[Tidak]

1.2K 219 30
                                    

Rey melepas helm dan mengembalikannya ke sang pemilik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rey melepas helm dan mengembalikannya ke sang pemilik. Tak lupa kembali mengenakan topi dari jaket untuk menutupi sebagian wajah. Anak itu tidak perlu repot-repot mengeluarkan lembaran uang karena saldo di aplikasi Ari masih melimpah. Ia lekas tersenyum dan membungkuk saat laki-laki berjaket hitam itu kembali menjalankan motor bebeknya.

Berulang kali Rey mengambil napas dalam-dalam. Jantung terus berdegup kencang, terlebih saat langkah-langkahnya kian mendekati ruang mentor. Sepi, ia pun celingak-celinguk sampai mengintip lewat jendela. Hatinya menghangat setelah mendapati papan nama Pak Geri masih tertera di salah satu meja.

"Nyari siapa, Dek?"

Anak yang memakai celana pasien itu terperanjat. Ia lekas mengelus dada kemudian menoleh. Senyum panik pun mengembang saat seorang wanita berjalan mendekat lalu menepuk pundak.

"Em, anu, Kak, nyari mentor," jawabnya gagap.

"Siapa?"

Rey menelan ludah. Alisnya berkerut kala menggigit bibir. Ia pun mencengkeram celana sambil terus bergumam.

"Em, saya belum hafal namanya, Kak," kilahnya seraya menggaruk tengkuk.

Wanita itu pun terkekeh dan mengangguk maklum. "Oh, anak baru. Ya sudah, kamu tunggu di situ dulu, soalnya para mentor masih di kelas. Saya juga harus kembali."

"Baik, Kak."

Rey menurut. Ia mengikuti arahan dengan duduk di kursi tunggu, tepat di depan ruangan yang ia incar. Rona pucatnya kian memerah setelah melihat pintu di hadapannya sedikit terbuka. Syukurlah, kali ini ia tak perlu bersusah payah.

Setelah bayangan wanita itu telah menghilang sepenuhnya, Rey mengedarkan pandangan. Tidak ada siapa-siapa. Ia pun berjalan cepat setengah mengendap-endap.

Pintu yang tak terkunci itu memudahkan Rey untuk masuk. Ia kembali menutupnya seperti semula dan mendekati meja Pak Geri tanpa menyalakan lampu. Anak itu memilih memakai senter ponsel.

"Ini dia!" serunya lirih saat menemukan laptop hitam yang tertutupi oleh beberapa latihan soal.

Tak mau berlama-lama, Rey pun menata beberapa buku di bawah lembaran tersebut. Ia juga mengembalikan kursi yang sempat ia mundurkan untuk memperluas ruang. Di sela napas yang hampir habis dan keringat dingin bercucuran, ia berhenti, bersandar pada meja lalu memijat pelipis. Pening yang menyerang membuat pandangannya berbayang.

Anak itu menggeleng dan mengerjap-ngerjap. Ia mengembuskan napas panjang dan melanjutkan langkah. Namun, derap kaki yang kian mendekat sontak membolak-balikkan hati. Sial, umpatnya.

"Iya, Pak. Ini saya mau nyari kuitansi suntikan dananya. Sudah diurus, kok. Saya juga sudah memberi mereka pelajaran."

Tubuh Rey menegang seketika. Kakinya gemetaran lalu mundur perlahan. Ia harus ke mana? Bersembunyi di mana? Matanya tak berhenti meneliti sekitar. Akan tetapi, tidak ada ruang yang mendukung.

[1] Stepb: The Guilty One ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang