"Ag, Agni! Nak... Sayang bangun!"
Seperti terjatuh dari suatu tempat Agni terlonjak. Berputar, menelisik sekitar namun hanya menemukan putih dan putih.
"Agni pulanglah!"
Agni menoleh ke belakang setelah mendengar suara bernada lembut namun sarat dengan nada perintah itu. Agni tahu, tidak, Agni sangat hafal dengan suara itu. Agni ingin meneriakkan nama orang itu dengan penuh kerinduan namun entah bagaimana suara Agni tercekat, mulut Agni seperti terkunci, dan sekuat apapun berusaha Agni tidak menghasilkan suara apapun.
"Kembalilah, Nak! Tempatmu bukan disini!"
Agni berputar lagi dan kali ini Agni menemukan sekelebat bayangan yang perlahan semakin menjauh dari Agni.
Karena merasa tidak mempunyai tujuan dan dorongan harus menuruti perintah orang itu, Agni berusaha mengejar bayangan itu. Namun sekuat apapun Agni berlari, saat Agni hampir mencapai bayangan itu anehnya bayangan itu tidak pernah bisa Agni capai. Sampai Agni lelah. Sampai Agni rasa kaki ini akan terlepas. Sampai Agni terjatuh. Sampai suara itu murka, memekik, memekakkan telinga. Agni tidak pernah menyentuh bayangan itu.
Akhirnya Agni hanya membekap telinga, memilih meringkuk, untuk meredam suara yang semakin lama semakin terdengar melengking tak suka itu.
"KEMBILAH!!! PERGIII!!!"
Swuushhhh...
Brakk!!
Seperti terjatuh untuk keduakali Agni merasa seperti nyawanya dikembalikan secara tiba-tiba. Agni tersentak dan hanya bisa gemetar.
Cukup lama Agni terdiam dengan nafas kasar. Sampai dirinya merasa tenang, Agni mengerjap lalu perlahan mengembalikan fungsi mata indah miliknya.
Agni menatap sekitar dengan pandangan bergetar, namun yang Agni dapatkan hanya hitam dan gelap. Agni akhirnya sadar dan ingat bahwa dirinya masih berada di ruang tidak terpakai gedung mahasiswa tingkat tiga. Tempatnya terkurung sejak tadi sore.
Menoleh sekitar. Dibantu sinar dari luar Agni bisa melihat ada beberapa meja dan kursi rusak disana, kertas dan buku berserak, sampah tersebar, debu, sarang laba-laba, dan pecahan kaca. Agni diam memikirkan apa yang baru saja dia alami. Agni ingat tapi sedikit tidak yakin bahwa dia mendengar suara Ayah di dalam mimpinya tadi. Tapi sungguh walau tidak mengerti, Agni merasa bersyukur setidaknya bisa melepaskan sedikit kerinduan pada sang Ayah.
Agni tersenyum, namun hanya sebentar. Sampai perut sialnya kembali berbunyi seperti suara musik menyedihkan yang tidak pernah ingin Agni dengar.
Kreiukk!!!
Dia menoleh pada pintu dan posisinya masih tetap saja sama. Pintu itu tertutup sangat rapat. Mengecek handphone, memaksanya untuk menyala namun dengan daya baterai yang sudah nol persen bagaimana handphone itu akan menyala. Apa yang harus dirinya lakukan?
Agni mencoba berdiri dengan meraih kayu patahan meja. Menatap kayu itu Agni mendapatkan ide untuk memukulkannya pada gagang pintu, mungkin itu bisa merusak dan membuka pintu itu.
Dengan kekuatan yang tersisa Agni mempersiapkan diri untuk mencoba memukul gagang pintu itu, tapi sebelum melakukannya Agni meraih gagang pintu untuk mengukur seberapa kuat tenaga yang harus dia keluarkan. Agni memutarnya dan cklek! dengan ajaib pintu itu terbuka dengan mudah.
Ah! Pintu itu tidak terkunci, pintu itu terbuka dengan sangat mudah. Bagaimana bisa? Sejak kapan? Karena ingat Agni saat dirinya masih sadar dan memberontak, pintu itu dikunci dari luar, gadis-gadis sialan itu telah menguncinya. Apa gadis-gadis itu kembali saat Agni tertidur tadi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother In Love
RomanceTitle : Brother In Love Genre : Romance Dilarang untuk mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita, apalagi tanpa izin! NB : ~ Terima kasih untuk para tokoh dalan cerita ini, karena kalian ide ini bisa tercipta. ~ Terdapat adegan kekerasan. Terdapat j...