PBS - 5

2.9K 444 19
                                    


"Mampus!" desis Sheila seraya menepuk keningnya. Membuat Tamara yang baru tiba di meja kerja mereka menoleh heran.

"Siapa yang mampus?"

Sheila melirik Tamara. "Lu tau perjanjian pranikah itu apa?"

"Eh, yang kayak perjanjian kawin kontrak gitu kan? Iya nggak sih?"

Sheila mendengkus kasar. Ternyata sahabatnya itu juga tak tahu. Diserahkan ponselnya yang masih menampilkan laman situs dari link yang dikirim oleh kontak bernamakan 'Bang Sat' di ponselnya.

Bukannya merasa bersalah telah membuat Sheila gagal paham dan malu telah menuruti sarannya, Tamara justru tertawa geli.

"Astaga! Malu banget gue, Ra!" Rasanya Sheila tak punya muka lagi untuk bertemu dengan lelaki itu. Ponselnya bergetar, dua pesan chat dari kontak yang sama masuk. Lelaki itu membalikkan sindirannya. Astaga!

"Sini, gue telepon...."

"Eh, jangan! Apaan sih lu?!"

"Udah sini, biar gue yang ngomong."

"Eh, Ra!"

Sheila tak bisa mengelak saat Tamara berhasil merebut ponselnya, bersamaan dengan kedatangan tamu hotel yang akan memesan kamar.

Sesekali Sheila melirik Tamara yang masih berusaha menghubungi Radi. Jemarinya berusaha secepat mungkin mengisi form data sesuai dengan tanda pengenal yang diberikan tamunya.

"Nggak dijawab, La. Udah bangun belum sih?"

Sheila menyerahkan kunci kamar dan bukti pembayaran berikut tanda pengenal kepada tamunya. Senyum manisnya tersampir mengantarkan tamunya berlalu.

"Mana gue tau. Udahlah, Ra. Nggak penting bang...."

"Eh, dijawab, La!"

"HAH?!"

"Sini ih, ngapain jauh-jauh lu?"

"Ogah gue!"

Tamara berdecak. Kembali mencoba fokus pada teleponnya yang masih tersambung meski tak ada suara apapun.

"Halo, Mas Radi?? Halo?? Eh, calon laki lu bolot ya, La?"

"Ck! Udah sih, matiin aja. Kurang kerjaan banget."

"Janganlah! Hallooo, Mas Radii?? Eh, jangan-jangan laki lu lagi sakit, La!"

Sheila memainkan bahu, sama sekali tak ambil pusing dengan dugaan Tamara.

"Halo."

Manik mata Sheila dan Tamara membesar saat sepatah kata terdengar dari ujung sana.

"Mas Radi?" ulang Tamara meyakinkan jika suara di sana adalah benar milik lelaki yang digadang-gadang akan menjadi suami sahabatnya. Gumaman yang terdengar membuat Tamara tersenyum lega. "Uhm, saya Tamara, Mas. Temannya Sheila. Bisa kita ketemuan?"

"Ra, apaan sih?! Ogah gue!" tolak Sheila cepat

"Udah deh, nggak usah bawel!"

"Tapi, Ra...."

"Di mana?"

Tamara menelan saliva. "Nanti saya share lokasinya, Mas. Terima kasih."

Tanpa mengucapkan salam Tamara memutuskan sambungan. Dipeluknya ponsel Sheila erat sambil tersenyum gemas.

"Astaga, La! Denger suaranya aja jantung gue udah deg-degan, gimana kalau ketemu langsung??"

Mata Sheila mengerling.

Pengantin Bang SatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang