Dua Puluh: Terrified of Losing You

3K 415 92
                                    

(16+) Mohon baca dengan bijak.

(Y/N) mengerang dari bangkunya, melepas lelah karena Levi terus-terusan menyuruhnya bersih-bersih Kastil yang sesegera mungkin akan dijadikan Markas Utama mereka, Pasukan Pengintai.

"Ayo pulang." Erwin lesu.

"Pekerjaanmu sudah beres?" (Y/N) merangkul tubuh pria itu. "Aku harus membersihkan satu ruangan lagi."

"Sudah. Aku lelah sekali."

"Iya, akan kusiapkan kereta kudamu, ya."

"Ikutlah denganku, (Y/N), kau bekerja terlalu keras."

"Terus kudaku bagaimana, dong?" Ia tertawa. "Aku juga harus menyelesaikan beberapa pekerjaan lagi, setelah itu aku akan menyusulmu, oke?"

"Aku akan menunggumu saja."

"Pulang lah, Erwin. Aku tak apa, sungguh."

"Baik." Pria itu merunduk, sedikit kecewa. "Sampai jumpa,"

"Sampai jumpa~"

"Jangan terlalu larut, mampirlah ke kamarku kalau sudah pulang."

"Baik."

***

Setelah membenahi Kastil yang sangat besar itu, (Y/N) dan para rekannya akhirnya kembali ke Markas dalam keadaan sempoyongan, kelelahan karena bangunan itu terlalu besar sedangkan anggotanya yang hadir tidak terlalu banyak.

"Yo, boncel." Sahut Levi seraya menyeruput teh hitamnya. "Duduklah kalau mau kuseduhkan teh, kau pasti lelah."

"Aku hanya mau sedikit saja," (Y/N) menyeruput teh dari gelas Levi, membuat pria itu memerah.

"Tidak sopan sekali, Boncel." Ia berdebar, hanya karena minum dari gelas yang sama, pria itu menggila.

"Kalau minum punya orang terasa sangat enak." Dengan mata sayu, ia berputar. "Sudah ya, aku lelah. Dah. Terima kasih tehnya."

"Perlu kuantar?"

"Tak apa. Aku ada urusan sebentar dengan Erwin."

"Oh, ya... Baiklah."

Seharusnya ia biasa saja. Namun alih-alih, Levi justru merasa sesak. Padahal sudah empat tahun berlalu sejak saat itu, perasaannya pada gadis itu tak sedikitpun berubah. Itu karena keinginannya.

"Erwin, aku masuk." (Y/N) membuka pintunya, mendapati sang kekasih terkapar di atas ranjang dalam kondisi seragam lengkap. "Bodoh," Ia tertawa.

(Y/N) melepas jubah hijau Erwin, jaket, dan sepatunya. Beberapa Gear yang masih terpasang, serta aksesoris lain yang dipakainya. Ia memperlakukannya bak anak kecil.

"Dasar bayi besar, kalau mengurus pekerjaan kau bijak dan tegas sekali. Tapi mengurus dirimu sendiri saja masih ceroboh." Bisik gadis itu seraya mengecup keningnya. "Menggemaskan,"

"Kau datang." Erwin bangkit, membuka dan mengedipkan matanya sesaat untuk mengumpulkan kesadaran.

"M-Maaf aku membangunkanmu, ya? Apa suaraku terlalu berisik?"

I'll Remember You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang