[30] Rahasia

568 53 5
                                    

"Sepi sekali, dimana para maid? Biasanya mereka masih sibuk dengan pekerjaan mereka atau sekedar bergosip diberbagai tempat?" Lirih Agni lebih kepada dirinya sendiri. Cakka tak bisa tak tersenyum menyaksikan ekspresi bingung gadis itu.

Cakka dan Agni tiba di rumah utama Diandra hampir jam delapan malam. Rumah memang sudah tampak sunyi. Mereka hanya di sambut Pak Darmawan, Butler paruh baya kepercayaan keluarga Diandra, dan Sofi yang memang selalu siaga jika Cakka berencana pulang. Dan dibalik itu semua Cakka tahu itu berarti akan ada pembahasan penting di sini. Cakka sudah hafal akan kebiasaan Keluarganya itu.

Selama ini Cakka tak pernah peduli akan hal itu, tapi saat ini, detik ini, Cakka merasa sangat khawatir. Khawatir pada gadis bodoh yang sejak tadi hanya mengikuti langkahnya.

"Oh Tuan Besar? Nyonya?" Pekik Agni ketika mereka sampai di ruang makan. Diandra Davinza dan Diandra Artika, selaku Tuan dan Nyonya rumah ini sudah duduk dengan rapi di sana. Dengan senyum mengembang. Nyonya Artika melambai tangan pada Agni.

Agni cepat-cepat melepas genggaman tangan Cakka yang sejak tadi tak pernah ia lepaskan. Ia menyikut Cakka. "Hei, kau tak bilang jika mereka ada di sini!"

Cakka melirik sekilas. "Oh, aku tak bilang padamu?"

"Ya! Brengsek kau!"

"Kenapa baru sampai, Cak, Ag? Ayo kita makan? Papa sudah kelihatan sangat lapar. " Nyonya besar Diandra yang masih betah dengan wajah awet mudanya itu berdiri, meraih lengan Agni dan menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi yang bersebrangan dengannya.

Agni menurut dan Cakka mengambil tempat disebelah Agni, di sisi kiri Tuan Besar Diandra.

"Darmawan, siapkan makannya!" Artika memberi kode pada Butler yang berdiri di sisi kanan Tuan Besar Diandra. Butler yang sama dingin dengan Tuannya itupun mengangguk dan beranjak ke meja.

"Silahkan, Tuan, Nyonya, Tuan Muda, Nona!"

Agni hanya menelan air liur saat Pak Darmawan membuka food cover yang terbuat dari stainless steel di depannya. Harum dari hidangan berupa daging yang kini memehuni pemandangannya membuat cacing-cacing liar di perut Agni memberontak.

Ya Tuhan, porsinya kecil sekali!

Agni gelisah. Dengan porsi makannya yang besar. Ia mungkin takkan kenyang hanya dengan makan beberapa potong kentang goreng dan daging panggang berdiameter sekitar sepuluh centi itu.

Agni melirik kiri-kanan dan orang tua Cakka tengah memasang serbet di paha mereka dengan tenang. Agni meniru dengan diam-diam. Agni menangkap ada satu food cover yang belum dibuka di sisi kiri Nyonya Artika. Agni tak tahan akan rasa penasarannya, jadi dia menyenggol Cakka dan berbisik.

"Cak, yang itu milik siapa?"

Cakka hanya menatap Agni dengan dahi berkerut.

Agni menunjuk ke kursi yang bersebrangan dengannya itu dengan dagu. "Itu!  Jika tak ada boleh aku memilikinya? Kau tau sendiri, aku tak akan kenyang hanya dengan makan ini!"

Cakka berdecih geli dan mengacak rambut di puncak kepala Agni dengan gemas. "Makan dulu yang itu! Kau itu perut karet, hah? Apa kau sapi?"

"Kau ini!"

"Makan! Jangan hiraukan kursi kosong itu."

"Hm... Baiklah!" patuh Agni tapi dengan menggerutu. "Kau menyebalkan!"

Cakka memberi kode pada Sofi yang berada di belakangnya untuk mendekat. "Ambilkan nasi untuk Agni. Berikan beberapa sendok sambal dan lauk yang lain!"

Sofi mengangguk mengerti dan mundur untuk menuju dapur.

Mendengar Cakka memintakan makanan lagi untuk dirinya pada Sofi Agni langsung bersemangat. Ia menoleh pada Cakka dan memberikan senyum lima jarinya untuk Cakka. "Terima kasih, Raja Iblis... Ups!!"

Brother In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang