Renjun dan Jeno masuk kedalam rumah yang tak lain adalah hadiah pernikahan dari Ayah Jeno. Renjun berbalik menatap Jeno yang melangkah dibelakangnya, Renjun menghela nafas pelan sebelum mengatakan sesuatu yang membuat Jeno pasrah "Bisakah aku pilih kamarku sendiri? Aku ingin kamar kita tetap bersebelahan, agar mama dan Baba tidak curiga jika sedang berkunjung"
"Baiklah" Jeno menghela nafas dan mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Jeno mengusap wajahnya kasar "Miane" sesalnya entah pada siapa.
Renjun bersiap mandi dan segera beristirahat, tapi ketukan pintu kamarnya membuatnya membalikkan badannya dengan kesal dan membuka pintu dengan raut wajah tidak suka "Ada apa?"
"Makanlah" Jeno memberikan sebuah nampan dengan sepiring salad dan segelas susu.
Renjun mengangguk dan meraih nampan tersebut "Terimakasih" Renjun kembali menutup pintu kamarnya dan bahkan menguncinya. Renjun harus benar-benar mandi sekarang.
Jeno menatap pintu itu dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Kakinya melangkah ke arah kamar yang tepat berada disebelah kamar Renjun.
Siapa yang mengira jika pesta megah dengan balutan keromantisan para pasangan yang bak pangeran dan putri itu hanyalah sebuah panggung kebohongan.
Jeno mengusap wajahnya kasar matanya teralih pada ponselnya, saat menghidupkan layar ponselnya gambar seorang wanita tersenyum cerah dengan rambut coklat dan mata indah itu yang sangat ia rindukan. mata yang menatapnya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Aku harap ini cepat berlalu dengan sebagaimana mestinya, dan kau kembali padaku seperti dulu. Harapan Jeno yang hanya bisa ia ucapkan dalam hati sebagai doa
💙💙💙
Renjun masuk kedalam rumah dengan keringat yang memenuhi wajahnya. Rambut diikat kebelakang dengan hanfuk kecil yang menggantung di lehernya juga pakaian yang biasa perempuan pakai saat olahraga dapat menunjukkan lekuk tubuh Renjun yang indah.
Renjun berjalan ke arah kamarnya, namun terhenti saat melihat Jeno yang sedang memasak di dapur dengan posisi yang membelakanginya. Pundak lebar itu hampir sama dengan pundak lebar milik seseorang yang ia cintai, bahkan semalam Renjun mencoba menghubunginya walau hasilnya nihil. Tak ada jawaban.
"Jae... "
"Renjun? Kau sudah pulang?" Renjun mengangguk dan langsung melanjutkan jalannya masuk kedalam kamar.
"Renjun.... Apa yang kau lakukan bodoh?! Jelas jelas dia bukan Jaemin! Ingat Renjun kau sudah menghianati Jaemin dengan bodoh! Sadar Renjun! Sadar!" Ucapnya kesal dengan memukul kepalanya sendiri. Air matanya mengalir "Miane"
Renjun mengambil ponselnya mencoba menghubungi seseorang yang mungkin bisa menolongnya agar bisa berbicara dengan Jaemin untuk kali ini saja.
"Yoboseo? Ryujin-ah, bisakah kita bertemu?"
"Dimana?"
"Aku akan kirim alamatnya sebentar lagi, aku akan berangkat sepuluh menit lagi. sampai jumpa Ryujin-ah" Renjun bergegas bersiap. Renjun menggunakan celana panjang dan dengan kaos putih polos yang dibaluti jaket kulit hitam. Rambut coklatnya ia ikat kebelakang menjadi satu dan sepatu kets putih kesayangannya menjadi pilihannya kali ini.
Renjun berjalan keluar kamar namun suara Jeno yang memanggilnya "Renjun, kau mau kemana?" Renjun menghela nafas dan berbalik badan menatap Jeno yang masih lengkap dengan apronnya, Jeno mengalihkan pandangannya kearah dirinya sendiri "Ah..maaf! aku....maukah kau sarapan denganku?"
Renjun melipat tangannya dan menatap Jeno "Ya! Apa ada yang salah dengan otakmu?" Jeno menghembuskan nafasnya pelan.
"Tidak ada yang salah. apa yang salah jika seorang suami menawari istrinya makan bersama?" Renjun menggeram dan mengepalkan tangannya. ingat, Renjun bukanlah orang yang termasuk dalam golongan sabar "Bisakah kau menerimaku?"
"Dalam mimpimu brengsek!" Renjun berjalan meninggalkan Jeno yang hnya menghela nafas pelan menatap kepergian Renjun. Jeno menyisir rambutnya kebelakang dengan jari-jarinya. matanya tak lepas dari gadis yang baru saja keluar dari pintu rumah.
Renjun menggunakan masker untuk menutupi wajahnya, Sekarang ia bukan lagi seorang Park Renjun. melainkan istri dari seorang pewaris tunggal orang terkaya sekorea, Lee Jeno. Dan Renjun sangat benci mengakui hal itu. Ia tidak bisa sebebas dulu. Kakinya melangkah keluar pagar rumah, ia tak ingin menggunakan fasilitas apapun dari Jeno.
Renjun terus berjalan hingga tanpa sengaja ia melewati sebuah Cafe dekat dengan rumahnya, bukan Cafe itu tujuannya hanya saja seseorang yang berada didalam sana dengan seseorang yang mampu mengalihkan perhatiannya. Na Jaemin. Lelaki itu tidak sendiri, laki-laki itu sedang berpelukan dengan seorang wanita, rasanya dadanya terasa sesak seketika saat pelukan itu berakhir bukan memisahkan dan memberi jarak keduanya, melainkan mereka melakukan ciuman ditempat umum. Renjun meremas tangannya sendiri.
"Jadi ini alasan Jaemin merelakan aku untuk si brengsek itu?" Renjun mengalihkan perhatiannya dan memberhentikan taxsi yang kebetulan lewat didepannya. Renjun hanya diam. Ryujin pasti tau hal ini bukan? Renjun terlalu bodoh untuk hidup didunia yang selalu menipunya.
Bahkan Ayahnya sendiri telah menipunya da memaksanya untuk menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai. Apa dunia adalah tempat penipuan?
Renjun masuk Cafe dengan senyuman yang disambut Ryujin dengan senyuman pula. Ryujin memeluk Renjun sebentar "Apa yang kau sembunyikan dariku Ryujin-ah?" Bisik Renjun membuat Ryujin meegang dalam pelukan Renjun. Renjun membuang nafas kasar.
"Terkejut? Bahkan aku juga. Dunia sangat baik padaku, menunjukkan orang-orang yang menipuku dihari aku tidak bahagia. Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan lagi, maaf membuang waktumu. Aku harus pulang"
"Renjun..."
"Apapun yang terjadi kita tetap menjadi teman, meski rasa percayaku padamu mulai berkurang Ryujin-ah" Renjun tersenyum dengan senyuman manisnya. Renjun berjalan meninggalkan Ryujin yang diam seribu bahasa dengan rasa penyesalannya.
💙💙💚
Bagaimana? Berantakan ya?
maaf yaa