PBS - 2

4K 512 8
                                    

Untuk kesekian kali Sheila mengetuk kepala kuat-kuat sebelum mengusap dan mengulanginya lagi. Tarikan rambut dan jeritan frustasi menjadi puncak kekesalannya. Sheila sadar kadang ia sengaja bersikap dan bertindak bodoh, tapi siapa yang menyangka jika kebodohan itu mulai mendarah daging.

"Apa sih yang lu pikir, bego!!?"

Makian itu sudah terucap entah untuk keberapa kali sejak ia mengiyakan permintaan paling tak masuk akal dari wanita yang bahkan tak ia kenal. Hanya karena ia teringat pada sang ibu.

"Mulai sekarang kamu juga panggil saya 'Mami'. Karena bagaimanapun kamu akan menjadi bagian dari keluarga kami."

Sekali lagi Sheila mengusap wajah kasar, terkenang ucapan terakhir wanita itu sebelum ia pamit pulang.

Astagaaaaa!!!

Harusnya ia tak perlu terbawa emosi saat si Bang Sat tak mengakui perbuatannya. Namanya juga maling, sudah menjadi ciri khasnya kan selalu mengelak ketika ketahuan. Lihatlah, sekarang ia sendiri yang terjebak dalam kebodohan ini.

Dering ponsel yang sejak tadi diabaikan menambah kemumetan pikirannya. Panggilan dari sang kakak.

"Ya?"

"Ya Tuhan, Sheila! Bisa nggak sih...."

Sheila menjauhkan ponsel dari telinga mendengar pekikan dari ujung sana. Menunggu beberapa saat hingga embusan napas panjang terdengar.

"Masih di tempat Tamara?"

"Hm."

"Aoklah. Tingok-tingok ok. Men ngape-ngape langsung telpon Aak." [Ya udah. Lihat-lihat ya. Kalau ada apa-apa langsung telepon kakak.]

"Hm."

"Ka sakit? Aak anter makan ok?"

"Dak usah dak. Ku pacak meli kelak." [Nggak usah. Aku bisa beli nanti.]

"Aoklah. Tingok-tingok Tamara tuh."

Sheila berdecak setelah sambungan telepon terputus. Paksaan diantar pulang oleh 'Mami' setelah makan siang tadi membuat Sheila memutuskan untuk singgah ke rumah kontrakan Tamara. Lagipula tak mungkin Sheila langsung pulang setelah Tamara mengirimkan pesan pada sang kakak, yang memintanya untuk menginap dengan alasan baru putus cinta tadi malam. Pasti kakaknya akan mengajukan banyak pertanyaan. Terlebih dengan kehadiran mendadak calon ibu mertuanya.

Astaaagggaaaaa!!!!!

Rasanya Sheila benar-benar akan gila sekarang.

"Tenang, Sheila, tenang," bisiknya sambil mengatur napas lengkap dengan telapak tangan yang dinaik-turunkan dan mata terpejam.

Sebuah ide melintas dalam benak. Jika semua kesulitan yang dialaminya sekarang karena si Bang Sat, maka ia akan membuat laki-laki itu ikut merasakan hal yang sama. Lelaki itu harus diberi pelajaran agar tak terbiasa melecehkan wanita. Persetan dengan pernikahan. Sheila akan mengulur waktu untuk mempertemukan dua keluarga, lalu pergi setelah puas membuat perhitungan dengan lelaki itu.

🥂

Sayangnya rencana yang disusun Sheila terancam batal. Tiga orang asing yang dua hari lalu berhadapan dengannya kini sudah duduk manis di ruang tamu rumah sang kakak yang menjadi tempat tinggalnya beberapa tahun belakangan. Berbincang langsung dengan Anggita yang menatapnya tak terbaca. Takut-takut Sheila ikut duduk di bagian yang kosong, yang sialnya berada di sisi kanan si biang onar.

"Harusnya kamu bilang, La, kalau calon mertua kamu mau ke rumah."

Sheila yang siap membantah ucapan Anggita menutup rapat bibirnya. Hanya senyum canggung yang sanggup disampirkan di wajah. Sedang kakinya sudah sangat gatal ingin menendang lelaki yang masih memasang wajah datar itu.

Pengantin Bang SatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang