Flash back
"Kau sedang apa, Kka?"
Cakka mengalihkan atensi dari hamparan sungai yang terbingkai dari jendela kamar kepada Kakek yang kini membelai lembut rambut legamnya.
Bibir dari wajah keriput yang selalu Cakka pikir penuh dengan rasa lelah itu tersenyum tipis. Khas keluarga Diandra. Wajah Kakek dan Papanya terlihat sangat mirip. Memiliki alis tebal, mata yang tajam, hidung menjulang, bibir tipis, tulang pipi yang tegas, serta rahang yang terpahat sempurna. Menunjukkan kewibawaan namun menakutkan secara bersamaan. Wajah Cakka tak jauh berbeda, hanya saja kesan dingin yang paling dominan pada siapa saja yang melihat Cakka karena Cakka hampir tidak pernah menunjukkan senyuman.
"Tidak ada." Jawab Cakka singkat lalu kembali menatap air sungai seperti air sungai adalah pemandangan yang sangat sayang dilewatkan.
"Papa-mu tadi menelpon, Kka. Dia menanyakanmu."
Cakka bergeming tidak menunjukkan minat sedikitpun pada topik pembicaraan ini. Padahal Cakka sudah lama tidak bertatap muka dengan orang tuanya.
"Kka, bicaralah sekali-kali dengan orang tuamu. Mereka merindukanmu."
Cakka mendengus geli. Kakek selalu berusaha membujuk Cakka untuk bicara dengan orang tuanya dan Cakka selalu menolak pula. Karena Cakka tahu, rindu adalah kata yang tak pernah muncul dalam kamus orang tuanya.
Lagi pula siapa yang ingin bicara dengan orang tua seperti mereka. Cakka dan kedua orang tuanya tinggal di kota yang sama. Orang tua Cakka tinggal di rumah utama dan Cakka tinggal bersama Kakek di salah satu rumah peristirahatan Diandra. Mereka hanya berjarak sekitar tiga puluh menit, tapi orang tua Cakka tidak pernah mengizinkan Cakka untuk tinggal bersama mereka atau sekedar berkunjung ke rumah mereka.
Cakka tidak mengerti kenapa. Hanya saja Kakek selalu bilang bahwa Cakka hanya perlu menunggu. Jika nanti saatnya sudah tepat, Cakka akan tinggal pula di rumah utama Diandra.
Cakka sebenarnya lelah menunggu. Tapi setelah tahu bahwa Kakek selalu menangis diam-diam setiap kali Cakka bertanya tentang alasan kenapa Cakka dibuang, Cakka hanya bisa pasrah menuruti apa yang Kakek inginkan. Hanya Kakek yang peduli pada Cakka, jadi Cakka tidak akan membuat Kakek terluka.
"Maafkan Kakek, Kka! Ini semua terjadi karena Kakek."
Cakka mendelik, menatap Kakek yang kini tatapannya menerawang jauh.
"Seandainya saat itu Kakek tidak mencampuri urusan rumah tangga Papa dan Mama-mu, kau mungkin tidak akan menerima semua ini."
Cakka ingin sekali bertanya maksud Kakek-nya, tapi lidah Cakka kelu. Tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Tapi tenanglah, Kka. Karena semua ini akan segera berakhir. Kau akan segera pindah ke rumah utama bersama orang tuamu. Kau akan tinggal bersama meraka. Kakek pastikan itu."
Dahi Cakka mengernyit mendengar penuturan Kakek-nya itu. Tidak dipungkiri bahwa dia sangat senang, tapi ini sangat mendadak. Cakka hampir tidak mempercayai pendengarannya.
"Seminggu lagi ulang tahunmu, kan?"
Cakka mengingat-ingat tanggal dan benar, minggu depan adalah hari ulang tahunnya yang ke-14. Jadi?
"Biasanya kau hanya merayakan ulang tahunmu dengan kakek, tapi kali ini tidak, Orang tuamu akan datang. Mereka akan ikut merayakannya."
Cakka tertegun. Dia bingung harus bereaksi seperti apa. Karena Cakka biasanya hanya akan merayakan dengan Kakek, lalu dengan Gabriel, Alvin dan Rio. Ini kali pertama orang tuanya akan merayakan ulang tahunnya. Dan ini luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother In Love
RomanceTitle : Brother In Love Genre : Romance Dilarang untuk mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita, apalagi tanpa izin! NB : ~ Terima kasih untuk para tokoh dalan cerita ini, karena kalian ide ini bisa tercipta. ~ Terdapat adegan kekerasan. Terdapat j...