"Jen...aku... " senyuman diwajah Rejun hilang seketika ketika Jeno mengabaikannya dan malah pergi terburu-buru. Apa ada sesuatu yang penting pagi ini? Ah mungkin perasaannya Renjun saja.
Renjun kembali meletakkan kertas itu diatas nakas dan memandangi foto pernikahannya dengan Jeno dengan perasaan yang membuncah karena bahagia. Ada banyak kebahagiaan yang terjadi akhir-akhir ini. Renjun bahagia.
Tapi, ini sudah terhitung 3 minggu ibu mertuanya tidak datang kerumah mereka. Apa terjadi sesuatu? Renjun menggelengkan kepalanya, membuang segala pikiran yang ada didalam otak nya.
Sekarang ia tak perlu memikirkan suatu hal yang negatif bukan? Renjun mengambil alih untuk mbereskan barang-barang milik Jeno yang berserakan di meja dekat sofa dalam kamar mereka.
Pandangan Renjun terhenti saat melihat sebuah kertas berlambangkan lambang negara mereka. Surat dari pengadilan? Tubuh Renjun lemas seketika. Matanya berair, Renjun menggelengkan kepalanya tak percaya hanya saja....
Surat pengajuan pernikahan?
Apa lagi ini? Renjun membuka salah satu diantaranya. Namanya tertera disalah satu map tersebut. Renjun merasakan sesak didadanya, air matanya mebgalir tanpa permisi.
Renjun menangis
Renjun menarik nafas pelan dan berusaha menahan rasa sesak yang ada dalam dadanya "Aku akan mewujudkannya Jeno-ya! Kau pantas bahagia" Renjun menelan ludahnya kasar dan bangkit kembali membereskan meja dan kertas-keras milik Jeno.
Renjun mengisi surat cerai yangsudah terdapat tandatangan Jeno. Mungkin salam sedikit salam perpisahan itu perlu bukan?
Renjun bangkit bersiap untuk pergi.
💚💚💚
Jeno pulang saat hari mulai menggelap. Pikirannya sedikit terangkat saat tadi siang Renjun membawakannya bekal ke kantor, meski terasa sedikit aneh tapi Jeno sangat senang.
Jeno hampir frustasi saat Tiffany selalu memintanya agar cepat menceraikan Renjun. Jeno tersenyum membuka pintu rumah yang disambut bibi kim
"Selamat datang Tuan"
"Renjun ada?" Bibi Kim mengangkat wajahnya bingung.
"Bukankah Nona Renjun pergi bersama anda? Nona bilang akan pergi berlibur untuk beberapa hari kedepan" Jeno mengerutkan keningnya. Tanpa berpikir panjang Jeno berlari kearah kamar mereka, bahkan tanpa menghiraukan bibi kim yang dipenuhi tanda tanya.
"Renjun? Sayang?" Jeno mencari Renjun keselurujh kamar. Tidak ada. Bahkan dari sekian banyak baju-baju Renjun tidak ada satupun baju yang menggantung di walk in closet, bukan hilang hanya saja tertumpuk disudut ruangan bertumpukan dengan sampah, Jeno yakin baju-baju Renjun kini sudah tidak berbentuk lagi, melihat begitu banyak potongan kain yang berserakan.
Jeno mengacak-acak rambutnya sembari mendudukkan dirinya dipinggiran ranjang mereka.
Drttt
Pandangan Jeno teralihkan pada sebuah ponsel yang berada diatas nakas, lebih tepatnya berada diatas sebuah kertas dan sebuah map yang sangat Jeno kenali, ponsel itu milik Renjun dan itu bunyi sebuah alarm yang sudah diatur dalam ponsel tersebut.
Annyeong Jeno-ya!
Ini salam perpisahan dariku. Aku tau ini terlihat sangat klise, dan..sangat dramatic bukan?
Mungkin saat kau membaca ini, kau merasa jijik akan kata-kata yang aku tulis dalam surat ini.
Selamat!
Maaf aku lancang telah melihat formulir pernikahanmu dengan wanita itu, dia terlihat sangat sempurna dan sangat cocok denganmu. Kim Yena, nama yang cantik. Maaf bukan Kim Yena, maksudku...Lee Yena.
Maaf jika dihari pernikahanmu nanti bersama wanita itu aku tidak bisa hadir.
Ah, aku sudah menandatangani surat perceraian kita seharusnya kau mengatakannya Jeno-ya! Berhenti menyakiti dirimu sendiri, kau harus mengatakan apapun yang kau inginkan.
Meski kau tidak akan peduli dan tidak akan menanyakan hal ini aku akan tetap mengatakannya "kami baik-baik saja"
Aku akan tetap merawatnya,meski akan terdengar sulit menjadi seorang single parent, tapi aku akan tetap berusaha.
Tenang saja, aku tidak akan mengatakan siapa ayahnya, meski suatu saat dia akan pasti menanyakan hal itu padaku. Kau tidak perlu khawatir. Aku akan tetap bahagia untukmu.
Terimaskih telah mengenalkan aku cara untuk mencintai diriku sendiri dann juga terimakasih telah membuatku bahagia.
Kami pergi.
Maaf untuk terakhir kalinya, karena aku benar-benar mencintaimu.
Aku sungguh ingin mengucapkannya secara langsung, hanya saja mungkin aku akan memangis dan tidak jadi untuk mengatakannya.
Surat ini terlalu panjang.
Sampaikan salamku pada calon istrimu, aku tidak akan datang kepengadilan. Kau bisa beralasan jika aku pergi bersama seseorang dan tidak bisa hadir.
Sampaikan rasa terimakasihku pada Eomma Tiffany, berkatnya aku jadi tau bagaimana rasanya memiliki seorang ibu. Aku tak pernah mendapatkan rasa sayang dari seorang ibu, karea Seulgi Eomma tak pernah menyayangiku layaknya seorang putri karena aku memang bukan putrinya.
Sampaikan salamku pada semuanya, termasuk pada Appa chanyeol.
Maaf mengganggumu untuk waktu yang lama.Selamat tinggal Jeno-ya!
-Park Renjun-"TIDAK!! RENJUN-AH!!" Jeno berteriak kencang dan menangis "tidak Renjun, kumohon kembalilah....kumohon" Jeno menangis memeluk surat tulisan tangan Renjun.
"Renjun-ah mianhe...ku mohon kembali...hiks..Renjun-ah" Jeno hancur. Benar-benar hancur saat ini, Jeno menghubungi seseorang yang Jeno harap bisa membantunya.
"Hyung bisakah kau dapatkan istriku kembali?"
💚💚💚