27 November 2020
•••
Tok! Tok! Tok!
"Sebentar!" sahut gadis itu keluar dari kamarnya menuju depan. "Siapa?"
"Pril, ini gue, Brendon."
Yang dipanggil Pril seketika tertegun. "Brendon?" Ia lalu segera membukakan pintu, spontan terperangah melihat sosok yang ada di hadapannya. Brendon, bersama banyak bawaan, dan agak berantakan, berdiri di hadapannya.
Dan yang paling mengagetkannya dari apa pun, pria muda itu menggendong bayi mungil yang tertidur di sana.
"Bre-Brendon ... itu anak siapa?"
"Gue nanti bakal jelasin, tapi ... gue mau minta bantuan lo, boleh?" Brendon terlihat menatap kiri dan kanan dengan gelisah.
"Bantuan apa?" Tampak dari bawaannya, Pril tahu maksud Brendon. Langsung, ia menarik Brendon ke dalam, kemudian menutup pintunya setelah memastikan tak ada yang melihat mereka.
Ia menuntun Brendon untuk duduk di lantai beralas, tak ada sofa di sana.
"Gue ... boleh tinggal di rumah lo? Cuman beberapa hari aja, suer, sampe gue nemu kost yang murah. Gue janji gak bakal ngapa-ngapain dan gak bakalan nyusahin elo, serius!"
"Iya, gue tau lo bakal bilang begitu, kelihatan dari bawaan lo ...."
Mata Brendon berbinar. "Makasih Prilly, makasih banyak!" Prilly hanya tersenyum, dan ia lalu menatap bayi di pelukan Brendon.
"Brendon ... tu bayi ...."
"Ini ...." Brendon menyendu. "Ini katanya anak gue, Prill."
Prilly menatap kaget. "Anak lo?"
Brendon menunduk. "Iya, katanya dia anak gue ... dari cewek yang gue gak sengaja hamilin di pesta reuni SMA hampir setahun lalu. Tapi serius, gue gak tau, gue direcokin orang minuman, dan gue gak sadar apa yang terjadi."
Prilly yang mendengarnya masih syok, dan kala Brendon mendongak menatapnya gadis itu membuang wajah. Ada perasaan kecewa, tetapi ia memejamkan mata erat-erat dan menatap Brendon lagi.
"Terus ... lo bakal gimana anak itu? Apa enggak tes DNA dulu?"
"Pengen, tapi ...." Brendon memperlihatkan surat-surat yang didapatnya dari rektor kepadanya. "Itu tes DNA, dan surat akta kelahiran atas nama gue, gue gak bisa ngelak dan ada ancaman berat kalau gue juga bongkar soal identitas ibu bayi ini."
"Lho, kok gitu, Bren? Gak adil!" Brendon hanya diam. "Belum tentu tu anak anak lo, tes DNA gampang dipalsuin, apalagi sama mereka yang punya kuasa!"
"Itulah masalahnya, mereka punya kuasa ... gue cuman anak yatim piatu, yang gak punya apa-apa di mata mereka. Bahkan banyak kemalangan di hari ini ...." Brendon menunduk sendu, kemudian menatap bayi di pelukannya. Ia tersenyum melihat wajah manis nan mungil yang tertidur tenang itu.
"Apa baiknya ... lo letakin tu anak ke panti asuhan?"
Brendon menggeleng. "Gue gak bisa, gue rasa gue harus besarin dia ... gue harap kami gak nyusahin elo, dan gue bakal berusaha akan hal itu."
Prilly menghela napas, kemudian mengangguk. "Omong-omong, lo harus sembunyi-sembunyi, ya. Lo tahu kan akibatnya kalau cewek cowok dalam satu rumah begini. Suara bayi nangis juga ...."
"Gue ada ide buat itu, lo ... ada kamar yang gak banyak ventilasi atau tersudut, gak?"
"Ada, cuman gue jadiin gudang, sih."
"Boleh ... kami make itu?"
Prilly mengangguk. "Keknya gue tau ide lo." Ia tersenyum simpul.
"Makasih banyak, ya, Prilly. Makasih banyak banget ...." Prilly hanya tersenyum, sekilas, walau kemudian wajahnya menyedih dan kecewa.
Rasanya fakta tadi membuat secercah bongkahan hati di dadanya teriris-iris.
BERSAMBUNG ....
•••
Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie
KAMU SEDANG MEMBACA
NERD DADDY [Brendon Series - Q]
Romance18+ Berita kehamilan Manora menyebar luas di kampus, tetapi dengan kemampuan orang tuanya yang merupakan sosok terpandang semuanya bisa dibungkamkan. Dan kemudian, mereka akan memberikan hukuman pada sosok yang menghamili anak semata wayang mereka...