Part 13

13.3K 1.1K 41
                                    

8 Desember 2020

•••

Victor menjelaskan lebih kepada Brendon soal apa yang akan ia lakukan sebagai bartender, selain meracik minuman, ia juga bisa mendapatkan tip lebih dari pelanggan dan ia boleh memilikinya, sebagai hak miliknya. Victor benar-benar memberikan kemudahan kepada mereka, bahkan tak segan memberikan uang lebih, pantas saja banyak yang betah bekerja padanya.

"Siap ke lokasi masing-masing!" Victor pun membuat mereka semua berbaris sesuai profesi, para wanita dan pria penghibur yang dibuat berpakaian seksi menggoda, para musisi yang memakai seragam hampir sama dengan Brendon meski berwarna biru, dan Brendon bersama beberapa bartender lain berseragam hitam putih. Semua dari mereka memakai topeng yang hampir serupa, berwarna emas menutupi mata, dengan berbeda bentuknya sesuai profesi ditempatkan.

"Bubar jalan!"

Semuanya sigap, termasuk Brendon, tetapi Victor memegang bahunya hingga ia terhenti. "Ada apa, Bang?"

"Lo tenang aja soal anak lo, gue yang bakal jagain, jadi jangan khawatir!"

Wajah preman itu terlihat ramah di mata Brendon, hingga si pemuda tersenyum. "Makasih banyak, Bang!"

"Lo ini orangnya murah banget ucapan makasih, ya."

Brendon hanya tertawa.

"Udah, sana, yang bener kerja ya!"

"Siap, Bang!"

Dan Brendon mengekori bartender lain, memasuki area club yang masih tak ada pengunjung. Pemuda berambut rapi cepak dengan kacamata tergantikan topeng pesta itu menuju ke bagian bar tempat ia melayani, mengelap meja dan membenarkan kursi bulat yang ada di sana.

Menatap sekitaran, club ini terlihat sama seperti restoran.

Namun, kala seorang wanita penghibur membuka pintu utama, masuklah beragam orang dari sana. Ada yang bertopeng hingga Brendon tak mengenalinya, dan sebagian tidak, tetapi Brendon tahu usia mereka rerata dewasa dan mungkin ada yang tua. Mereka mulai bermain dengan penghibur, memesan minuman, dan melakukan hal yang memang sudah biasa ada di sana.

Brendon, yang tak terbiasa akan hal itu, mau tak mau harus membiasakan diri. Kini klub tak lagi serupa restoran, jauh sekali berbeda. Namun, dari segi musik, klub ini tidak berdisko, benar-benar dibuat sehalus dan seelegan mungkin.

Namun, Brendon fokus, ini kali pertamanya meracik minuman keinginan pelanggan dan ia tahu ia harus menunjukkan skill terbaiknya. Skill akrobat.

Pelanggan itu takjub melihat Brendon melempar gelasnya sedemikian rupa, mencampur susu serta minuman bersoda, dan menyediakannya ke hadapan pelanggan itu seraya meletakkan sentuhan terakhir berupa ceri di atas busa dan sedotan.

"Ini untuk kamu!" Brendon gembira, ia mendapatkan tip lebih.

"Terima kasih!" Pria itu hanya tertawa dan membawa minumannya ke meja tempat dirinya duduk.

Mendapatkan uang lebih membuat Brendon kesenangan, dan pelanggan berdatangan untuk aksi akrobatiknya, bartender yang ada di sana terlihat merasa tersingkirkan dan tersaingi akan hal itu hingga mereka pun juga ikut-ikutan dalam menunjukkan kelihaian mereka.

Brendon, tersenyum melihat teman-temannya.

Semua berjalan lumayan baik, dan setelahnya tak ada lagi pemesan, Brendon punya waktu istirahat.

Tiba-tiba, empat orang wanita muda yang masuk menarik perhatian para pengunjung, gaya mereka begitu modis dan sangat menarik. Banyak yang terpukau termasuk Brendon, tetapi bedanya Brendon terpukau karena salah satu dari wajah mereka ia kenali.

Gadis yang ia tolong saat ingin bunuh diri.

Apa yang ingin ia lakukan? Menghibur diri? Semoga saja ia tak melakukan hal buruk ....

Sejenak kemudian ia bersiap sedia karena si wanita serta teman-temannya kini menuju ke meja bartender. Mulai memesan minuman.

"Aku pengen menu paling spesial," kata wanita muda itu padanya.

Brendon terdiam, ia ingin bersuara, tetapi ia ingat pesan Victor. Mereka bertopeng karena identitas mereka tak boleh diketahui siapa pun ....

"Ah, baik, M--Nona."

Brendon kini mulai membuatkan minuman spesial, dengan kadar alkohol rendah, ia sengaja melakukannya karena siapa tahu, alkohol yang bisa membuka sisi paling dalam manusia secara tidak sadar membuat wanita muda itu akan melakukan bunuh diri lagi. Teman-temannya sendiri memesan mabuk-mabukan ....

"Wah, atraksi kamu keren," pujinya.

Brendon tersenyum, menyelesaikan akrobat membuat minumnya, sentuhan terakhir berupa lemon yang diletakkan di pinggiran serta sedotan seperti biasa. Minuman berwarna pelangi itu menggugah selera.

"Thanks." Ia menyerahkan uang pas ke Brendon, kemudian mendekatkan wajahnya ke pria muda itu. "Omong-omong, kamu mau tip, gak?" tanyanya.

Brendon terdiam sejenak, suara wanita ini menggodanya, dan sebagai pria normal tentu agak terangsang meski ia takut. Ini club, apa ia akan mengajaknya melakukan itu? Oh ... astaga ....

"Kamu bisa nyanyi? Nyanyi lagu jazz coba." Syukurlah, bukan.

Namun, permintaan apa itu?

"Sure, he can!" Dan Brendon terperanjat, kala menoleh ia temukan Geraldi yang sedari tadi bernyanyi kini istirahat dan duduk tepat di hadapan gadis cantik itu. "My Dude, take a seat!"

"Mm ...."

"Cmon, this is your chance! Look how beautiful she is!" Geraldi menekan Brendon, dan kala menatap gadis tersebut lagi Brendon membulatkan mata sempurna melihat lembaran uang merah dihadapkan padanya.

Ia perlu ranjang untuk Gaege, serta keperluan bayi lain. Hingga, ia pun tergiur. Bukan karena kecantikannya yang sebenarnya Brendon pun mengakui.

Brendon tersenyum, mengangguk. "Tentu saja, Nona." Brendon menuju ke atas panggung, dan ditatap heran oleh band yang tengah memainkan musik tanpa penyanyi, Brendon berbisik pada Panji dan Panji akhirnya menggangguk.

Brendon punya suara yang lumayan bagus, itu menurutnya, dan musik jazz terdengar. Brendon pun mulai bernyanyi bersama suara berat, dalam, serta emosionalnya.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

NERD DADDY [Brendon Series - Q]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang