Kami saling bertatapan. Tak lama, dengan semangat yang menggebu-gebu Fla Ryu menghantamkan tinjunya ke arahku yang lebih pendek ratusan senti di bawahnya.
Aku menghindar dengan mudah. Tinju Fla Ryu menyebabkan cerukan dalam di tanah. Tak berhenti, Fla Ryu terus mengirim tinju. Aku tahu aku tak bisa menghindar selamanya.
Ketika Fla Ryu mengahantamkan tinju kesekian, aku melepas Forsa Angin dengan ketipisan luar biasa. Ketipisannya membuatnya menjadi tajam, dan tanpa ampun memotong tangan Fla Ryu. Makhluk setengah pohon itu berteriak mengerikan. Lengan bawahnya terjatuh di tanah. Berdebam keras.
Dia segera menumbuhkan tangannya kembali. Tak ingin hal itu terjadi, aku membuat bola cahaya dan melemparnya menuju dada Fla Ryu. Fla Ryu tidak sempat menghindar, tubuhnya terlempar kebelakang, menabrak barisan pepohonan.
"Aku pikir kamu bisa bertahan lebih lama. Perhatikan sekitarmu sebelum melakukan sesuatu." Kataku dengan nada kecewa.
Aku pikir aku bisa bersenang-senang dengan permainannya. Di dalam tembok, semua pertarunganku membosankan. Lawanku selalu jatuh sebelum aku bisa mengeluarkan forsa ku yang sesungguhnya.
Fla Ryu menatapku tajam. Dia kembali lompat ke arahku. Kali ini tidak dengan tinju, dia melempariku dengan batu tajam seperti yang digunakannya tadi.
Aku tidak berniat menghindar, menggunakan Forsa Pelindung dan membuat tameng transparan yang mengelilingi sekitar tubuhku. Tamengku kokoh, batu-batu itu hancur begitu menyapanya.
Butuh beberapa saat hingga Fla Ryu menyadari keberadaan tameng transparan milikku. Dia menggeram, "jangan bersembunyi!" Suaranya seperti berasal dari segala penjuru hutan. Menggema.
Fla Ryu menggerakkan tangannya ke atas, seperti mengontrol sesuatu. Belum sempat benakku bertanya, akar-akar besar sudah menyembul dari tanah. Sekali lagi aku harus berterimakasih pada refleks ku. Aku melompat ke udara, keluar dari tameng tanpa hambatan. Tapi akar-akar itu tidak, mereka memenuhi tameng yang kubuat, menjadikannya kubah penuh akar berduri.
Kakiku masih di udara dan Fla Ryu sudah melempariku lagi dengan batu-batu tajam. Aku menggunakan serulingku kali ini, menepisnya agar tidak membuat luka.
Tubuhku bergerak lincah. Beberapa batu tajam justru aku belokkan pada Fla Ryu sendiri, membuatnya berhenti dan menghindari senjata makan tuan.
Aku segera membuat bola-bola api di sekitarku. Lalu mulai menyerang Fla Ryu dengan bola-bola itu. Agak sulit sebenarnya, karena aku harus segera memadamkan bebola api begitu tidak mengenai Fla Ryu. Aku tidak mau membakar hutan sembarangan.
Aku masih fokus pada bola api saat menyadari akar berduri melilit kakiku. Aku menatapnya sekilas, belum sempat berbuat apapun, tubuhku sudah di lempar kencang.
Punggungku membentur salah satu batang pohon, lalu luruh ke tanah. Aku mengaduh pelan. Harusnya perasaan sakit seperti ini terjadi tadi pagi. Sepertinya nasibku tidak terima aku selamat dari patah tulang karena Maeda.
Aku berusaha bangkit, memegangi punggungku yang terus berkedut. Aku mengaktifkan Forsa Penyembuh sekaligus Forsa Pelindung karena Fla Ryu sudah kembali menyerangku.
Karena fokusku terbagi jadi dua, maka tamengku tidak terlalu kokoh. Sepertinya Fla Ryu mengetahui hal ini. Dia memukulkan tangan besarnya pada tameng transparanku. Lima kali pukulan, suara kaca pecah merambat di udara. Tubuhku kembali terlempar. Kali ini sedikit baik karena aku terjatuh di atas lumpur yahg lebih bersahabat.
Aku menyeka wajah yang kotor dengan bajuku yang selamat dari licak lumpur. Aku segera mengambil posisi saat melihat batu-batu tajam mengarah padaku. Tubuhku segera bergerak menghindar. Fla Ryu sudah sampai di depanku. Dia kembali menunjukkan jurus lain, tangannya memanjang dan ingin meraihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seruling Angin
AventuraBerbohong atau dibohongi. Berkhianat atau dikhianati. Hanya itu pilihan yang dimiliki Rafles, atau Lily, saat terjebak di dunia di dalam tembok. Yang dia tahu, cepat atau lambat sesuatu yang besar akan terjadi. Dia hanya perlu memutuskan untuk ber...