Aku sadar sepenuhnya bahwa membangun rumah tangga berlandaskan dosa dan kesalahan bukanlah pilihan yang bijak. Namun aku menanamkan keyakinan pada diri sendiri bahwa kami bisa memperbaiki kesalahan awal itu dengan saling mencintai dan menjaga keutuhan rumah tangga hingga ajal menjemput. Sayangnya, keyakinanku tidak bisa menjamin apa-apa.
Nyatanya aku gagal.
Faktanya aku dan Jorey resmi bercerai.
Selama menjanda aku kerap mengintrospeksi diri. Kurasa, kesalahan terbesarku terletak pada kepercayaan diriku yang terlalu besar. Aku menyerahkan diri pada Jorey karena yakin pada diriku sendiri. Bahwa aku memilih pria yang benar.
Aku selalu percaya bahwa arti dari semua sikapnya padaku adalah cinta. Caranya yang tidak lari saat dimintai tanggungjawab, caranya mencintai Nabila, caranya memperlakukan keluargaku dengan baik kuartikan sebagai cinta. Terlambat aku menyadari kalau dia tidak pernah mengakui dengan lantang. Mungkin memang hanya aku yang terlalu percaya diri selama ini.
Maka malam itu, meski pelukan Jorey terasa nyata dan penuh perasaan, aku tidak akan terlalu percaya diri dengan mengartikan semua sebagai sebuah cinta dan penyesalan.
Toh, malam itu kami berpisah tanpa kesepakatan apapun.
Jorey hanya meminta waktu. Dan aku tidak semurah hati itu untuk memberikannya lagi. Jadi aku diam saja. Mudah-mudahan dia paham kalau aku sama sekali tidak ingin berurusan dengannya lagi.
Takut akan terjebak bersama Jorey dalam keadaan yang tidak diinginkan lagi, aku berusaha keras menghindari pertemuan secara langsung. Aku akan meninggalkan Nabila di rumah bersama Bik Jamilah saat waktu asuh Jorey tiba, dan membiarkan Jorey menjemputnya di rumah sementara aku sibuk di rumah sakit. Aku lalu meminta Jorey mengantarkannya kembali saat aku tidak ada di rumah. Aku bahkan memutuskan untuk tidak hadir dalam acara grand launching Metami Beauty Care yang diadakan malam ini di Grand Indonesia.
Hebat memang adik iparku itu. Setelah berhasil membuat Jorey menyetujui idenya untuk mulai berbisnis di negeri sendiri, dia langsung berhasil mendapat tempat yang strategis dan launching dalam waktu sebulan.
Baru saja aku selesai mandi dan memutuskan untuk tidur saja, Bik Jamilah tiba-tiba mengetuk pintu kamarku dan mengabarkan tentang kedatangan Ibu Mertuaku. Riahna Tarigan, Ibunda Jorey yang biasa kupanggil dengan Bibi-panggilan khusus suku yang dianut Jorey-menungguku dengan duduk tenang di ruang tamu.
Aku seharusnya tidak heran bagaimana bisa Jorey menjadi sosok yang begitu kaku dan hanya bisa bisa mengumpat. Pasalnya, dia dibesarkan oleh ibu yang minim ekspresi. Tidak jauh berbeda pula dengan Mura, sang ayah. Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya, hanya Meta yang berbeda dari anggota keluarga mereka.
Wanita setengah baya yang hari ini mengenakan kemeja sutera berwarna dusty pink itu tengah memerhatikan Nabila yang heboh dipakaikan gaun oleh Bik Jamilah. Gaun yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Sepertinya pemberian dari sang nenek.
Seperti itulah caranya memanjakan cucu semata wayangnya selama ini. Bukan dengan canda gurau melainkan dengan membelikan barang-barang mewah.
"Bibi berencana membawa Nabila ke acara launching-nya Meta. Boleh kan?" pintanya saat aku sudah berdiri dengan jarak tiga meter di depannya. Matanya memandangiku sendu. Seolah ada kepedihan yang dirasakannya hanya dengan melihatku.
"Nanti ... kamu jemput Nabila. Bisa?" tanyanya lagi saat aku menyetujui permintaannya. Lalu sekali lagi, aku mengangguk menyetujui.
"Besok Bila kan nggak sekolah. Mama jangan terlalu cepat dong jemputnya." Bila segera menyela. Layaknya Cinderella, dia takut waktu berpestanya dibatasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Unconditionally [TERBIT]
ChickLit[21+] Ini tentang Litha, yang terjebak dalam sikap heroiknya, hingga jatuh cinta pada seorang preman berkedok pengacara. Ini juga tentang Nabila, anak tunggalnya yang butuh sosok seorang ayah. Meski benci hingga ke tulang-tulang, Litha harus berdama...