Part 38

9.7K 1K 92
                                    

2 Januari 2021

•••

"Jadi, gimana pertemuan lo sama Manora?" tanya Prilly, duduk di hadapan Brendon yang tengah menjaga Gaege di keranjangnya, tertidur.

"Bisa lo liat, lumayan baik, dia maafin gue dan setuju sama rencana gue." Brendon tersenyum hangat. "Gue bersyukur dia udah baikan sekarang, seenggaknya gak seberantakan awal gue liat dia."

"Dia gak lagi pura-pura gila, kan?" Brendon mengerutkan kening. "Yakali aja, demi Gaege ...."

"Entahlah, gue gak tahu." Brendon menggeleng. "Tapi yang terpenting, saat ini Gaege, dan ibunya. Terus, ya, kucing-kucingan, dan kerja. Ah, banyak banget yang perlu diurusin."

"Syukur, deh, kalau gitu." Prilly duduk di samping Brendon. "Semoga Tuhan ngelindungin kita semua."

"Aamiin ...."

"Terus hati-hati, ya, Bren." Brendon mengangguk, ia tersenyum menatap wajah imut Prilly yang menatapnya khawatir.

"Iya Prill." Ia mencubit gemas pipi Prilly, Prilly tertawa pelan.

"Gue jadi pengen ikutan kerja bareng sama lo pas sembuh nanti."

"Lo bisa tanya ke Bang Victor, tanya aja, mungkin ada lowongan buat bartender atau pemain musik."

"Oke, deh! Nanti gue tanyain."

"Woi! Jangan pada berduaan di dalem lo!" kata Geraldi yang tiba-tiba datang, membuka pintu tanpa babibu. "Ada seblak, tuh! Mau gak?"

"Eh, mau!" Prilly menjawab antusias, tetapi anehnya Brendon tertawa.

Hal itu membuat Geraldi dan Prilly bingung menatap Brendon. "Lo kenapa ketawa?" tanya Geraldi.

"Eh, mm ... gak papa. Kalian duluan aja, gue mau beres-beres bentar." Brendon menatap Prilly dan Geraldi bergantian.

"Ya udah, cepetan, entar keabisan lo!" Geraldi pun beranjak pergi, Prilly bangkit dengan susah payah.

"Oi, tungguin gue kek!" Brendon membantu Prilly berjalan hingga ke ambang pintu. "Udah, Bren, gue bisa jalan sendiri! Nyusul nanti, ya!" Prilly pun dengan agak terpincang berjalan menjauhinya.

Brendon masuk ke kamar lagi, mulai membereskan kamar dari pakaian serta mainan Gaege, meletakkan ke tempatnya.

Sejenak, Brendon terdiam ....

"Seblak?" Entah kenapa, ia tertawa mendengarnya. Brendon jadi ingat saat kedatangannya membawa seblak ke Manorama yang tengah menjaga putra kecil mereka. Ia datang bersama mangkuk dan sendok di tangan serta sebungkus seblak.

Segera, ia siapkan itu di samping Manorama.

"Bentar, itu level berapa cabenya?" tanya Manorama, memicingkan mata.

"Level ... satu?"

"Ck, lupa ngasih tahu, gue maunya level setengah! Gue gak suka pedes!" ujar Manorama kesal. Brendon menatap bingung. "Beli lagi yang level setengah!"

Brendon mencicipi seblak itu. "I-ini gak terlalu pedas, kok."

"Masa? Eh tapi gue gak mau! Bekas mulut elo! Banyak kuman!" Manorama membuang wajah, dan tanpa disangka Gaege terbangun dengan wajah sayunya. "Liat, Ayah kamu! Masa beliin seblak aja gak becus!"

"Ma-maaf ...."

Gaege hanya memeluk ibunya lebih erat dengan tangan mungilnya.

"Tunggu sebentar, ya! Aku segera datang!" Brendon membeli seblak lagi, dan kali ini dengan tepat. Ia pun datang lagi ke Manorama, menyiapkan makanannya, dan kala Manorama mencicipi ia tersenyum puas.

"Gini, dong ... eh, minjem jaket tebel lo!"

"Buat apa?"

"Buat letakin Gaege, mau gimanain? Mau makan sambil gendong dia entar muncrat! Dasar!" Brendon melepaskan jaketnya, dan dengan lembut Manorama menata kasur sementara Gaege. Ia membaringkan Gaege di sana dan menghalanginya dengan bantal dan guling agar semakib nyaman.

Meski agak ketus, Manorama sebenarnya pribadi yang lembut dan keibuan.

"Nah, baru enak makannya. Lo juga abisin tu seblaknya!"

"Iya, Manorama ...."

Mereka pun bersila di lantai, makan seblak bersama dan sesekali Brendon melirik ke Manorama. Ia bangga dengan wanita muda itu, menurutnya Manorama lumayan ambisius dan gigih.

Sadar ditatap, Manorana melirik sengit. "Gue tau rambut gue kayak singa dan muka gue jelek, lo mau ketawain?"

Brendon menggeleng. "Kamu enggak jelek, kamu cuman berantakan." Ia tersenyum hangat. "Dan kamu berantakan karena kasih sayang yang besar ke Gaege, Gaege beruntung punya ibu kayak kamu."

"Cih, gembel!" Manorama memutar bola mata walau sebenarnya, pujian itu, membuat kedua pipinya memerah. "Duh, pedes, gak ada minum apa! Minum oi!" Dan setelahnya, karena kegabutan itu, ia tersedak. "Mi-minum!"

Dan bukannya memberi minum, Brendon malah memeluknya dari belakang, hingga benda yang membuatnya tersedak keluar dari mulutnya. Manorama kaget, dan Brendon segera mengambil minum.

"Kok lo gitu bukannya ngambilin gue minum? Mau mesum lo?"

"A-aku gak maksud, tapi kalau tersedak pertolongan pertama yang kutau begitu. Maaf aku sama sekali--"

"Bacot!" Manorama menyambut minuman itu, kedua pipinya sangat memerah sekarang, malu dan marah. Ia pun meminum air yang diberikan hingga tandas.

Kembali, ia mulai makan.

"Pelan-pelan Manora, jangan sambil ngomong," nasehat Brendon.

Manorama memutar bola mata meski menurut, dan ia sekarang agak kesulitan makan. Rambutnya yang bak singa menyulitkannya menyantap karena terus terhalangi dan siapa sangka, Brendon menggenggam rambutnya, mengangkatnya ke atas. Kemudian, diambilnya pita yang ada di baju Gaege, sebelum akhirnya mengikatkan rambut Manorama.

Manorama tersipu, tak ada pria yang pernah melakukan itu padanya.

"Nah, lebih enakan makannya?" Brendon tersenyum hangat. "Selamat makan, Manorama."

"Y." Manorama ke mode sombongnya lagi, meski sebenarnya perasaannya berbunga-bunga.

Dan ada rasa bersalah di dadanya, karena sebenarnya ... Brendon memang sosok gentle yang polos, bukan seperti yang ia katakan pada orang tuanya. Jadi dari sisi mana pun ... serentetan kejadian-kejadian buruk ....

"Besok kami dateng lagi nemuin kamu, kamu ... mau nitip makanan?"

Kenapa pria ini sangat baik? Ia keterlaluan baik.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

NERD DADDY [Brendon Series - Q]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang