BAB XIX

125 33 1
                                    

Maafkan aku, Cinta Pertamaku, tapi aku bosan. Aku butuh pergi supaya bisa merasa lagi.
—Mark Lee.

-o-

At, Seoul.

Suara kendaraan yang bising dan saling bersahutan dengan semilir angin. Matahari pun tampak tidak malu-malu untuk menunjukan sinarnya.

Di kota Seoul, distrik Gangnam, seorang laki-laki sedang merasakan hangatnya sinar mentari pagi dengan pemandangan kota yang hiruk pikuk orang berlalu-lalang dan sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Laki-laki itu menunjukan senyum cerahnya, menandakan bahwa ia sedang bersemangat untuk memulai harinya.

Akhirnya aku kembali ke negara ini. Aku sangat merindukannya. Tempat ini mengingatkanku padanya, yang sebentar lagi akan menjadi istri orang lain, sahabatku sendiri. Aku bahagia atas mereka, ucap laki-laki itu dalam hati.

Laki-laki itu adalah Mark Lee. Seseorang yang telah berbesar hati menerima keputusan cinta pertamanya untuk menikah dengan pria lain.

"Aku akan membuat kejutan mereka. Aku sengaja tidak memberitahu jika aku telah kembali. Terima kasih Ningning-a, sudah menemaniku," ucap Mark pada Ningning.

"Aniya, aku bahagia bisa menemanimu. Lagipula Karina juga sahabatku," sahut Ningning dan tersenyum sangat manis pada Mark.

"Kajja, aku sudah sangat merindukan Chenle. Karenamu, aku jadi membatalkan acara kencanku dengannya," lanjut Ningning sambil mengerucutkan bibirnya.

"Aigoo, bahkan sampai sekarang aku masih tidak mengerti, bagaimana bisa kau menerima Chenle sebagai kekasihmu? Kalian 'kan sering sekali bertengkar," sahut Mark dan melangkahkan kakinya menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

(Kisah Ningning dan Chenle ada di Mutualisme | Lee Jeno)

"Aku juga tidak tahu!" sahut perempuan itu dan merengek pada Mark.

Mark hanya terkekeh melihat tingkah adik angkatnya yang sangat polos itu. Ia juga bahagia akhirnya Ningning mendapatkan tambatan hatinya yaitu Chenle sahabatnya sendiri.

"Ayo antarkan aku pada Chenle. Aku merindukannya," ucap Ningning sambil mengikuti langkah Mark.

"Iya —iya, kau cerewet sekali," sahut Mark. "Aku juga merindukan Karina dan semuanya, ayo kita ke rumahnya sekarang," lanjutnya.

Mereka pun masuk ke dalam mobil. Ningning melirik Mark dengan tatapan sedikit mengejek. "Ck, kenapa wajahmu terlihat bahagia sekali? Kau lupa? dia akan menikah besok dengan sahabatmu sendiri," ucapnya.

"Memang kenapa? Hanya saja... aku bahagia atas mereka," sergah Mark.

"Aah iya, aku lupa bahwa kau sudah ada dokter Dahyun," ledek Ningning.

Mark hanya tersenyum malu karena digoda oleh Ningning. Namun, tiga detik kemudian senyumnya pudar. Laki-laki itu merasakan perasaan yang tidak enak tentang Dahyun. Takut terjadi sesuatu dengan wanitanya itu. Tunggu... wanitanya? Ah, benar. Mark telah memantapkan hatinya pada Dahyun.

"Aku mengkhawatirkannya. Hatiku mengatakan kalau Dahyun sedang menyembunyikan sesuatu dariku," ucap Mark.

"Buang jauh-jauh pikiran burukmu itu Mark. Doakan semoga Dahyun baik-baik saja. Hari ini dia menyusul ke sini 'kan?" Ningning mencoba menenangkan Mark yang sedaritadi gelisah memikirkan Dahyun.

"Iya, tapi sampai saat ini aku belum berhasil menghubunginya. Ponselnya tidak aktif sepertinya. Bagaimana aku tidak khawatir?" sahut Mark dan mengusap wajahnya kasar.

Never Cease | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang