Aku dan Nabila duduk di bangku, sementara Jorey beranjak ke stall untuk memesankan ice cream. Aku sebenarnya masih jetlag. Total delapan belas jam perjalanan dari London lewat Dubai sampai ke Indonesia sama sekali bukan perjalanan mudah. Tapi setiap kali melihat senyum Nabila yang mengembang lebar saat berceloteh dengan Jorey dalam perjalanan menuju tempat ini, kekuatanku muncul begitu saja.
Kutukan seorang ibu: bahagia asalkan anaknya bahagia.
Terlebih bahagia, saat Nabila dengan terampil menepuk-nepuk pundakku, layaknya seorang therapist di tempat spa.
"Pinter banget, anak Mama! Belajar mijat dari mana sih?"
"Dari tempat spa!"
"Lho, tahu dari mana kamu tempat kayak gitu! Mama aja nggak pernah ke tempat-tempat kayak gitu. Adanya juga therapist-nya yang dipanggil ke rumah."
"Kan, semalam Bila spa bareng Tante Friska, Ma! Seru banget! Ada mandi coklatnya lho!" Nabila terdengar riang bercerita, sementara senyumku pudar seketika. "Tapi kata Tante Friska nggak boleh dimakan, Ma! Karena cokelatnya beda! Padahal wangi banget, bikin BIla pengin habisin seisi bath tub."
Jetlag, letih, kecewa, mantan suami, dan mantannya mantan suami merupakan kombinasi yang ingin membuatku meledak sekarang. Mendadak aku ingin marah pada Nabila.
Alih-alih melampiaskan luapan emosi yang sulit kukenali dari dalam tubuhku melalui ocehan, aku malah meraih tangan Nabila dan memintanya untuk berhenti memijat. Di saat yang sama, Jorey menghampiri meja. Tidak hanya dengan ice cream, tapi juga dengan segelas kopi berlabel kopi kenangan.
Dia menyodorkan ice cream ke depan Nabila yang langsung disambut dengan sorak sorai. Sementara gelas kopi disodorkan untukku. Dia sendiri menggenggam gelas yang sama persis dengan yang disodorkannya padaku.
Begitu aku menangkup gelas, tulisan "Kopi Kenangan Mantan" tampak jelas bagai tulisan yang sengaja mengolok-olok di saat yang terlalu tepat. Pemikiran tentang betapa "Mantan" berhasil merusak suasana membuatku enggan meminum isi cairan hitam pekat itu.
"Kamu keliatan capek banget, kamu butuh cafein." Jorey menjelaskan maksudnya saat melihatku urung menenggak minuman, malah meletakkan gelas kembali (dengan tampang jutek maksimal) ke meja.
"Judul minumannya bikin selera minum hilang!" ketusku.
Jorey memandangi tulisan yang ada di gelasnya. "Aku justru suka karena judul minumannya."
Bola mataku berotasi tanpa bisa kukendalikan. "Ya! Nggak heran sih. Karena judul yang ada di dalam minuman ini pernikahan kita berantakan kan?"
Di seberang meja, wajah Jorey mengeras dan memerah, seperti siap untuk meledak sewaktu-waktu. Tapi setelah kutunggu beberapa saat, dia tetap bisu. Sama sekali tidak menyangkal. Lagi pula, apa sih yang kuharapkan? Cerita tentang pernikahan hancur karena dia belum bisa move-on dari saudara sepupunya itu kan seharusnya sudah basi!
Kelarikan pandangan ke arah putri kecilku. Aku hampir lupa dia bisa saja menyaksikan perdebatan singkatku dengan Jorey. Tapi syukurlah Nabila sendiri sedang asik dengan youtube dan ice creamnya, dua hal yang bisa membuat Nabila lupa daratan.
Kusapu rambut halusnya dan kucium pipi lembutnya. Kenapa juga gadis cantik ini harus mengambil begitu banyak bagian dari ayahnya? Matanya yang kecil, kulitnya yang putih, bahkan rambutnya yang hitam dan lurus, semuanya merupakan bagian dari Jorey.
Saat aku mengangkat kepala, Jorey ternyata sudah pindah ke sebelah Nabila.
"Bila ... katanya mau foto bareng!" seru Jorey yang langsung membuat Nabila lupa tentang youtube dan ice creamnya.
"Iya, Pa! Yuk, kita foto bertiga!"
Jorey segera memanjangkan tangannya untuk mengambil foto selfie. Sesuatu yang sebenarnya sangat menjijikkan untukku, tapi tak bisa kuhindari demi Nabila. Tapi Nabila meraih ponsel Jorey dan menggerutu, "Ih, Papa! Pakai filter dong!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Unconditionally [TERBIT]
ChickLit[21+] Ini tentang Litha, yang terjebak dalam sikap heroiknya, hingga jatuh cinta pada seorang preman berkedok pengacara. Ini juga tentang Nabila, anak tunggalnya yang butuh sosok seorang ayah. Meski benci hingga ke tulang-tulang, Litha harus berdama...