PBS 10

2.3K 415 22
                                    

Holllaaaa.....

I'm comeback!!!

🤭🤭🤭🤭🤭🤭

Apa kabar kalian???
Rindu aku???
Atau rindu Bang Sat??

Happy reading...
Jangan lupa klik bintangnya yaaa

🥂

"Berdamai..."

"Berdamai..."

Ibarat kaset rusak sepatah kata milik Tamara terus berputar di benak Sheila. Manik hitamnya sesekali melirik Radi yang tengah terpejam di sisinya. Sedang bibirnya tergigit dalam, gemas sekaligus khawatir memikirkan ide yang terus berkelebat dalam otak.

Haruskah ia menunjukkan sikap perdamaian, meski si Bang Sat masih setia dengan sikap datarnya?

Satu gerakan kecil Radi membuat Sheila cepat-cepat membuang muka. Sengaja ia memejamkan mata, membuatnya seolah sedang tidur. Meski jantungnya bergemuruh dalam dada, menahan keterkejutan.

Setelah cukup lama tak ada pergerakan lain, yang diyakininya bahwa lelaki itu masih tertidur pulas, Sheila kembali memalingkan wajah. Sial, keyakinannya kali ini salah. Mata lelaki itu tengah menatap lurus ke depan, sebelum mengarah padanya. Berlagak tak terjadi apa-apa, perlahan Sheila menggulirkan mata ke sembarang arah.

"Lapar?"

"Hah?! Eh?" Sheila menggeleng cepat.

"Istirahat, tidur. Perjalanan masih...."

"Permisi."

Meski terkejut sebisa mungkin Sheila menyampirkan senyum kala penumpang di sisi Radi tiba-tiba menyembulkan kepala.

"Maaf, Mas, Mbak, punya minyak kayu putih?"

"Oh?" Sheila merogoh saku tasnya sebelum memberikan botol minyak kayu putih pada gadis muda itu.

"Makasih, Mas, Mbak. Saya baru sekali ini naik pesawat. Masih takut. Mana jalannya jauh lagi. Kalau bukan karena tunangan saya udah kirim tiket, nggak bakalan deh saya mau repot-repot begini."

Sheila menanggapi kisah singkat gadis itu dengan senyuman tipis, meski matanya sesekali melirik pada Radi yang terlihat tak peduli. Ini juga kali pertama Sheila melakukan perjalanan udara selama berjam-jam. Sebelumnya ia hanya menempuh jarak satu jam dari Bangka ke Jakarta, ataupun sebaliknya.

"Mas sama Mbaknya mau ke mana?"

"Paris."

"Sama dong! Saya juga mau ke Paris. Eh, kenalin, saya Dini."

"Sheila," balas Sheila sedikit geli mendengar jawaban gadis muda itu. Tentu saja tujuan mereka sama, kan mereka naik angkutan udara bukan angkutan darat yang bisa singgah seenaknya.

"Masnya?"

"Radi."

Bukan, bukan Radi yang menjawab. Lelaki itu sejak tadi lebih memilih memperhatikan awan di belakang Sheila.

"Wah, nama Masnya bagus ya. Boleh tau nama panjangnya? Buat nama anak saya nanti...."

"Kamu lagi hamil?"

"Eh, nggak kok, Mbak. Maksud saya nanti, gitu. Kalau saya udah nikah, anaknya mau saya kasih nama Radi juga. Siapa tau kan anak saya gantengnya kayak Mas Radi."

Sheila tersenyum miris. Sepertinya pesona si Bang Sat memang sungguh luar biasa. Bahkan tanpa melakukan apapun gadis asing itu telah menjadi korbannya.

"Jadi, siapa, Mas, nama panjangnya?"

"Radika...." ucapan Sheila terjeda tepat saat Radi mengantarkan tatapan mautnya. "... Saputra?"

Pengantin Bang SatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang