"Kakak kok nangis? Kakak sakit ya?"
Cakka mendongak pada gadis berambut pendek yang dengan lancang masuk ke ruang rawat inapnya. Umurnya mungkin tidak jauh beda dengan Cakka, tapi caranya bicara seperti bocah. Mendelik, melirik ke arah pintu. Kemana perginya para penjaga?
"Kakak mau ini? Tapi jangan nangis lagi!"
Gadis itu menyodorkan sebuah batu berwarna hijau dengan bentuk segitiga. Ada rasa ragu yang hinggap di hati Cakka, namun ia akhirnya memilih meraih batu itu sambil tetap menatap lekat menjurus waspada pada gadis itu.
"Jangan sedih ya, Kak. Ayah juga sedang sakit. Seperti kakak. Di sini, di sini, di sini, di sini bahkan dibalut perban. Banyak sekali! Dan Ayah tidak menangis." Gadis itu menunjuk kepala, tangan, kaki, dan lehernya isyarat dimana tempat perban ayahnya. "Ayah juga memintaku untuk tidak menangis, katanya biar nenek tidak bersedih!"
Gadis itu memberinya senyuman. Sebuah senyum selebar lima jari dan anehnya Cakka merasa hangat. Ketenangan yang lambat laun menyusuri dada hingga merambat ke seluruh tubuh Cakka. Hm... Mau tak mau Cakka harus mengakui bahwa ia menyukai senyum tidak tulus itu.
Aneh waktu seolah berhenti. Tak ada gerak lain yang lebih menarik dari gadis itu. Dunia seolah hanya berfokus pada gadis itu. Yah benar dunia. Dunia Cakka.
"Siapa kau? Kenapa bisa berada disini?" Akhirnya setelah Cakka hanya membungkam beberapa saat.
Bukan menjawab, gadis kecil itu malah menepuk dahi.
"Ah astaga! Lupa harus menghantarkan makanan pada nenek. Maaf, permisi Kak! Besok aku datang asal Kakak jangan menangis lagi! Oke?"
Cakka terdiam tapi tanpa sadar mengangguk.
"Janji?"
"Janji!" Lirih Cakka entah terdengar atau tidak oleh gadis kecil itu.
Cakka hanya memperhatikan gadis itu hingga bayangannya benar-benar menghilang di balik pintu.
Beberapa hitungan Cakka masih bertahan dengan perlahan menarik sudut-sudut bibir hingga membentuk lengkungan. Sebuah senyum penuh harap yang selama ini sulit untuk ia lakukan.
Anak aneh itu harus datang besok. Dia harus datang. Dia sendiri yang sudah berjanji dan Cakka akan menunggu tanpa menangis. Seperti kesepakatan mereka.
Namun sampai hari esok datang, lalu berganti lusa, tiga hari berikutnya, seminggu kemudian, Cakka sembuh, sebulan kemudian, bertahun-tahun kemudian, janji itu tidak pernah terpenuhi. Gadis itu tidak pernah datang. Gadis Batu itu tidak pernah datang. Membuat seorang Diandra Cakkadianata tidak pernah mampu membuang janji itu.
Cakka masih menunggunya.
~ ~ ~
"Mama dan Papa sudah memutuskan akan mengadopsi anak!"
Cakka mengangkat wajah dari buku dan menatap orang tuanya datar.
"Kenapa? Kalian kesepian?"
Artika, Mama Cakka, meneguk ludah pelan. "Bukan seperti itu, Kka. Tapi kami mengkhawatirkan bahwa kau yang kesepian. Lagipula dia itu..."
"Lelaki atau perempuan?" Potong Cakka tak mempedulikan anggapan orang tuanya.
Davinza, Papa Cakka, tersenyum lembut. "Perempuan, satu tahun dibawahmu."
"Mau jawaban jujur atau bohong?"
"Kka..."
Cakka kembali memotong ucapan Mamanya. "Cakka tidak terlalu ambil pusing apa yang Mama dan Papa lakukan. Kalian tidak perlu memperhitungkan suara Cakka."
Cakka berdiri. Menepuk celananya ringan, mengusir debu yang mungkin saja melekat disana.
"Tentu penting, Kka. Kau pewaris Diandra Grup dan dia juga nantinya harus mendampingimu."
Cakka berhenti setelah beberapa langkah dan diam sejenak.
"Kalau Cakka setuju apa pengaruhnya? Kalau Cakka tidak setuju apa pengaruhnya?"
"Cakka, apa kau tidak bisa jawab pertanyaan kami dengan mudah dan sopan?"
Cakka berdecak mendengar nada tinggi sang Papa. "Baiklah kalau kalian memaksa! Perkenalkan dulu Cakka dengan dia. Setuju atau tidaknya itu urusan nanti."
Cakka berbalik, meniti tangga menuju lantai dua dan tidak peduli lagi dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Terserah! Toh, ada atau tidak adanya saudara tidak akan ada pengaruhnya. Cakka tetaplah Cakka.
Dingin dan sunyi.
~ ~ ~
Adalah Diandra Cakkadianata, pewaris satu-satunya kerajaan bisnis Diandra Grup. Seorang lelaki dengan paras lebih dari kata tampan, bertubuh proporsional, berkantung tebal, popularitas tinggi dan sifat yang sangat dingin.
Hidup dalam keluarga yang bergelimang harta, bergelimang kasih sayang, bergelimang segalanya, tidak membuat Cakka memiliki sifat yang baik. Dia tetap saja dingin, kejam, tanpa ekspresi, dan iblis, bertolak belakang dengan sifat orang tuanya yang ramah terhadap siapapun.
Dan satu hal terjadi, orang tuanya berniat mengadopsi anak. Dan terhadap seorang wanita yang disodorkan orang tuanya untuk menjadi saudarinya itu Cakka jadi salah tingkah. Tidak dipungkiri bahwa dia adalah bahan bully yang sangat empuk. Cakka suka sekali menjahilinya. Tapi hanya Cakka saja, tidak ada satu orangpun yang boleh menyakitinya apalagi menyentuhnya. Dia itu hanya milik Cakka. Jadi hanya Cakka yang berhak.
Tidak ada yang tahu jika Cakka dan dia direncanakan untuk menjadi saudara tapi yang pasti Cakka perlahan berubahnya seratus delapan puluh derajat. Teman-temannya bilang Cakka itu mengarah pada overprotektif, cemburuan, dan iblis 'kuadrat' jika sudah menyangkut dia. Siapapun bisa saja mati jika sudah menyentuh dia.
Pertanyaan-pertanyaan pun muncul tentang apa kelebihan dari gadis biasa-biasa dan bahan bully-an itu sehingga bisa membuat raja Iblis itu bertekuk lutut?
Dan kalaupun ditanya maka Cakka akan dengan malas menjawab 'Biarlah waktu yang menunjukkan'. Jawaban yang ambigu tentu saja.
Teman-temannya penasaran tingkat akut. Lalu bagaimana dengan kamu?
~ ~ ~
Adalah Agnindya Kharyoza, seorang wanita yang hidup tanpa kasih sayang seorang Ibu. Jangan bertanya tentang bagaimana itu terjadi, karena Agni pun tidak mengetahuinya. Ayah tidak pernah mau menjelaskan.
Hidup dalam serba kekurangan tidak membuat Agni suram. Dia menjelma jadi wanita ceria, cerewet, dan 'bodoh' (yang terakhir ini pasti tahu julukan dari siapa).
Setelah hidup tanpa Ibu, Ayahnya meninggal karena kecelakaan saat umur Agni sekitar sebelas tahun, dan saat dirinya harus masuk ke bangku perkuliahan, nenek yang merawat Agni juga meninggal. Jadilah Agni harus hidup sebatang kara.
Dan takdir berkata lain. Agni dipertemukan dengan sepasang suami istri baik hati yang memberinya beasiswa full, biaya hidup full, kasih sayang full, bonus dengan saudara pula.
Namun siapa sangka jika lelaki berstatus saudara itu adalah jelmaan iblis. Agni tidak boleh ini, tidak boleh itu. Dia pemerintah yang handal, tukang jahil, tukang bully, Iblis berwujud manusia.
Perlahan tapi pasti Agni merasa nyaman dengan tingkah iblis yang over itu. Iblis itu melindungi Agni, menyayangi Agni, dibalik sifatnya yang buruk itu. Agni jatuh pada perasaan yang terlarang dan Agni ingin mengungkapkannya.
Egois memang tapi perasaan itu selalu menggedor-gedor dada Agni dan Agni sungguh tidak tahan.
Permasalahannya adalah bagaimana cara Agni mengungkapkannya dan apa reaksi raja iblis itu?
Agni tidak berani memikirkannya. Lalu bagaimana kamu?
~ ~ ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother In Love
RomanceTitle : Brother In Love Genre : Romance Dilarang untuk mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita, apalagi tanpa izin! NB : ~ Terima kasih untuk para tokoh dalan cerita ini, karena kalian ide ini bisa tercipta. ~ Terdapat adegan kekerasan. Terdapat j...