PBS - 7

2.4K 444 17
                                    

Lampu nakas jadi satu-satunya sumber cahaya yang menerangi kamar tidur Radi. Dalam remang cahaya lelaki itu kembali membaca berkas di tangannya, background check atas nama Sheila Ningtyas. Beberapa hal yang sempat mengganjal pikiran kini telah dimengerti sepenuhnya. Meski ia sendiri masih tak menyangka, gadis yang terkesan urakan di matanya itu menyimpan rahasia pahit dalam hidupnya.

"Sebagai calon suami Sheila, kamu berhak tau kebenarannya. Saya nggak mau kamu merasa dibohongi. Sekali pun kamu membatalkan pernikahan ini, insyaallah kami akan berlapang dada menerimanya."

Embusan napas terdengar membelah keheningan kamar. Tak mungkin Radi bisa bersikap biasa saja setelah ayah gadis itu membuka kebenaran di depan matanya. Tak mungkin juga ia menghindari gadis itu, karena ia sendirilah yang memutuskan untuk masuk lebih jauh dalam rencana gila ini.

Ck! Jika bukan karena paksaan Mami yang memintanya untuk bertemu keluarga gadis itu, ia tak akan terjebak dalam situasi rumit ini.

Perhatiannya teralih pada dering ponsel. Senyum kecutnya terbit mendapati nama 'Kak Gita' sebagai kontak pemanggil di layar. Jika tebakannya benar, wanita hamil itu pasti telah mengetahui kebenaran hubungannya dengan sang adik.

"Assalamualaikum, Radi."

"Wa'alaikumsalam, Kak."

"Tolong batalkan pernikahan ini."

Senyum kecut yang sempat memudar kembali terbit. Meski tebakannya tepat sasaran, tetap saja Radi tercekat. Mungkin karena calon kakak iparnya itu menyampaikan dengan tegas dan tanpa berbasa-basi.

"Kamu tau alasannya, kan?"

Fokusnya terpaku pada foto Sheila. Meski ingin berkata 'tidak', lidah Radi terasa kelu, tak mampu bicara. Hanya kepalanya saja yang mengangguk, meski tahu wanita itu tak dapat melihatnya.

"Dengar, Radi. Hubungan kalian nggak punya dasaran yang kuat. Saya ragu pernikahan kalian akan bertahan, bahkan dalam waktu satu bulan."

Satu bulan? Bahkan satu hari pun Radi tak yakin. Namun, bayangan gadis itu digerayangi tangan-tangan nakal membuat dadanya bergemuruh. Sesak.

"Mau bertaruh?"

"Hah?!??"

"Bagaimana jika pernikahan kami bisa bertahan lama? Apa yang akan saya dapat?"

"Pernikahan bukan candaan, Radi! Kamu nggak bisa...."

"Kalau gitu, biarkan kami mencobanya."

Geraman kasar terdengar di ujung sana. Mungkin wanita itu mulai frustasi menghadapinya.

"Saya akan melanjutkan pernikahan ini," putus Radi bulat. "Kami akan memulai dari awal setelah menikah. Kalau Kakak keberatan, Kakak bisa buat perjanjian tertulis untuk saya pertanggungjawabkan nanti."

Agak geli sebenarnya saat Radi mengucapkan kalimat terakhir. Harus diakui, ia meniru cara bodoh Sheila dengan menawarkan sebuah perjanjian. Tapi saat ini otaknya tak bisa memikirkan cara lain. Sudahlah, biar saja. Toh wanita itu tak mengetahuinya.

"Radi."

Panggilan di ujung sana membuatnya kembali fokus pada ponsel.

"Saya harap kamu nggak akan pernah menyakiti adik saya. Karena jika itu  terjadi, saya nggak akan segan untuk membuat kamu menderita."

Sambungan terputus. Cukup lama Radi menatap layar ponselnya yang menggelap.

Ya Tuhan! Ia pasti sudah gila!! Harusnya ia menyetujui pembatalan pernikahan itu, bukan malah menolaknya.

Pengantin Bang SatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang