BAB XXV

358 40 10
                                    

Bagaimana pun kau ke depannya. Aku, akan tetap di sini dan akan selalu menunggumu kembali mengingatku.
—Mark Lee

-o-

Matahari pagi menyingsing dengan sunyi hingga suara angin berhembus begitu terdengar di telinga. Di sebuah rumah sakit, seorang laki-laki sedang tertidur di ranjang sembari memejamkan matanya. Ralat! Tertidur pulas terlihat dari mulutnya yang sedikit terbuka. Sesekali dahi laki-laki itu mengernyit, seperti sedang bermimpi. Buruk mungkin?

"Tidak! Itu tidak mungkin!" pekik laki-laki itu dan terbangun dengan napas yang terengah-engah. Iris cokelatnya menelusuri tiap sudut di ruangan tersebut.

Pandangannya berhenti pada sebuah ranjang tidak jauh dari tempat yang ia tiduri. Hembusan napas lega terdengar sangat dramatis dari laki-laki itu setelah melihat seorang wanita yang terbaring lemah di sana.

"Syukurlah, itu hanya mimpi. Ya Tuhan, jangan sampai mimpiku barusan menjadi kenyataan. Aku tidak sanggup kalau harus dilupakan olehnya," gumam laki-laki itu berharap.

Ya, laki-laki itu adalah Mark Lee. Ia baru saja bermimpi kalau wanita di ranjang tersebut sadarkan diri dan dengan tiba-tiba berkata bahwa ia tidak mengingat Mark.

"Bagaimana bisa? Mimpi itu terasa sangat nyata. Sungguh! Atau sekarang ini adalah mimpi bukan kenyataan?" gumam Mark sembari melihat tangannya yang masih terpasang jarum infus.

Mark semakin dibuat bingung, dengan gerakan lambat ia menekan tombol di dekat ranjangnya. Setelah itu, ia kembali menatap wanita di ranjang sebelahnya. Pemandangan yang sama persis seperti di mimpinya.

Tak lama kemudian suara decit pintu terdengar. Menampilkan sosok Lino dengan jubah kebanggaannya dan menghampiri Mark, sebelum itu ia menatap wanita di ranjang satu lagi.

"Kau sudah sadar sejak kapan Mark? Bagaimana perasaanmu saat ini? Apa kepalamu pusing?" tanya Lino sembari mengecek tanda vital tubuh Mark.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Aku tidak pusing dan aku baru saja terbangun dari mimpi burukku," ucapnya.

Lino mengernyitkan dahi. "Maksudmu bagaimana Mark?" tanya dokter tersebut.

"Aku bermimpi kalau Dahyun melupakanku setelah siuman. Itu tidak benar bukan? Sangat jelas, Dahyun masih terbaring lemah di sana," sahut Mark sembari menunjuk wanita di ranjang itu.

Lino semakin bingung dengan ucapan Mark. Pasalnya, yang baru saja Mark katakan itu bukanlah mimpi. Melainkan kenyataan kalau Dahyun memang tidak mengingatnya.

"Kau tidak bermimpi Mark Lee. Semua itu nyata dan terjadi dua hari lalu saat Dahyun sadarkan diri. Namun, saat ini ia kembali tertidur lama bisa dibilang koma jangka pendek," ucap Lino.

Mark mencoba mencerna setiap perkataan yang diucapkan oleh Lino. Pikirannya kembali mengingat apa yang ia anggap itu mimpi.

Bukankah Dahyun sudah siuman dan baik-baik saja? Batinnya.

Perubahan raut wajah Mark begitu terlihat jelas. Aura kesedihan terpancar dari wajah tampannya. Ia menggelengkan kepalanya perlahan dan berkata, "itu hanya mimpi Lino. Aku yakin itu!"

Never Cease | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang