itu. Mengusap lembuut puncak kepala si Gadis Kecil yang berumur sekitar dua belas tahun itu.

Tatapan mereka bertemu, dan akan selalu seperti ini. Mata tua itu akan berair dan seperti menahan kesedihan yang dalam

"Saya benar kehabisan kata-kata, Bu Rani. Cucu kedua saya yang menabrak Nak Ryoza, tapi Nak Ryoza malah mendonorkan jantung untuk cucu pertama saya. Saya benar-benar malu!" Sambung Lelaki Tua itu seraya menangkup wajahnya dan menunduk dalam dengan bahu yang berguncang.

"Tak masalah Tuan, tak perlu untuk berpikir berlebihan. Ini sudah jalannya. Lagipula anak saya yang menginginkan semua ini."

Gadis kecil itu kembali mendongak dan menarik ujung baju Sang Nenek. Menyampaikan ketidaksukaannya pada pembahasan yang tengah terjadi. Dia... Selalu tak ingin mendengar tentang kematian ayahnya yang tragis.

Menyakitkan. Sangat menyakitkan.

Ia mungkin masih belum cukup umur, tapi ia cukup pintar untuk mengerti. Ayahnya mengalami kecelakaan dan dari yang dia dengar keadaan ayahnya sangat parah. Tapi yang paling membuat fatal adalah tulang rusuk sang ayah patah dan tertancap pada paru-paru.

Ia tahu bahwa kemungkinan untuk sang ayah selamat sangat tipis, tapi ia terus membangun kepercayaan pada dirinya bahwa sang Ayah akan baik-baik saja.

Dan hari itu tiba. Ketika harapan hanya tinggal harapan. Ayahnya menghembuskan nafas terakhir tanpa berpamitan padanya. Bahkan tanpa menunggu setidaknya agar si Gadis Kecil berada dekat dengannya.

Ia kecewa. Sangat kecewa. Namun yang membuat hatinya semakin tersakiti adalah mereka dan Sang Nenek menyetujui operasi pemindahan jantung ketika Si Gadis Kecil tak berada di dekat Sang Ayah.

Mereka sangat egois, orang-orang dewasa sangat egois. Tak puaskah mereka mengambil hidup ayahnya? Mereka bahkan merebut kesempatan si Gadis Kecil untuk menghabiskan waktu yang tersisa bersama ayahnya.

Gadis kecil itu murka, mencaci, meneriaki siapa saja yang bicara dengannya. Gadis itu marah pada Sang Nenek. Gadis kecil membenci orang-orang itu, sangat membenci mereka. Mereka memang dari keluarga kaya raya, tapi mereka sama sekali tak memiliki hati.

Tidak.

Sejujurnya--- Sejujurnya Gadis kecil itu tahu bahwa ayahnya yang menginginkan donor jantung itu, para Dokterpun sudah berkata kemungkinan operasi bisa kapan saja. Tergantung pada kondisi kedua pasien. Tapi--- tapi rasanya benar-benar menyakitkan. Benar-benar menyakitkan.

Terlebih--- Terlebih karena orang yang menyebabkan kecelakaan itu tak pernah datang pada si Gadis kecil dan meminta maaf. Padahal ia selalu menunggu, memberi kesempatan untuk hatinya tak membenci orang itu.

~ ~ ~

"Ka... Kau! Apa yang kau lakukan disini?"

"Ag... Agni?"

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang