Yoongi terbangun sebab sebuah kecupan beruntun mendarat di bibir tipisnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan sang suami tercinta. Masih pagi, muka bantal Jimin juga masih nampak ditambah piyama yang masih digunakan pertanda pria manis itu juga belum lama bangun dari tidurnya.
Alunan musik klasik terdengar merdu memenuhi penjuru kamar hangat milik mereka. Jemari lentik yang lebih muda memaksa Yoongi untuk bangun dari rebahnya. Rayuan untuk segera bangkit ditambah kekehan manis membuat Yoongi menerka, sekiranya hal apa yang membuat manisnya begitu semangat di pagi kali ini.
Sebetulnya tiap hari pun sama saja, sama semangatnya, hanya ada sesuatu berbeda yang Yoongi rasakan. Apalagi Jimin tiba-tiba mengajaknya berdansa, masih dengan diiringi musik dengan instrumen violin itu tubuhnya dibawa untuk mengikuti irama.
"Ada apa, hm? Biar hyung cuci muka dulu ya."
Pegangan pada pinggang dieratkan tanda tidak setujunya Jimin, "Gak apa-apa, hyung. Muka bantal hyung ganteng banget kok, aku suka," ucapnya lalu membubuhkan kecupan lagi pada bibir tipis Yoongi.
Yoongi menyatukan dahi mereka, pose berdansa yang dilakukan juga sudah berubah menjadi—lebih tepatnya—dua orang yang berpelukan tapi sambil menggerakan tubuh bersama. Yoongi merunduk, menjatuhkan kepalanya pada bahu Jimin. Sesekali menghirup aroma dari ceruk sang submisif.
"Hyungie, bahagia ngga nampung aku disini?"
Mata Yoongi mendelik tidak terima, "Apa-apaan, kenapa kamu bilang bilang aku nampung kamu, huh?"
"Haha, terima kasih ya hyung, dua bulan ini aku bahagia sekali."
"Min Jimin, hyung marah kalau kamu bilang lagi kayak gitu," kata Yoongi sambil menjawil hidung yang lebih muda, "Terima kasih juga karena kamu bahagia sama hyung disini. Hyung bakal berusaha semaksimal mungkin buat bahagiain kamu, ya? Kamu mau terus disini sama hyung 'kan?"
"Ma—" belum terucap lengkap Jimin menutup mulutnya dengan cepat.
Yoongi menatap Jimin yang mematung seperti menahan sesuatu dengan cemas, "Hey, kenapa?" tanyanya sambil mengusap-usap pucuk kepala bersurai blonde itu.
Perlahan Jimin menurunkan tangannya yang menutupi mulut, mimiknya terlihat meringis, "Mau muntah, hyung."
Selepas berkata Jimin langsung berlari menuju toilet diikuti sang suami yang tampak sangat khawatir. Selama dua bulan tinggal bersama ini pertama kalinya Jimin menunjukan gejala akan sakit.
Yoongi membantu dengan memijiti tengkuk Jimin dengan lembut selagi ia memuntahkan isi perutnya, "Enak?"
"Hyungie, aku lemes."
"Ayo baring lagi di ranjang," titah Yoongi sambil menggendong ala bridal Jimin.
Dibaringkannya, diselimuti hingga menutupi dada berharap hangatnya bisa mengurangi rasa mual yang mendera. Dipijit ringan kedua tangan Jimin meski disambut tawa kecil karena sungguh tidak nyambung dengan apa yang lebih muda rasakan sekarang.
"Sejak kapan? Baru pagi ini atau dari kemarin? Maaf hyung kemarin harus lembur jadi gak bisa temenin kamu seharian."
"Aku rasain dari seminggu yang lalu, hihi."
Lagi-lagi mata kucing itu mendelik hingga rasanya akan lompat keluar, "Kenapa ngga bilang?!"
Jimin terkekeh sambil menjauhkan tangan Yoongi yang masih memijitnya, "Udah, hyungie. Mending sekarang kamu ambilin parfum kamu yang botol biru, aku taruh dilaci nakas kedua. Aku agak enakan kalau bisa ngehirup bau itu."
"Lho, kok aneh malah nyium parfum sih? Gak pakai minyak angin aja?" tanya Yoongi yang bingung, ada-ada saja.
"Cepetan ih!"
Tetap saja akhirnya Yoongi mengikuti apa yang dipinta, tubuhnya berjongkok tepat didepan nakas. Membuka dengan pelan laci dihadapannya, membuat Jimin geram karena lama sekali. Sepersekon setelah laci terbuka sempurna, Yoongi diam seperti patung.
"Hyungie?" panggil Jimin khawatir karena pria pucat itu cukup lama diam tidak bergerak sedikitpun.
Tangannya meraih sesuatu didalam laci kemudia mengangkatnya tinggi-tinggi sambil bersorak riang. Sembari bersyukur kepada Tuhan atas memberinya kepercayaan untuk amanah sebesar ini.
Sorak riang berubah menjadi tangis haru, tespack dalam genggaman terlempar ke atas kasur. Tubuhnya dibawa untuk memeluk Jimin dengan erat.
"Cengeng, gak malu sama yang didalem perut?" ledek Jimin.
"Jimin, sayang, astaga terima kasih," ujarnya sambil terus menangis haru.
Tuhan.... aku akan terus memohon padamu untuk kebahagian yang tiada akhir. Aku yakin kau sudah puas melimpahkanku segala cobaan 'kan?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.