[8] Kesepian Yang Menyedihkan

1.9K 130 16
                                    

Dalam hati setiap manusia memiliki nurani. Dalam hati setiap manusia menyimpan rasa simpati. Dalam setiap manusia tertanam hubungan dan keseimbangan. Tapi untuk Cakka? Mungkin tidak. Dia tidak pernah mencoba untuk membentuknya.

Seperti yang telah terlihat, Cakka adalah manusia yang pantang terbawa perasaan, Cakka adalah manusia yang tidak pernah memandang jenis kelamin, dan Cakka adalah manusia dengan minim rasa iba. Seperti seseorang yang tidak membutuhkan orang lain dikehidupannya. Kenapa? Jangan pernah bertanya. Karena itulah Cakka.

Dia, Cakka, adalah manusia berhati dingin, manusia dengan hati setengah iblis.

~

Cakka berjalan cepat setelah merampas paper bag berisi pesanannya dari tangan Alvin dengan tidak terlalu mempedulikan sebagaimana besar rasa perasaan Alvin dan Gabriel. Tadi dia menelpon teman-temannya itu, memaksa mereka untuk mencarikan keperluan Agni yang entah akan mereka dapatkan darimana. Cakka tidak terlalu mempedulikannya juga, yang penting dia harus segera mendapatkannya.

Menutup pintu dengan kasar, lalu melempar paper bag tepat di wajah Agni. Membuat gadis itu mengelus hidung sambil meringis.

"Apa?" Ucap Cakka dengan nada datar, sedatar ekspresi wajahnya saat dia melihat gadis itu sudah membuka mulut ingin memaki. Nyali gadis itu menciut jadi gadis itu kembali menelan kata-kata beserta ludahnya.

Cakka beranjak menuju lemari pendingin yang berada tidak jauh dari pintu keluar. Meraih sebotol air mineral dan meminum sedikit. "Mandilah dan gunakan pakaian di tas itu."

"Tapi Cakka..."

Cakka menoleh dan mendapati gadis itu tengah berdiri dengan salah tingkah.

"... bukankah pintu asrama akan segera ditutup, bagaimana aku akan kembali ke asramaku?"

Cakka menutup botol mineral miliknya dan menaruh di atas meja dapur. Cakka diam sejenak untuk membenarkan ucapan Agni. Dia tadi hanya tahu harus membawa gadis itu ke sini, tapi tidak memikirkan kelanjutannya.

"Pergilah mandi, bukankah kau bilang perutmu lapar! Aku akan berbaik hati membuatkan makanan untukmu!"

Agni mengibaskan tangan sambil menolak. "Tidak. Tidak perlu, Cakka! Jangan terlalu repot, aku bisa mandi dulu dan akan membuatnya sendiri nanti. Kau punya mie instan kan? Berikan aku dua bungkus dan satu buah telur. Aku akan..."

Brak! Cakka menghempaskan botol mineral, menginterupsi perkataan gadis didepannya. Gadis itu terdiam dengan mulut menganga, lucu sekali. "Tidak ada yang boleh membuat makanan instan seperti itu di tempatku. Aku tidak menyukainya. Kau mengerti?"

"Tapi Cakka..."

"Apa hanya itu yang ada di otak kecilmu? Makan makanan cepat saji? Yang benar saja."

"Apa yang salah dengan itu? Semua orang memakannya!"

"Tapi tidak untukku, tidak juga untukmu jika berada di lingkunganku. Makanan itu tidak sehat."

"Tapi itu kan..."

"Tidak bisakah kau lakukan saja perintahku, Agnindya?  Kau suka sekali membuat keributan!"

"Masalahnya..."

"Pergilah sendiri atau aku yang akan memaksa untuk memandikanmu dengan tanganku!"

Setelah mendengar isi bentakan Cakka mau tidak mau Agni langsung berlari menuju kamar mandi sambil meraih paper bag berisi pakaian yang tadi Cakka lempar di wajahnya. Siapa yang mau lelaki itu mandikan?

~ ~ ~

Mata Agni membulat terpesona ketika melihat kamar mandi milik Cakka. Tidak. Agni sudah terpesona sejak masuk ke kamar asrama ini. Di dalam benak Agni, Agni akan menemukan pemandangan kamar lelaki yang berantakan, baju kotor dimana-mana, tempelan poster di dinding, atau tempat sampah yang terguling dengan sampah kertas dan plastik pembungkus snack disekitarnya. Tapi ternyata tidak. Agni malah menemukan pemandangan kamar yang terkesan misterius tapi tertata rapi.

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang