Happy 100k Anargya! Thank u so much guys!
***
Jendral terduduk di atas pembaringan rumah sakit. Dengan tubuh yang masih terasa lemah, juga nafasnya yang masih terasa berat, remaja itu bersandar sembari menatap sang kakak yang duduk di sampingnya.
"Lo.. masih pusing?" Bara membuka percakapan pada akhirnya.
Jendral mengupayakan diri, mengukir senyum menenangkan pada sang kakak. "She dhi kit." [Sedikit]
Bara mengangguk paham. Ia ayunkan kakinya yang terjuntai tak menyentuh tanah, entahlah-ia merasa canggung saja. Tanpa sadar detak jantung Bara berdetak tak sewajarnya. Kejadian di mana Jendral terbangun lantas memeluk dirinya dan sang ayah erat membuat Bara sedikit aneh pada dirinya sendiri. Ini pertama kalinya ia terlihat menangis di hadapan sang adik. Apalagi sekarang ruangan tersebut hanya berisi Bara dan Jendral yang sejak tadi berlomba saling mengunci bicara, tatkala Jaka sang ayah pergi keluar sebentar guna membelikan Bara makanan.
"Lo kalo pusing bilang."
"Bhi ar ap pha? Kak Bha rha mha u me mhi jhat ke pha la jen drlal?" [Biar apa? Kak Bara mau memijat kepala Jendral?"
"Lo mau?"
"Hah?"
"Sini, duduknya agak majuan, biar gue pijitin kepala lo." Bara lantas berdiri, menuntun tubuh Jendral agar dirinya bisa duduk di belakang tubuh sang adik. "Gue biasa sunmori, jadi maaf aja kalo tangan gue kaku mijitnya."
Jendral mengangguk, "thi dhak ap pha." [Tidak apa]
Jujur saja, telinga Jendral masih terasa pengang dan tidak enak. Ia masih harus menyesuaikan penggunaan hearing aid-nya yang baru. Juga.. Jendral masih memutar memori di mana ia berontak tenggelam di dalam pengapnya air kolam, membuat dadanya kian sesak saat ia harus mengingat kejadian itu.
Bara mulai memijat kepala bagian belakang sang adik, gerakannya cenderung kaku saat tangan dengan urat bermunculan itu menekan kepala Jendral dengan hati-hati.
"Sakit?"
".."
"Jendral, sakit?"
Jendral segera menoleh saat Bara menepuk pundaknya, "nggh ak, ini en nhak." [Nggak, ini enak]
Mungkin Jendral benar-benar harus menyesuaikan dan beradaptasi dengan alat bantu dengarnya yang baru. Ia tak terlalu mendengar dengan jelas suara Bara.
"Bund dha, dhi man na?" [Bunda, dimana?]
"Mau ngapain?"
"Rin dhu." [Rindu]
"Ck lo tuh-" kalau saja Bara belum taubat, pasti kepala Jendral sudah habis ia remat gemas. "Udahlah pikirin diri lo sendiri."
"Tha phi-" [Tapi-]
KAMU SEDANG MEMBACA
Anargya | Jaeyong & Nomin [✓]
Fanfic[ DIBUKUKAN - PART TIDAK LENGKAP ] "...anargya berarti tak terhingga nilainya, namun bagi mereka aku bahkan tak punya nilai sedikit pun..." © shnaxxya, 2020