BAB XXIV

131 29 0
                                    

Satu minggu telah berlalu, hari ini adalah Rabu. Pagi menyingsing dengan sunyi. Suara dari layar monitor di ruangan tersebut begitu terdengar di telinga laki-laki yang sedaritadi menatap wanita di hadapannya. Wanita itu masih terlelap di ranjang dengan seprai warna putih, karena pengaruh obat biusnya belum juga hilang sejak tiga jam lalu.

Laki-laki itu memperhatikan setiap gerak detak jantungnya melalui layar monitor berukuran sedang yang ada di samping ranjang. Sesekali ia mengamati setiap lekuk wajah wanita yang terbaring lemah dengan beberapa selang dan tabung yang menempel di tubuhnya.

Ya, Dahyun baru saja selesai di operasi sekitar tujuh jam. Dan laki-laki itu yang mengoperasinya, karena ia adalah dokter pribadi wanita itu. Operasi berjalan dengan lancar, walaupun ada sedikit kendala karena wanita itu mengalami pendarahan dan golongan darahnya sangat langka. Beruntung bisa ditangani dengan cepat oleh para medis yang bertugas di ruang operasi tersebut. Termasuk laki-laki itu. Takdir pun ikut andil di dalamnya.

Jika saja, tidak ada pendonor darah yang golongannya sama dengan wanita berwajah pucat pasi itu. Takdir akan berkata sebaliknya, bisa saja ia tidak selamat.

Sang pendonor pun saat ini masih terbaring lemah di samping ranjang wanita itu. Karena transfusi darah yang membuat laki-laki itu tidak sadarkan diri karena kelelahan, jadi ia ditempatkan satu kamar dengannya dan kebetulan mereka saling mengenal. Bahkan saling mencintai?

"Dahyun-a." Laki-laki itu tersadar dan menyerukan nama wanita yang masih terlelap di ranjang sebelahnya, lalu ia menatap laki-laki berjas dokter itu. "Kapan dia akan bangun dari tidurnya?" tanyanya dengan nada yang sangat lemah.

Wanita itu adalah Kim Dahyun, ia baru saja selesai operasi transplantasi hati yang di lakukan oleh Lee Know.

"Kita tunggu saja Mark. Kuharap dia akan segera siuman," sahut Lino pada laki-laki di samping ranjang Dahyun.

Ya, sang pendonor adalah laki-laki yang mencintai wanita bersurai panjang itu —Mark. Bahkan ia dengan sukarela ingin mendonorkan setengah hatinya untuk wanita itu. Namun sangat disayangkan, laki-laki itu alergi dengan obat bius dan akan berakibat fatal —berujung kematian jika memaksakan kehendaknya.

Namun setidaknya, golongan darahnya sama dan itu bisa ia berikan kepada wanita yang dicintainya —menurutnya.

"Apa kau masih lemas? Kau harus menghabiskan setidaknya lima kantung cairan infus agar tubuhmu lebih baik, jadi kau akan bermalam di sini," lanjut Lino.

Mark mengangguk lemah sebagai jawabannya. Lalu, ia menoleh ke arah wanita di sebelah ranjangnya. Irisnya melebar karena melihat wanita yang dicintainya terdapat banyak alat medis di tubuhnya.

"Sudah berapa lama dia tertidur?" tanya Mark.

"Kurang lebih sebelas jam, jika ditambah dengan waktu pembiusan saat operasi. Aku masih memantaunya, dan bersyukur sejauh ini semuanya stabil," sahut Lino.

Mark mengangguk.

"Terima kasih Mark, kau sudah menolongnya dengan tepat waktu. Saat ini, darahmu mengalir disetiap nadinya," lanjut Lino.

"Aku bersyukur bisa memberikan apa yang aku miliki untuknya. Walaupun aku tidak bisa menjadi pendonor hatinya," sahut Mark.

Lino mengangguk. "Istirahatlah, aku akan kembali bekerja. Hubungi aku jika ada perkembangan dari Dahyun ya," ucapnya.

"Terima kasih Lee Know. Ya, aku akan menghubungimu kalau dia siuman," sahutnya.

Lino berkata, "aku permisi."

Mark mengangguk sebagai jawaban.

Setelah Lino keluar ruangan itu, Mark mencoba untuk bangkit dari tidurnya. Dengan sangat hati-hati ia mengangkat tubuhnya agar berubah menjadi posisi duduk. Dan ya, berhasil!

Never Cease | Mark Lee ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang