Satu: Pure Anger

11.9K 1K 178
                                    

"Sedih sekali, peminat Pasukan Pengintai tahun ini tidak seramai tahun lalu, ya?" Hanji bergumam di sisi Levi sembari membersihkan kacamatanya.

"Cih, jangan bicara padaku." Pria yang berasal dari clan Ackerman itu memutar  bola matanya dengan raut dingin, seperti biasa.

"Aku dengar ada dua gadis cantik yang masuk ke Pasukan Pengintai tahun ini, loh!" Oluo cekikikan. "Jadi semakin tidak sabar!" Pria itu melirik ke arah sang Komandan yang berada di atas panggung.

Dan disana lah Komandan Erwin Smith yang gagah, berdiri dengan tegak sambil memasang raut yang tegas. Matanya berkeliling ke arah para cadet dengan tatapan geram, hanya lima dari ribuan orang itu yang akan menjadi anak buahnya malam ini.

"Aku akan memberikan satu kesempatan lagi untuk cadet yang lain jika masih ingin bergabung dengan Pasukan Pengintai." Erwin menghela napas. "Pertama-tama aku akan memanggil kelima orang pemberani yang ingin bergabung atas dasar keberaniannya. Aku hargai itu."

"Dia nampak kesal." Hanji tertawa samar, sedangkan Levi tidak merespon.

"Gunther Schultz." Katanya, tak lama seorang bocah muncul dari kerumunan dan naik untuk memberi hormat pada Erwin, yang segera akan menjadi atasannya. "Selanjutnya Petra Ral."

Seorang gadis cantik berambut pirang naik, menarik perhatian semua orang, termasuk Levi Ackerman. Wajahnya nampak antusias, semangatnya membara di setiap langkahnya menuju panggung.

Dua orang cadet lainnya telah dipanggil. "Yang terakhir," Erwin Berhenti.

"Ya ampun, terakhir katanya?" Bisik-bisik dari kerumunan membuat Erwin semakin geram, dan juga gadis itu.

Tak lama seorang gadis melompat naik ke atas panggung, dengan raut menyeramkannya ia menghentakkan kaki dengan keras, seketika para hadirin terkesiap.

"Cukup! Kalian para kutu pengecut yang takut mati, lebih baik diam saja, dan biarkan kami berusaha." Gadis itu dengan santainya tertawa, kemudian setelah tersadar akan posisinya, ia membungkuk di hadapan sang Komandan. "Maaf atas kelancangan saya, Komandan."

Erwin merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak saat mata mereka saling sapa. "Masih ada yang ingin disampaikan pada para pengecut itu?" Pria yang memimpin divisi Pasukan Pengintai itu dengan bangga mengangkat pandangan gadis bernama (Y/N).

"Ada, Komandan." Gadis itu bangkit bersemangat, ia kembali memelotot ke arah cadet-cadet yang berada di hadapannya. "Saya, (Y/N) Darcy, adalah lulusan terbaik nomor satu tahun ini. Saya bersedia mempersembahkan jantung saya demi masa depan umat manusia! Jika saya gugur, maka itu lebih baik dibandingkan mati memalukan di dalam sini tanpa melakukan apa pun seperti kalian, dasar pengecut!" Dia menumpahkan seluruh emosinya di atas panggung kayu, tanpa ia sadari bahwa air matanya telah mengalir deras.

"Wah, kerennya!" Hanji terkagum sambil bertepuk tangan di belakangnya. "Kalian sudah dengar dari anak ini, kan?! Tunggu apa lagi?! Pikirkan kembali apa yang ada di depan kalian, anak manja!"

"Wah." Levi menyeringai, "Nampaknya gadis itu berhasil membuat Hanji kembali menggika." Bisiknya pada Oluo.

"A-Aku akan berjuang sampai akhir!" Seru (Y/N).

Beberapa orang dari kerumunan seketika bergerak maju ke barisan terdepan, dengan mata berkaca-kaca, mereka meletakkan kepalan tangan kanan mereka di depan jantungnya, sebagai tanda penghormatan. "Kami siap mempersembahkan jantung kami!" Tegas para Cadet di barisan depan.

"Persembahkanlah jantung kalian!!" Seru Erwin, mengangkat pedangnya ke udara.

(Y/N) Menatap Erwin dengan bangga dan penuh hormat, kemudian anak itu bergabung dengan keempat rekannya yang menyambut dirinya dengan hangat.

"Kerja bagus, (Y/N)!" Petra memeluk kawan akrabnya dengan erat. "Kau berani sekali."

"Aku melakukannya karena lapar, tahu." (Y/N) mengelak dengan wajah datar.

"Ya ampun, aku suka sekali padamu, benar benar keren, (Y/N)!" Hanji mengguncang tubuh (Y/N) dengan gembira. "Meskipun yang bergabung hanya puluhan, tapi kau betul-betul sangat membantu!"

"Ah, Senior kau membuatku malu saja." (Y/N) memalingkan wajahnya, berusaha tetap dingin.

Akhirnya bola matanya yang hijau menemui wajah Levi, pria boncel  misterius yang berdiri di sudut, dalam bayang-bayang, mengamati semua orang di kerumunan dengan tatapan yang meremehkan.

"Jangan dilihat terlalu lama." Kata Oluo sambil tertawa.

"Eh?"

"Kopral Levi Ackerman." Panggil pria itu, membuat sang pemilik nama menoleh. "Dia itu cuma pria aneh yang pandai berperang. Aku tidak menyarankan, sih." Dia menampilkan wajah yang aneh.

"Cih. Apa maksudmu?" Levi, entah sejak kapan sudah memelotot di sisinya, membuat Oluo terkesiap seketika. "Berhenti meniruku, kau membuat citraku menjadi aneh."

"Hey, kebiasaan mengejutkanmu itu buruk sekali, tahu!" Gertak Oluo sambil menarik telinga Levi.

"Oh halo, Kopral." (Y/N) menundukkan kepalanya dengan hormat, memperkenalkan dirinya sebagai formalitas. Dia tak bisa percaya bahwa pria yang ia hadapi saat ini adalah Levi Ackerman, pria yang selalu menjadi perbincangan hangat di kalangan para cadet.

"Aduh gemasnya, kamu ini tidak perlu bicara formal, tahu. Apa lagi dengan Levi, memukulnya pun boleh." Hanji seketika menarik gadis itu. "Ayo kita makan daging yang banyak, (Y/N)!"

"Baik." (Y/N) menurut, mengikuti sang senior menuju aula perjamuan untuk makan malam.

I'll Remember You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang