9. Kepedihan

762 79 2
                                    

Reana POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reana POV

Tadinya aku ingin mengantar kue ke rumah Rigel, tapi tidak jadi. Sebab aku melihat Rigel keluar rumah dengan wajah yang seram, sepertinya moodnya sedang tidak bagus. Atau mungkin sedang terjadi sesuatu di dalam rumahnya? Mungkin bertengkar dengan orangtua? Bisa jadi.

Malam ini aku di tinggal di rumah sendiri. Hari ini Nenek akan pulang begitu larut, katanya ada banyak kerjaan yang harus dia selesaikan. Aku cukup maklum akan itu.

Bagiku Nenek itu wanita hebat. Dia masih mau bekerja di umurnya yang harusnya mulai pensiun. Nenekku adalah CEO di perusahaan makanan.

"Bosan," kataku.

Menatap langit-langit kamar dari tadi. Tidak tahu harus apa.

Andai saja Kenric di sini saat aku bosan. Aku berharap cowok itu muncul tiba-tiba lagi.

Aku mengubah posisiku menjadi duduk. "Kenapa tiba-tiba malah kepikiran tuh cowok sih?" Aku menepuk-nepuk pipiku beberapa kali, berharap sadar apa yang sudah aku lakukan.

Aku menghela nafas. Menatap kaki-ku yang berayun-ayun. Andai. Andai saja aku punya teman, pasti tidak se-sepi ini.

Tidak mau terus-terusan kalut akan kebosanan, aku memilih untuk pergi keluar rumah. Aku memilih untuk berkunjung ke minimarket. Membeli satu yogurt. Setelah itu aku kembali berjalan-jalan. Tidak tahu juga mau kemana.

Karena asik berjalan tanpa melihat ke depan, alhasil aku menabrak seseorang.

"Maaf."

"Lho? Lo, cewek jelek?"

Aku mendongakkan kepala. Menatap kaget pada seseorang yang ada di depanku saat ini. Viona. Aku menatap ke beberapa orang, teman-teman Viona juga ada. Ini bahaya.

Perlahan-lahan aku melangkah mundur. Saat aku ingin lari, Viona sudah mencekal pergelangan-ku.

"Mau kemana lo?" Viona bertanya dengan senyum smirk-nya.

"A-aku mohon lepasin aku, Vi," pintaku.

Viona tersenyum miring. Memegang daguku. Lalu mengangkatnya, membuat diriku menatap mata Viona.

"Tadi pagi lo bisa lepas dari gue, tapi nggak untuk kali ini." Viona berkata dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya.

Wira berdecak beberapa kali. "Kali ini siapa yang akan bantu lo? Cowok tadi pagi? Oh, sepertinya dia gak akan muncul buat nolongin lo."

Mereka semua tertawa puas.

"Vi... Aku mohon..." Aku menatap Viona dengan penuh harap. Tapi yang namanya Viona tentu saja tidak akan semudah itu mendengarkan ucapan orang lain.

Viona menahan tawanya. "Wah... Wah... Wah...." Viona bertepuk tangan. "Lihat muka lo yang begitu menyedihkan ini." Viona mecekram wajahku dengan kuat. Wajahnya nampak begitu penuh kekesalan terhadap diriku. Viona benar-benar benci padaku. "Gue puas lihat wajah lo yang kayak gini. Jujur aja, gue muak lihat muka lo yang natap gue begitu menyedihkan tadi pagi."

Beautiful Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang