Hello! Jendral's mom is back, wassup! Kangen banget sama kalian huhu.
"Aku ingin melihat senyummu. Denyutan jantungmu, aku ingin mendengarnya lebih lama. Jendral... jangan semangat untuk hari ini, ayo menangis bersamaku... "
- Naresh Javaro -
***
Jendral hanya bisa mengagumi dalam hati bagaimana cantiknya kampung Naresh yang indah warna-warni. Walaupun bidang jalannya tadi turun dan pesak, rasa-rasanya semua itu terbayar begitu Jendral menghirup udara sore di kampung kediaman Naresh, pemandangan warna cerah di sana begitu memanjakan penglihatan Jendral, dan juga-penduduk di sana yang ramah, tersenyum tiap kali Jendral melewati rumah mereka. Senyum sang pemuda tak bisa luntur, tatkala melihat bagaimana indahnya rumah-rumah penduduk yang temboknya dihiasi berbagai lukisan dengan cat beraneka warna. Belum lagi banyak spot foto yang tersedia di sana, pasti jika Jendral tinggal di sini, ia akan berfoto setiap hari. Lingkungannya terasa menyenangkan.
Ah iya, karena letaknya yang masuk di dalam gang, jadi mau tak mau Jendral harus turun dan mematikan mesin motornya, kemudian menuntunnya. Dan tanpa berdosanya Naresh tetap duduk di jok motornya, mengetuk-ngetuk helm Jendral sambil bernyanyi seperti bocah berumur lima tahun. Berisik!
"Bang, udah berhenti woi!" Lihatlah betapa tidak sopannya bocah dengan mata bulat ini, berbicara pada Jendral seolah ia melupakan bahwa Jendral adalah kakak kelasnya.
Jendral hanya bisa menghela nafas pasrah. Ia kemudian meminggirkan motornya, tepat di depan sebuah warung mi ayam yang saat itu tutup.
"Ini rumah gue bang."
Naresh menunjuk rumah yang tepat berhadapan dengan warung mi ayam, sebuah rumah dengan pot gantung yang menghias indah di teras rumahnya. Rumah dengan cat paling menyala di antara rumah-rumah di sekitarnya, pink warnanya. Jendral menatap bagaimana lucunya rumah dengan gaya minimalis itu. Ada sebuah pot kecil, terletak di pagar kayu teras sang rumah, ada tulisan dari kertas kecil tergantung di batangnya. Jendral kemudian mendekat, memicingkan matanya dengan segera, membaca tulisan itu.
"Ini tanaman lidah buaya punya naresh, kalau sampai ada yang metik, lidah lo yang gua tanem disini. (¬_¬ )" - ditulis dengan krayon warna hitam, biru, dan kuning.
Jendral menutup mulutnya dengan segera menggunakan telapak tangannya, berusaha menahan tawa. Ia kemudian melihat lagi, sebuah tanaman dengan pot berukuran sedang, dan ya-ada tulisan lagi tergantung di sana.
"jangan menghilangkan janda bolongku, yang punya udah jadi janda, emang kamu mau menghilangkan gelar jandaku juga ha?" - Wiloka, janda keren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anargya | Jaeyong & Nomin [✓]
Fanfiction[ DIBUKUKAN - PART TIDAK LENGKAP ] "...anargya berarti tak terhingga nilainya, namun bagi mereka aku bahkan tak punya nilai sedikit pun..." © shnaxxya, 2020