Na Jaemin.
Renjun menghela nafas pelan, matanya berair saat peti itu di masukkan kedalam mobil hitam, Renjun menyembunyikan wajahnya dilengan suaminya. Jeno merangkul Renjun dan membawanya menjauh dari kerumunan. Jeno membawa Renjun pulang lebih awal. Renjun menyenderkan kepalanya dibahu Jeno dan hanya diam yang Ia lakukan membuat Jeno membuka suara.
Jeno memeluk pinggang ramping Renjun masuk kedalam rumah mereka. Renjun membantu Jeno membuka jas-nya sembari mengusap bahu lebar milik Jeno. Bagi yang berpikir Renjun semudah itu melepaskan Jaemin, tidak. terlebih REnjun mengetahui hal yang membuatnya menyesal sebesar-besarnya karena membenci laki-laki itu. Jeno meraih dagu Renjun "Kau melamun lagi" Renjun menggeleng pelan dan memeluk Jeno.
"Aku hanya merasa menyesal karena membenci Jaemin disaat-saat ia membutuhkan seseorang yang dia cintai" Entah Renjun sadar atau tidak, kata-kata itu membuat hati Jeno merasa sakit. Jeno menurunkan tangan Renjun dipinggangnya dan berjalan menjauhi Renjun.
"Istirahatlah, kau pasti lelah" Renjun menundukkan kepalanya. Renjun tauJeno akan merasa bahwa Renjun masih mencintai Jaemin. Perlahan tubuh Renjun merosot dan kini badannya bergetar, mengeluarkan suara isakan. Jeno menatap Renjun dari balik pintu kamar mereka yang sedikit terbuka.
Apa sesulit itu melupakan Jaemin? kau bahkan memperlihatkan betapa terpukulnya dirimu saat kehilangan dia Renjun. Apa sebenarnya aku belum atau..bahkan tidak pernah ada dalam hatimu?
Jeno bingung dengan perasaanya, seperti baru saja kemarin Tuhan menyadarkannya bahwa Renjun adalah takdirnya yang sebenarnya. tapi, sedetik kemudian Tuhan menghacurkan keyakinan dengan memperlihatkan apa yang terjadi hari ini. Wanita itu, Lee Renjun yang berstatus istrinya masih mencintai seseorang dari masalalunya yang bahkan kini sudah pergi dari dunia.
Jeno mengusap rambutnya yang basah dengan handuk dan keluar dari kamar mandi. Netranya menangkap sesosok wanita yang kini duduk disisi kasur dengan menunduk. Jeno mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum menarik nafas dan berjalan ke walk in closet menghiraukan Renjun yang kini mulai mengangkat kepalanya menatap Jeno. Renjun menelan salivanya kasar.
"Jen..."
"Kau harus mandi, setelah itu istirahatlah" Nada Jeno terdengar sangat dingin dan tangisan Renjun semakin kencang. Kakinya bergerak kearah kamar mandi dengan tangisan yang tak reda. Jeno bahkan harus menahan betapa sakitnya hatinya yang terluka saat melihat wanita yang ia cintai menangis untuk orang lain.
💚💚💚
"Jeno-ya! aku telah membuatkanmu sarapan. mari sarapan bersama" Ucap Renjun sembari menata makanan yang telah Renjun masak diatas meja. Jeno hanya menarik nafas dan menghampiri Renjun sejenak.
"Kau tak perlu memaksakan diri Renjun-ah. Jangan bohongi perasaanmu. Aku tidak akan pernah memaksamu" Ucap Jeno tanpa menatap Renju yang kini mengerutkan keningnya serta matanya yang mulai berair.
"Mwo?" Renjun berusaha kuat menahan tangisannya yang ingin keluar "Apa salahku? Apa yang telah aku lakukan?" Renjun mencoba menetralkan suaranya yang mulai bergetar. Jeno tak ingin berdebat dan memilih berlalu pergi. Renjun jatuh. Renjun menangis saat pintu utama rumahnya tertutup. Ini bahkan hari ketiga Jeno mengabaikannya.
Renjun menatap makanan yang telah ia siapkan untuk Jeno. Renjun dengan berat hati membereskan makanannya dan berjalan meninggalkan dapur tanpa menyentuh makannnya. Renjun beralih membereskan hal-hal lain.
Renjun sesekali melirik kearah jam dinding, ini sudah jam sebelas malam dan Jeno belum pulang. Renjun setia duduk di sofa ruang tamu menunggu pintu rumah itu terbuka menampakkan suaminya yang datang. Jeno juga tak mengangkat paggilan dari Renjun, sudah beberapa kali Renjun hampir terlelap, namun beberapa kali juga Renjun mencoa menyadarkan dirinya sendiri.
Crak
Renjun menatap pintu yang terbuka dengan senyuman, Ia bangun dari duduknya dan membuat kepalanya diserang rasa pening, namun Renjun tahan dan berjalan menghampiri Jeno yang datang dengan penampilan berantakan. Dasi yang lepas dari tempatnya, dua kancing teratas terlepas dan kemejanya yang dilipat sampai siku "Jen..."
"Aku ingin istirahat" Renjun mengerjapkan matanya karena kepalanya yang terasa semakin pening "Tidurlah! nanti kau sakit" Ucap Jeno tanpa membalikkan badannya untuk menatap Renjun yang berada dibelakangnya. Jeno masuk kedalam kamarnya tanpa menghiraukan Renjun yang kini mulai menumpukan badannya dengan memgang sofa.
Renjun tergeletak di dinginnya lantai ruang tamu, tanpa Jeno yang tidak peduli.
Jeno menghela nafas melihat Renjun yang tak masuk kedalam kamar mereka setelah ia selesai mandi. Jeno mengganti bajunya dengan piyama. Perutnya lapar, Ia harus makan setelah itu memastikan bahwa Renjun telah tidur dikamar sebelah. baru saja keluar dari kamar, matanya menatap tubuh yang sangat ia kenal tergeletak dilantai.
"Renjun-ah! Renjun-ah!" Jeno menepuk pipi Renju yang panas. Renjun sakit. Jeno dengan bergegas membawa Renjun masuk kedalam kamar mereka dan menelpon dokter dari rumah sakit miliknya. Jika ia menelpon dokter pribadinya itu tidak mungkin. karena dokter itu sedang pergi bulan madu dengan suaminya. yang tak lain adalah sepupunya sendiri.
"Bagaimana?" Tanya Jeno dengan nada khawatir yang sangat terdengar jelas. Dokter itu hanya menghela nafas.
"Sejak kapan Nyonya Lee tidak makan?" Jeno mengerutkan keningnya dan menatap dokter itu dengan tatapan tidak mengerti. Bukankah tadi pagi Renjun telah makan? "Perut Nyonya Lee tidak terisi makanan sama sekali. Tolong berikan ia obat ini untuk diminumnya tiga kali sehari dan jangan lupa tolong di perhatikan kembali pola makan Nyonya Lee, Tuan" Jeno mengigit bibirnya dan mengangguk mematuhi permintaan dokter.
Renjun tidak makan, apa ini masih masalah Jaemin? atau..itu tidak mungkin. Rejnjun tak akan pernah memikirkannya. Jeno mengacak rambutnya sendiri frustasi
apa sesulit itu untuk meluluhkan hatimu yang sebenarnya? Bahkan aku benar-benar jatuh cinta padamu Renjun-ah
💚💚💚
TERIMAKASIH UNTUK PARA PEMBACA YANG TERSAYANG KARENA TELAH MEM-VOTE CERITAKU YANG ABAL-ABAL
SAYANG KALIAN
(TOLONG DOAKAN AKU YA....AKU LAGI UAS SEKARANG)