PBS - 19

1.2K 238 29
                                    

Hai, guys...
Akhirnya sampai di dua bab terakhir sebelum aku namatin kisah ini.

Happy readinggg... 🥰🥰🥰

 
🥂
 

Rasanya kepala Sheila hampir pecah saat ia berusaha membuka mata yang terasa amat berat. Dalam keadaan masih setengah sadar, manik hitam Sheila menyisir ruangan asing tempatnya berada yang ternyata adalah sebuah kamar. Helaan napas berat berembus saat Sheila menyadari kedua tangannya terikat di salah satu sudut kepala ranjang yang sedang ditempatinya. Kuat-kuat Sheila menggigit bibir agar ringisannya tak terdengar ketika berusaha menarik bagian bawah tubuhnya yang masih melemah, mengubah posisi berbaringnya menjadi terduduk. Masih dengan napas setengah terengah, Sheila lebih seksama memerhatikan ruangan itu.

Dibanding kamar tidur, ruangan itu lebih cocok disebut sebagai sebuah studio. Beberapa kamera terpasang rapi di atas tripod lengkap dengan payung yang biasa didapati Sheila di ruang studio foto sewaan. Semua alat fotografi itu terarah ke ranjang, begitu pun dengan kamera kecil yang diletakkan di nakas terdekatnya.

Entah siapa pemilik tempat ini, tapi Sheila yakin ia sedang dalam bahaya besar. Karena itu, tanpa membuang waktu Sheila terus berusaha melepaskan diri. Tapi gesekan antara bebat dan kulit membuat pergelangan Sheila mengalami luka lecet. Bibir Sheila semakin tergigit dalam demi meredam isak perihnya. Belum benar-benar berhasil melepaskan diri, Sheila cepat-cepat kembali memejamkan mata ketika pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Dari sudut matanya yang mengintip, Sheila mengikuti gerak-gerik lelaki asing yang baru saja memasuki ruangan. Jantung Sheila berdegup kencang kala lelaki itu mendekat dan menyiramkan segelas air ke wajahnya. Mengakibatkan Sheila yang tak siap menerima serangan sontak membuka mata.

"Pake nih!"

Meski pandangannya masih sedikit kabur karena kebasahan air, Sheila masih dapat melihat dengan jelas lingerie merah yang dilemparkan lelaki itu ke pangkuannya. Seketika bulu kuduknya meremang. Seumur-umur Sheila tak pernah mengenakan pakaian seseksi itu. Jangankan di depan orang lain, di depan suaminya saja Sheila lebih memilih mengenakan stelan tidur panjang.

"Mau gue siram lagi lu?"

Hardikan lelaki itu kembali membuat Sheila terkejut. Tapi kali ini otaknya dengan cepat menyusun siasat agar bisa terlepas dari keadaan ini. Paling tidak sekarang ia harus melepaskan ikatannya dulu.

"T-tangan saya...."

"Ck! Nyusahin banget sih lu!"

Sekali lagi jantung Sheila berdegup lebih kencang saat lelaki itu kembali mendekat. Maniknya terus mengekor setiap gerakan lelaki itu, menunggu saat dia lengah. Tepat saat ikatannya terlepas, sekuat tenaga Sheila menarik tangan lelaki itu hingga terjatuh. Dengan tenaga yang tersisa, Sheila menahan tubuh besar itu dengan kuncian kaki, sedang jemarinya mengikat tangan lelaki itu dengan tali yang tadi membebatnya. Satu tinjuan kuat yang dilayangkan Sheila tepat di hidung lelaki itu menjadi tindakan penutup atas pembelaan diri Sheila. Kurang puas, Sheila menyumpal mulut lelaki itu dengan lingerie yang tadi diberinya.

Sheila meringis seraya mengebaskan sebelah tangan yang ia gunakan untuk menonjok tadi. Untung saja Sheila masih mengingat pelajaran karate yang sempat dipelajarinya diam-diam saat sekolah dulu. Kalau tidak ia pasti sudah jadi santapan lelaki itu. Tapi ternyata masalah yang dihadapi Sheila belum selesai. Tepat setelah berhasil keluar kamar, Sheila harus menghadapi dua pria lain yang sepertinya belum menyadari kehadirannya.

Satu menit digunakan Sheila untuk mengedar pandang. Sepertinya itu adalah sebuah rumah sederhana yang jauh dari pemukiman warga karena suasana sekitarnya cukup sepi. Ruangan yang dipijaknya saat ini cukup berbanding terbalik dengan keadaan kamar studio tadi yang terkesan lebih mewah. Ruangan itu hanya berisikan satu set sofa usang dengan sebuah meja berukuran sedang yang sedag dikelilingi dua lelaki itu. Hanya lewat gerak-geriknya saja Sheila bisa tahu, mereka sedang 'melayang'. Dugaannya dibuktikan dengan adanya sebuah alat hisap shabu dan beberapa linting ganja di atas meja. Juga beberapa botol minuman yang berserakan. Ruangan itu benar-benar berantakan.

Pengantin Bang SatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang