01 *Prolog

27 4 0
                                    

Matahari merangkak turun. Semburat oranye menghiasi langit. Awan-awan setipis kapas menumpuk di atas sana, memerah karena senja. Aku termenung. Memandangi bola cahaya yang mulai ditelan gedung perkotaan.

Tok tok

Suara ketukan pintu membuatku menoleh kebelakang. Aku melangkah, menuju pintu kamar yang selalu terkunci. Aku membukanya, lalu melihat sosok laki-laki berjas rapih berdiri disana. Dia buru-buru menundukkan kepalanya ketika melihatku dibawah bingkai pintu.

"Ada apa?" Tanyaku dengan nada malas. Kupikir semua orang tahu kalau aku tidak suka diganggu saat senja.

"Maafkan saya, Miss Neirla menunggu anda diruangan." Katanya tanpa menatapku.

"Menungguku? Untuk apa?"

"Saya tidak tahu."

Aku mengembuskan nafas, lalu menutup pintu dan melenggang pergi. Aku memperbaiki kerah hoodie kuningku yang miring sambil menunggu lift.

"Rafles? Apa itu kamu?"

Aku menengok, mendapati laki-laki seumuranku yang memakai jas rapih. "Hai, Pro. Kamu dipanggil juga?"

Dia mengangguk, "begitulah."

Pintu terbuka, menampakkan ruangan lift yang kosong melompong. Aku dan Pro memasukinya.

"Jadi kita satu tujuan?" Aku memastikan, menatap Pro.

"Iya." Jawabnya, sambil menatapku yang menekan angka secara berurutan.

180506

Tentu saja tidak ada gedung setinggi itu. Itu adalah kode rahasia, yang akan membawa kami langsung ke ruangan dibawah tanah.

Ruangan lift bergetar, lalu bertransformasi. Dari sisi-sisinya mengeluarkan dua kursi empuk. Aku duduk dengan santai, meluruskan kakiku. Sabuk pengaman terpasang secara otomatis. Empat sisi balok lift itu terbuka, berganti dengan kaca mengilap. Aku dapat melihat disepanjang lorong, ada ratusan peninggalan sosok yang berhasil kami taklukan.

"Kadang aku lupa, hanya kamu orang nekat yang menggunakan pakaian unformal jika menghadap Neirla." Kata Pro secara tiba-tiba.

Aku menengok ke arahnya, lalu tersenyum sombong, "hebat kan? Kamu bisa mencobanya."

Pro mengedikkan bahu, "aku masih sayang nyawa."

Aku tertawa kecil. "Memang kalau kamu berpakaian rapi Neirla akan mengampuni nyawamu?"

"Eh, aku tidak tahu."

Aku kembali tertawa, melambaikan tangan. Aku menatap ke depan. Kapsul ini sudah hampir sampai. Dia merapat dengan sangat anggun. Pintu terbuka. Sabuk pengaman terlepas dengan sendirinya.

Aku turun lebih dulu. Pro mengikuti dibelakang. Beberapa orang menyapa kami, aku membalasnya tanpa minat. Perlahan kunaikkan tudung hoodie-ku, menutupi rambut pirang dengan garis biru cerahku yang dikuncir pendek.

Kami berjalan tanpa percakapan ke arah ruangan utama. Sesampainya didepan pintu, penjaga depan menahan langkah kami.

Aku memiringkan kepala heran, "tadi katanya aku dipanggil oleh Neirla. Kenapa kamu menahanku?"

"Maaf, tunggu sebentar. Neirla meminta kalian masuk secara bergilir. Dan dia meminta Pro lebih dulu."

Aku berdecak.

Seruling AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang