Rey tidak pernah menyangka masa putih abu-abunya akan semenarik ini. Berhasil masuk sekolah elite sekelas SMA Kemuning ternyata membawa rentetan malapetaka. Kasus kecurangan yang berujung perundungan menghantuinya tanpa henti.
Ia melakukan hal yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Berbeda dengan sekolah yang lain, SMA Kemuning telah mengakhiri masa orientasi mereka. Semester pertama yang wajarnya dilakukan seminggu setelah penerimaan murid baru itu resmi dimulai hari ini. Tepat pukul 07.00 WIB, seluruh guru menyebar dan memasuki kelas masing-masing.
Anak-anak lantas berlari lintang pukang saat mars 'Harumlah Kemuning' menggema melalui speaker tata usaha. Rey yang berkutat dengan tali sepatu pun tak sengaja tertendang hingga tersungkur. Tersangkanya hanya melambaikan tangan dan membungkuk sekian detik.
Laki-laki itu masih membersihkan kerikil yang menempel di telapak tangannya. Celana yang baru ia pakai beberapa kali itu sedikit terkoyak pada bagian lutut. Lantai lorong menuju kelasnya cukup keras dan kasar.
Meski nyeri di kakinya belum reda, Rey tetap memaksa untuk segera sampai ke kelas. Namun, sialnya ia harus mengantre saat ingin memasuki ruangan. Semua berkat dua siswi yang berebut bangku dekat meja guru. Alhasil, jalan pun terhambat dan kelas berubah riuh.
Dengan santai Rey menerobos dan mengambil tempat duduk tepat di tengah kelas. Sistem satu anak per bangku membuatnya tak harus bercakap-cakap dengan siapa pun. Anak berambut klimis dengan model belah kanan itu memilih mengeluarkan buku paket dan membacanya dalam diam.
"Selamat pagi," sapa guru muda dengan baju casual dan ber-sneaker.
Dua gadis yang semula gaduh itu lantas diam dan duduk di tempat yang sama. Melihat pemandangan tersebut, laki-laki yang baru menyalakan monitor pun menghampiri tempat duduk mereka.
Rey menutup buku saat guru barunya menuliskan soal pertidaksamaan nilai mutlak linear satu variabel pada papan tulis. Tentu ia tahu karena sejak tadi ia mempelajarinya.
"Siapa di antara kalian yang bisa menyelesaikan persoalan ini terlebih dulu, itulah pemilik bangku tersebut," ucapnya seraya menyerahkan spidol.
Secepat kilat, gadis berkucir kuda nan bersungut-sungut beranjak untuk menjawab pertanyaan itu dalam hitungan detik. Sontak tepuk tangan dan siulan pun mengisi ruangan.
"Bagus, jawabanmu benar. Kamu boleh duduk di sini dan untuk kamu, silakan duduk di bangku yang tersisa."
"Tapi mata saya minus, Pak."
Laki-laki yang bersandar pada meja itu hanya tersenyum lalu kembali mempersilakan siswinya untuk berbesar hati. Menang dan kalah tetaplah konsekuensi yang dijunjung oleh para kemuning.
"Ok, anak-anak, nama saya Geri. Mulai hari ini kalian akan belajar matematika bersama saya. Untuk materi pertama seperti yang tertulis di papan, yaitu tentang …."