Part 39

9.4K 982 115
                                    

3 Januari 2021

•••

Hari kedua menemui Manorama seperti kemarin, wajah Manorama lebih cerah dan penampilannya rapi tak seperti kemarin. Brendon sendiri tentu menyamar, ia membawakan makanan yang diingini Manorama berupa empek-empek. Meski setelahnya, ia buru-buru berpamitan.

"Maaf, ya, Manorama. Aku harus pergi. Aku kudu bantu beres-beres soalnya malam ini club udah buka."

"Yang pengen lo netap emang siapa?" Manorama menjawab dengan angkuhnya. Brendon hanya tersenyum. "Dah, dia aman sama gue."

"Iya, aku tau. Kalian jaga diri, ya." Brendon pun beranjak pergi, meninggalkan Manorama yang sebenarnya ingin menghentikannya tetapi ia tahu ia tak bisa. "Dah."

Ia pun keluar dari kamar Manorama, Manorama menghela napas pelan.

"Gaege, kamu haus?"

"Ngah!" Gaege terdengar menggumam, dan Manorama pun memberikan susu botol padanya.

Meski berhenti meminum obat, Manorama masih ragu menyusui Gaege, hingga ia belum berani melakukannya. Manorama ingin dirinya benar-benar bersih dari pengaruh obat agar ia bisa menyusui Gaege lagi.

Setelahnya, ia pun bermain dengan Gaege, sesekali menyemil empek-empek pemberian Brendon, meski wajah keduanya bahagia ia merasa ada yang kurang ....

Tak lama setelah itu, rasa lelah hadir di keduanya, hingga akhirnya mereka pun tertidur. Cukup lama hingga keduanya terbangun lagi, dikarenakan Gaege merengek menangis, bertepatan Brendon datang bersama tas di tangannya.

"Sebentar, aku mau mengganti popok Gaege, sepertinya dia ... yah ...."

"Gue ikut!"

"Eh?"

"Silakan saja." Dokter yang mengawasi keduanya tersenyum hangat.

Dan kedua anak muda itu pun beranjak bersama, membawa Gaege yang menangis ke toilet terdekat. Begitu dipersiapkan matang agar Gaege nyaman saat seluruh badannya dibersihkan dan pakaiannya dilepaskan. Kemudian, dengan lihai, Manorama mengganti popoknya.

"Eh, kamu enggak ...."

"Ini bukan kali pertama gue ganti popok dia kali!" Manorama menatap jengkel, merasa diremehkan oleh Brendon.

"Ah, benar, kamu kan ibu yang baik."

"Ngejek ya, lo?"

"A-aku serius ...."

Manorama membuang wajah, tak ingin terbuai dengan gombalan Brendon. Kedua pipinya bersemu merah.

"Siniin semuanya coba!"

Manorama pun memulai aksinya yang lain, mengusap minyak bayi, memberikan bedak khusus bayi, lalu memakaikan popoknya tanpa kesulitan sebelum akhirnya memakaikan bajunya. Brendon terperangah dengan kecepatan Manorama membuat Gaege menjadi seperti bayi segar lagi.

Gaege pun kembali ceria setelahnya.

"Nah? Gimana?"

"Kamu hebat banget."

Manorama tertawa bangga. "Siapa dulu, dong. Manora!"

Kembali ke kamar Manorama, Brendon meninggalkan tasnya di sana.

"Manora, aku tinggal ya, ini semua perlengkapan Gaege. Aku harus pergi lagi--"

"Ya pergi pergi ajalah, gak usah banyak laporan. Gue tau, kok, apa yang harus gue lakuin." Brendon tersenyum. "Bawain gue sarapan pas selesai mau jemput Gaege nanti."

"Makanan apa?"

"Apa aja, yang penting enak."

"Baik. Gaege, Ayah pergi dulu, ya." Ia mengusap kepala Gaege.

Brendon pun beranjak pergi, meski demikian ia terhenti selama beberapa saat di ambang pintu dan menatap Manorama yang mengasuh Gaege begitu keibuan. Mata keduanya pun bersitatap, dan ada sesuatu yang hadir di dada masing-masing.

"Yah ... Yah ... Ma ...." Gaege kecil tertawa.

Tersadar, Manorama membuang wajah, sedang Brendon tersenyum sebelum akhirnya benar-benar beranjak pergi. Memulai klub baru mereka yang siapa sangka, banyak peminatnya seperti biasa.

Dan sesuai janji, saat pulang, Brendon tentu tak langsung pulang. Ia harus menjemput Gaege tetapi sebelum itu, ia membeli makanan. Hanya nasi bungkus pinggiran jalan yang terlihat enak, ia memesannya dua bungkus bersama minuman dan cemilan lain sebelum akhirnya mendatangi Manorama.

Brendon terlihat mengantuk dan lelah sehabis bekerja hingga subuh begini, tetapi melihat wajah Gaege yang sudah tertidur pulas dan Manorama yang baru bangun seakan penatnya lepas begitu saja.

"Aku ikut makan di sini, ya."

"Iya, tapi awas lo kalau ngotorin. Bersihin abis ini, ya?"

Brendon mengangguk. "Siap!"

Keduanya pun makan dengan lahap di dinginnya lantai kamar rumah sakit jiwa tersebut, sementara putra mereka begitu tenang di atas kasur yang dibuat nyaman dengan kehangatan yang ada di sana. Nyatanya, rasa kantuk benar-benar menyerang Brendon, tepat kala makanan habis dan Brendon beres-beres, Brendon malah duduk bersandar di dinding.

"Gak pulang lo?" tanya Manorama, ikut duduk di samping Brendon.

Brendon menghela napas. "Aku rehat sebentar, ya?" Ia menoleh ke samping menatap Manorama.

"Yah, serah, deh!" Ada rasa iba kala Manorama menatap Brendon saat ini. Ia tatapi wajah Brendon yang pucat dan letih, dan mulai larut dalam kantuknya.

Dan tak lama, Brendon benar-benar tertidur.

Manorama tak sampai hati membangunkannya, wanita muda itu memandangi wajahnya yang begitu malang tersebut. Tiba-tiba kepala Brendon terjatuh ke samping. Manorama segera menahan dengan tangannya.

"Ugh, elo nyusahin banget!" Namun, Manorama masih tak tega membangunkan, ia menahan kepala Brendon, meletakkan jaket di bawah kepalanya, dan membiarkannya berbaring di sana.

Kini, ia duduk di kasur samping Gaege, memperhatikan Brendon yang begitu pulas tertidur di atas lantai itu.

"Muka lo malang banget, Bren."

Meski malang, cowok yang saat ini tak berkacamata itu, Manorama akui punya wajah yang lumayan tampan, manis. Terbentuk bagus. Badannya juga normal.

"Nona," panggil seseorang, Manorama menoleh dan menemukan jendela pintunya terbuka. "Ayah Anda datang."

Oh tidak ....

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

NERD DADDY [Brendon Series - Q]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang