Pera dan Hickory berjalan berdua menelusuri arah sungai yang perlahan membeku ini. Tidak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan kata-kata. Keduanya sama-sama membisu dan fokus untuk menempuh perjalanan menuju ke lokasi yang dikatakan terdapat bunga istimewa itu.
Selama beberapa jam berikutnya, langit sudah semakin gelap- sore hari menang sudah seperti malam. Belum ada marabahaya apapun yang menyergap mereka. Musuh yang terus menghantui hanyalah udara yang semakin dingin. Saking dinginnya langkah Pera berangsur pelan, dia merasa darahnya ikut membeku. Hanya sekedar meloncati akar-akar yang menyeruak keluar dan batang pohon tumbang saja, dia sedikit kesulitan. Gerak tubuh menjadi terbatas, pandangan pun buram, selain itu wajahnya juga mulai dipenuhi butiran es.
Salju yang turun semakin deras, tanah pijakan menjadi putih dengan ketebalan salju nyaris mencapai betis orang dewasa. Terpaan angin dari arah barat pun semakin kencang. Air sungai sudah membeku seutuhnya, harus menunggu esok hari untuk mendapatkan air minum lagi. Beruntung Pera sudah membawa air yang telah dimasukkan wadah khusus.
Hickory menoleh ke langit dari sela-sela ranting pohon yang menahan banyak gundukan salju. Ketika semuanya ambruk, dia spontan mendorong Pera ke depan, lalu melompat ke belakang, membiarkan ambrukan salju itu jatuh di antara mereka.
Pera menoleh, lantas menengadah ke langit, makin banyak tumpukan salju yang hendak berjatuhan. Langit tampak semakin gelap, padahal jarum jam tangan masih menunjukkan pukul empat sore. "Sepertinya kita harus mencari tempat untuk berlindung- menurut informasi dari Neo, setiap malam curah hujan salju akan semakin gila dan aku sudah mencapai batasku, darahku seperti membeku."
Berbeda dengan Pera, fisik Hickory masin terlihat bugar, dia tidak kelihatan dingin sedikitpun. Dia memperagakan kedua tangannya dengan membentuk setengah lingkaran. "Gua?"
"Oh, gua? Ya, kau benar, kita harus mencari gua, sepertinya memang kita tidak boleh membuang waktu, kalau kita tidak menemukan tempat berlindung hingga malam, aku tidak yakin kita akan aman berada di luaran begini."
Mendadak ada suara lolongan serigala di kejauhan, yang disambut oleh lolongan lain. Suara itu seakan bersahut-sahutan untuk berbagi informasi. Sontak saja, Pera menjadi panik- kalau tadi bertemu kawanan anjing aneh, dia tidak yakin serigala di dalam hutan ini akan terlihat seperti serigala biasa.
Saat ingin mengucapkan sesuatu, mulut gadis ini langsung dibungkam oleh tangan Hickory. Laki-laki itu menggeleng, memberikan isyarat bahwa mereka tidak boleh bersuara keras.
Degup jantung Pera menjadi kurang terkendali. Dia tidak mengerti mengapa Hickory seakan mengetahui tentang para hewan ini, tapi dia juga merasa ada yang mengawasi mereka. Pandangannya mengarah ke berbagai sudut- mencari ke balik-balik pepohonan, berharap menemukan sesuatu yang mencurigakan. Akan tetapi ketebalan salju di udara membuat matanya tak awas.
Hickory menggandeng tangan Pera, lalu mengajaknya berlari ke arah yang mereka ingin tuju. Dia bisa mendengar kaki-kaki kecil binatang karnivora itu sedang berlari ke arah mereka.
Lolongan makin keras.
Pera sempat menoleh, dadanya semakin berdebar-debar ketika melihat ada kawanan binatang berbulu putih abu berukuran besar yang berkumpul di balik pepohonan dan sebagian berlari ke arahnya.
Sekilas binatang itu memang mirip serigala, bentuk tubuh, wajah dan sifat berburu mereka, namun anehnya- semuanya memiliki tanduk kecil di atas telinga layaknya domba. Sudah pasti kalau mereka seperti peranakan, dan di buku panduan berburu di hutan Purplewoods ini mereka disebut Serigala Woolwhite.
Kaki mereka cukup ramping tapi ototnya amat kuat, itulah yang menyebabkan mereka mampu melompati akar dan batang pepohonan tumbang dengan cukup lihai. Kecepatan mereka bertambah gila ketika berada di cuaca dingin- merekalah sumber marabahaya yang paling banyak menbunuh para peserta perburuan ini.
Karena telah membaca tentang itu semua, Pera mengeluarkan sebuah bom asap berbentuk botol kecil hitam dari saku ransel sampingnya. Setelah menarik pelatuk berupa kaitan yang menahan tutupnya, dia lantas melemparkan itu ke belakang.
Bom botol kecil itu mendarat di atas salju, membuatnya tenggelam, dan suara ledakannya menjadi redam. Namun efek aroma tak berwarna yang menebar di udara bereaksi cepat. Aroma aneh itu membuat seluruh Woolwhite kesulitan bergerak, melihat dan mencium.
Mereka semua ambruk di atas tanah sembari terus mengusap hidung dan mata. Efeknya hanya melumpuhkan indera tubuh secara sementara, karena pada dasarnya para ilmuan Neo masih belum tahu racun apa yang bisa membuat binatang itu mati.
Napas Pera sudah terengah-engah. Berlari terlalu cepat, lompat sana-sini, menghindari kontak dengan tanaman aneh membuat energinya terkuras.
Merasa Pera butuh bantuan, Hickory berhenti lari, lalu berbalik- membiarkan Pera terus melaju, sedangkan dirinya ingin menahan sisa-sisa kawanan Woolwhite yang masih mengejar.
Ada tiga, para pemimpin kawanan- dengan tubuh lebih besar, wajah lebih garang dan tanduk lebih runcing.
"Hickory!" panggil Pera berherlnti pula, lalu berlari kembali. Dia panik saat melihat tiga Woolwhite sekaligus menyerang Hickory. Dia tahu kalau laki-laki itu kehabisan pisau lempar akibat menyelamatkannya.
Hickory menghadang dua Woolwhite dengan hanya bermodalkan pisau panjang. Tubuh binatang ini cukup besar hingga setinggi pinggangnya. Dia melawan dua sekaligus, dan berhasil menyayat leher mereka secara bergantian meskipun tangan terkena cakaran- tapi dia sampai melalaikan satu Woolwhite yang hendak menerkam dari belakang.
Sontak, Pera melemparkan pisaunya ke kepala binatang tersebut. Kalau saja itu papan dart, gadis ini pasti sudah berhasil menembak di titik tengah. Lemparannya tepat sasaran, membuat binatang itu jatuh dan tertimbun salju dengan sendirinya.
Hickory menoleh dengan senyuman senang. Mulutnya ingin mengucapkan terima kasih, tapi sulit sekali. Alih-alih berkata, dia pun memilih menundukkan kepala sopan untuk menunjukkan kalau dia berterima kasih.
Di distrik empat, tindakan menundukkan kepala secara sopan beberapa kali mirip seperti seorang pelayan atau pekerja kasar kepada majikannya. Pera segera menghampiri Hickory, lalu menjabat tangannya dengan erat. "Ini cara teman berterima kasih, jangan menunduk padaku- aku bukan majikanmu, aku temanmu, kita berteman 'kan?"
Hickory melihat tangan Pera yang menggenggamnya. Inilah pertama kali dia diajak berkenalan oleh seseorang. Matanya sedikit berair karena tidak menyangka dijabat oleh seorang gadis.
"Pera ... terima ... kasih," ucapnya sedikit tersendat-sendat, tapi terdengar jelas.
Pera menurunkan tangannya, lalu menepuk dada Hickory seraya tersenyum. "Aku yang seharusnya berterima kasih." Dia menoleh belakang dimana para kawanan binatang tadi sudah dilumpuhkan dengan bom asap beracun. "Kita harus pergi sebelum kawanannya kembali sadar, seingatku efeknya akan menghilang setelah lima belas menit."
Hickory mengangguk.
Keduanya lantas berlari kembali mencari tempat persembunyian. Sebisa mungkin mereka tidak menjauh dari aliran sungai. Tips utama dalam bertahan hidup di hutan adalah tidak menjauh dari sumber mata air.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Hunting [END]
RomancePera dan Hickory bergabung menjadi tim eksplorasi Winter Hunting yang ke-54. Mereka dibekali ilmu perburuan, pengetahuan tentang alam, dan mendapatkan berbagai peralatan pertahanan diri dari makhluk yang masih misterius di hutan Purplewoods. Sebenar...