25

1.1K 95 12
                                    

Dengan yakin Yoongi mulai memasuki kafe yang telah dijanjikan. Melangkah pasti menuju meja disudut itu, dimana ia dan Jimin seharusnya bertemu.

De javu.

Persis apa yang ada dalam mimpinya.

Netranya menatap ke sekeliling, meniti tiap sudut bangunan ini. Bahkan ini kali pertama ia datang, bagaimana ingatan dalam mimpinya begitu serupa dan nyata.

Ia melirik pada arloji yang menunjukan waktu lebih dari kesepakatan, betul, seharusnya memang begitu. Hanya saja kini Yoongi berusaha untuk tidak sampai tertidur. Sebab ia mau, saat bunyi lonceng pada pintu berbunyi dan sosok itu datang kembali, ia melihat semuanya. Tahu bagaimana raut wajah senang itu sedikit kebingungan mencarinya, saat senyum merekah kala mata cantik itu berhasil menangkap lambaian tangannya.

"Lama nunggu ya?"

"Ngga kok," jawab Yoongi.

"Bohong! Orang aku telat sampai setengah jam. Maaf ya, tadi abis dimarahi dulu karena maksa untuk keluar."

"Padahal kalau kamu sibuk dan gak bisa, saya bisa maklumi."

"Ngga kok, dimarahi sama Jungkook yang khawatir bukan karena kerjaan. Shift hari ini nanti malem."

"Pengen banget ketemu saya, ya?" goda Yoongi yang disambut begitu merahnya pipi tembam itu.

"Ya ngga gitu juga," ucap Jimin sambil melengkungkan bibirnya sedih.

Yoongi terkekeh, setelahnya segera menawarkan apa yang akan dipesan oleh pria manis dihadapan agar rasa malunya hilang.

Lihat bagaimana jemari lucu menggenggam buku menu, atau bagaimana belah bibir gemuk itu mempout dengan gemas karena hampir semua minuman ingin ia pesan semua.

"Hm, efek satu minggu ini sakit dikasih makanan aneh sama Jungkook. Jadi mau makan semua!" keluhnya lucu. Jangan tanya seberapa gemas Yoongi saat ini.

"Habis sakit?"

Jimin mengangguk, "Iya, hehe."

"Jangan lupa makan, Jimin."

"Hiii, hyung kok tau karena itu?"

"Tau aja."

Semua berjalan semestinya—dalam artian sesuai yang terjadi dalam alam bawah sadarnya. Tentang Jimin yang begitu menyukai anak-anak, tak lupa juga menjelaskan siapa itu Jungkook yang tadi ia sebut dengan gembira. Sampai jam makan siang sudah habis dan Yoongi harus kembali ke tempat kerjanya, ia menawarkan Jimin untuk diantar pulang.

"Ke rumah sakit lagi kok hyung, gak usah dianter gapapa," jawab Jimin saat Yoongi menawarinya masuk kedalam mobil.

"Iya, saya antar ke rumah sakit. Ayo naik. "

Jimin terkekeh, "Rumah sakit didepan mata gini kenapa harus naik mobil? Kalau mau nganter ayo jalan aja biar sehat!"

Yoongi menyanggupi, setelah ia kembali mengunci mobil yang ditinggal begitu saja, dengan santai mereka membelah jalan sambil melanjut mengenal diri masing-masing.

"Yoongi hyung, maskernya pakai! Kamu lupa terkenal atau gimana?" omel Jimin.

Jimin terlihat agak khawatir karena Yoongi tidak memakai maskernya sekarang, beralasan tak enak jika bicaranya terhalang, namun itu menyebabkan semua atensi pengguna jalan tertuju pada mereka. Yoongi berusaha meyakinkan bahwa tidak apa-apa, lebih baik mereka menikmati waktu yang mereka miliki sekarang.

"Lucunya," ujar Yoongi sambil mengelus pipi Jimin yang mana membuat dokter itu kelimpungan.

Sadar akan Jimin yang kaget oleh afeksi yang ia berikan, bukannya berhenti Yoongi malah semakin menggoda dengan merangkulnya agar lebih mendekat. Jimin paham ia sedang dijahili, maka dari itu ia pun pergi melarikan diri, sesekali menjulurkan lidah kearah Yoongi sambil tertawa riang.

Bagai remaja yang sedang dimabuk cinta.

Lampu hijau untuk para penyebrang jalan sudah menyala, Jimin masih dengan bergurau segera berlari ke seberang jalan dimana rumah sakit berada. Tanpa tahu sebuah motor dari celah mobil yang berhenti dengan kencang melaju kearahnya seakan tak peduli pada peringatan lampu lalu lintas. 

Jantung Yoongi begitu berpacu hebat, sekuat tenaga ia berlari menuju Jimin. Geraknya bagai slow motion. Bagaimana ia meraih Jimin hingga kesisi, memeluk dengan kencang sambil menangis.

Astaga hampir saja.

Pria pucat itu terus merapalkan nama Jimin dalam dekap, kemudian tersadar saat mendengar suara motor dan pengendaranya tadi terjatuh dengan sendirinya. Keadaan jadi riuh.

"Jimin! Astaga! Kamu berdarah!" ucap Yoongi masih dengan menangis, melihat pipi Jimin yang sepertinya tergores entah oleh resleting atau kancing pada jaket yang ia kenakan.

Jimin hanya bingung, melihat pria dihadapannya ini menangis. Ia juga nampak shock atas kejadian yang baru saja terjadi.

"Jimin maafkan saya, janji saya bakal melindungi kamu terus kedepannya," pinta Yoongi masih dengan menangis, "Kamu boleh anggap saya aneh, tapi saya mohon bolehin saya untuk jaga kamu sekarang dan sampai nanti. Percaya sama apapun yang saya lakukan untuk kamu. Ya?"

Jimin masih tidak mengerti tapi hati kecilnya terenyuh dengan air mata yang terus menghujani wajah tampan itu. Tangannya terulur untuk menghapusnya menggunakan ibu jari dengan lembut.

Jimin tentu saja sangat bingung, namun ia ingin percaya dengan pria yang kini memeluknya dengan erat saat ia menganggukan kepala memberi jawaban.

Percaya pada kecupan tulus pada kening oleh pria yang akan menulis cerita bersama nantinya.

Sekali lagi, Jimin hanya ingin percaya.

Harus percaya.








END

INCEPTION -yoonmin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang