04 *Maeda

7 2 0
                                    

Kami mulai berjalan beriringan. Ketiga teman baruku masih saling lempar kata beberapa kali. Nampaknya perdebatan mereka sulit diakhiri begitu saja.

"Ah, berbicara dengan kalian itu sia-sia! Aku tidak akan melakukannya lagi!" Ucap Dersik menyudahi sesi kedua pedebatan.

"Baiklah. Terserahmu saja!" Ketus Nifer.

"Hei, Lily. Kulihat kamu sangat kagum dengan tempat ini. Apa memang seindah itu?" Alkara sudah loncat ke topik lain.

Aku mengalihkan pandanganku padanya, "tentu saja! Keindahan alam tak akan pernah habis untuk ku nikmati."

"Bukankah kamu pengelana? Apa bedanya hutan ini dengan hutan lainnya?" Dersik ikut nimbrung.

Aku mencoba mengorek ingatanku tentang jenis-jenis hutan. "Berbeda, Dersik. Hutan itu memiliki ciri khas berdasar masing-masing garis lintang. Yang condong ke utara atau selatan akan memiliki hutan musim, hutan yang akan berubah warna tiap musimnya. Sedang di bagian equator biasanya berhutan hujan tropis."

"Kamu mengamati sekitar dengan baik, ya?" Dersik menatapku kagum.

"Ngomong-ngomong soal mengamati, aku jadi sadar pakaian dan tasmu itu agak berbeda. Apakah itu pakaian yang biasa dipakai pengelana?" Alkara menatapku menyelidik dari atas kebawah.

Aku nyengir, tidak tahu harus menjawab apa. Mulut nakalku segera mengambil alih fungsi otak, "begitulah."

"Apa kalian ingat kalau kita belum berkenalan dengan baik?" Nifer berbalik, menatapku sembari berjalan mundur. Dia yang paling depan, Alkara disampingnya. Aku dan Dersik menyusul dibelakang.

Aku menjentikkan jemari, "kamu benar. Namaku Lilyum Auratum. Seperti kalian tahu, panggil aku Lily."

"Aku Derasikee Clarista Hova." Dersik mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya dengan baik.

"Rhizopus Stolonifer." Nifer ikut mengulurkan tangan.

Aku terbelalak mendengar namanya. Sedetik kemudian, aku segera meledakkan tawaku. Dengan mengusap air mata yang keluar karena tawa, aku menerima uluran tangan Nifer.

"Apa yang begitu lucu dari namaku?" Nifer cepat-cepat menarik tangannya.

Aku masih berusaha menetralkan tawa, "khekhekhe, bukan apa-apa. Kupikir kamu akan tersinggung jika mendengarnya."

"Nifer akan lebih tersinggung jika kamu menyembunyikannya. Aku Alkara Denora. Senang berkenalan denganmu." Alkara ikut mengulurkan tangan.

"Aku juga." Balasku sembari memaksakan diri untuk berhenti tertawa.

Bagaimana tidak? Rhizopus Stolonifer sama ilmiahnya dengan nama yang kupakai. Kalau Lilyum Auratum adalah salah satu jenis bunga lily, maka Rhizopus Stolonifer itu adalah salah satu jenis jamur. Jamur tempe lebih tepatnya.

Bayangan Nifer dan tempe yang dibandingkan segera memenuhi kepalaku. Aih, tidak cocok tuh. Nifer tidak terlihat seperti tempe sama sekali. Tubuhnya yang gagah, mantap berucap lagi tajam menatap itu tak bisa disamakan dengan tempe.

"Itu dia!" Alkara berlari cepat mendekati sebuah tenda. Ada sosok laki-laki disana. Dia terlihat sedang berlatih pedang. Gerakannya cepat, dia terlihat sungguh-sungguh ketika menebas udara. Rambut coklat kehitamannya bergerak seiring kakinya yang melayang beberapa kali. Secara jujur dia terlihat tampan. Tapi tentu saja ketampanannya belum mampu menembus Sojae—apalagi Aspergil.

Nifer masih mengamati gerak-gerikku. Membuatku beralih padanya. "Apa?"

"Tidak. Bukan apa-apa." Nifer mengedikkan bahu, lalu ikut mendekat pada Alkara dan sosok pemuda tadi.

Seruling AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang