.
Kali pertama melihatnya bagai candramawa
Jemari menyentuh bagian terpisah tanpa sekat tersisa
Tertata dalam rangkaian not yang tak terhingga
Hasilkan melodi dalam gelombang
Hadirkan suara dengan alunan yang matang
Dia yang mati namun hidup kembali.
Swastamita mulai menjamah bagian bulat yang berputar
Tertuju pada kaki-kaki yang berdiri
Nirmala kini menyapa
Dengan rambut hitam pekat
Mengundang sayap-sayap yang tersiap
Kibasannya tercium aroma surgawi
Membuat gundah seisi dunia.
Mereka bilang
Aku bagai permata biru dalam liontin
Dipuja sosok-sosok yang menggila dalam kilauan
Pesona terpancar ciptakan riuh gejolak datangkan bencana.
Kini aku balutkan lapisan kain yang tersisa
Menyelimuti tubuh dalam ribuan pandangan yang hina
Mataku tertunduk , berusaha lari dari lirikan mereka
Menatap tanah yang basah
Mencium aroma petrikor pada jarak yang terdekat.
Pantaskah ini disebut benalu?
Sedang mereka banyak memburu.
Kasihku ..
Ku gantungkan ingin pada kepingan janjimu
Lupakan harapku pada angan yang berlalu
Namun kau tetap makhluk
Yang kembali mengingatkanku.
Pergi tanpa bayangan pilu
Menggapai sayap yang terbang itu
Menembus ketinggian tanpa batas
Tinggalkan kesan manis yang mengiris.
Aku tetap berdiri di muka lautan
Harap ombak membawaku tenggelam
Atau angin menelanku tak tersisa
Tapi pasir erat menanam mata kaki.
~
Jangan terpaku pada gambar
Sedang aku sulit mecari yang tepat
Jaringan sulit , hingga hak cipta takut di ungkitBekasi , 29 Oktober 2019
Pic by Pixabay
~Ncit
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Prosa
PoesíaSekedar coretan tinta dalam aksara , amatiran yang memaksa , padahal bukan pujangga dengan bait yang menggoda. { Kumpulan bait terisi }