23 : Sagara Abimanyu dan semesta terpendamnya

82.7K 11.9K 9.6K
                                    

"Terlahir menjadi yang terakhir, bukan berarti menutup kesempatanmu untuk menjadi pemenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Terlahir menjadi yang terakhir, bukan berarti menutup kesempatanmu untuk menjadi pemenang." tidak, saya bahkan sudah ditakdirkan kalah sejak lahir.

- Sagara Abimanyu -

***

SAGARA POV

Namaku Sagara Abimanyu. Arti dari nama yang ayah berikan padaku harusnya adalah, keberanian seluas samudra, ya-harusnya. Tapi apakah aku sesuai dengan arti namaku sendiri? Tidak, bahkan tidak sama sekali.

Katanya anak bungsu adalah pengamat yang baik, bukankah begitu? Katanya juga, anak bungsu tumbuh dengan melihat kegagalan serta keberhasilan orang di sekitar, terutama saudaranya yang lebih tua, yang memungkinkan untuk bisa belajar menjadi lebih baik lagi.

Tapi terkhusus diriku, agaknya adalah sebuah pengecualian. "Terlahir menjadi yang terakhir, bukan berarti menutup kesempatanmu untuk menjadi pemenang." Tidak, aku bahkan sudah ditakdirkan kalah sejak lahir.

Di saat seseorang mengira aku sangat terbuka, mereka salah. Bahkan aku tidak tahu ke mana jati diriku yang asli sebenarnya. Di saat mereka mengira aku adalah pengamat yang baik, bahkan aku sudah menghancurkan harga diriku sendiri sebagai seorang anak terakhir.

"Adek kamu masih kecil, bisa nggak kamu ngalah ke dia?!"

Waktu itu kak jendral sedang dimarahi oleh bunda. Aku masih kecil, tak bisa berbuat apa-apa selain diam dan bersembunyi di balik tembok, menyaksikan kak jendral yang dimarahi habis-habisan oleh bunda karena dia meminjam mainan dinosaurus milikku kala itu.

Masih ingat dengan jelas, aku masih duduk dibangku taman kanak-kanak pada saat itu. Dan aku juga masih ingat, bagaimana kak jendral berdiri dengan kepalanya yang menunduk tatkala bunda meneriakinya habis-habisan.

"Masuk kamu ke kamar! Dasar anak pembawa sial!" Bentak bunda pada Kak Jendral. Tak bohong, aku dapat melihat sorot kesedihan di wajah Kak Jendral.

Setelah mendengar bentakan dari bunda, tak ada yang bisa kak jendral lakukan selain pergi ke kamar menuruti ucapan bunda.

Tanganku meremat sudut tembok, menatap bunda yang memijat pelipisnya lelah.

Dari situ aku belajar, bahwa syarat disayang bunda adalah, jangan membuat masalah.

***

Pertengkaran, sudah sering kudengar. Kalian kira aku tidak benci mendengar suara ribut teriakan bunda yang meraung kesakitan kala ayah menamparnya? Aku membencinya, sangat.

Brak!

Aku menutup pintu kamarku sendiri dengan perasaan kelam menyelimuti hati.

Sampai kapan ini akan berakhir.

Anargya | Jaeyong & Nomin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang