Dua Puluh Sembilan: Speculation

2.6K 376 141
                                    

Saat itu adalah sore hari pasca penangkapan Annie Leonhardt, dan keluarnya kabar mengenai tertembusnya Dinding Rose. Erwin dan (Y/N) terhening, hanya duduk berhadapan dan bertukar pandang sedangkan waktu terus berputar, terasa lebih cepat dari biasanya.

Sore ini (Y/N) dan Levi akan dikirim ke Distrik Ehrmich untuk mengawasi Pastor Nick, yang posisinya tengah terancam. Karena.. Dibandingkan Titan, bukankah Manusia adalah musuh yang lebih berbahaya?

"Sayang, malam ini makanlah yang benar dan jangan minum-minum." Sahut Erwin, berberat hati.

"Iya, tentu saja." Gadis itu tertawa. "Makan itu prioritas utama, Erwin."

"Prinsip macam apa itu?" Ia menghela nafas seraya cekikikan. "Lalu.."

"Kau akan merindukanku." (Y/N) menghambur ke pelukannya. "Aku juga akan merindukanmu, Erwin. Meskipun besok aku akan kembali lagi, sih."

"Sungguh? Kau akan merindukanku juga?" Erwin memerah.

"Aku akan merindukanmu, lebih darimu." Katanya, menjulurkan lidah.

"Aku yang paling banyak." Lawan Erwin, tak mau kalah.

"Bagaimana kalau seri?"

"Aku lebih banyak mencintaimu, jadi sudah jelas aku yang akan sangat merindukanmu. Kumohon jangan melawanku." Pria itu menggeliat.

"Kau ini menggemaskan sekali, dasar bayi besar." (Y/N) melempar dirinya ke pangkuan pria itu, memelukinya seraya berayun-ayun bak boneka beruang.

"Makanya, jaga dirimu baik-baik supaya kau bisa kembali besok.." Namun Erwin seketika murung, kepalanya bersandar di bahu gadis itu. "Malam ini pasti akan terasa sangat sepi."

"Aku punya ide! Bagaimana kalau kau simpan saja jaketku?" (Y/N) melepas jaketnya. "Jangan dipakai, nanti robek, soalnya tubuhmu kan besar."

"Lucunya," Lagi-lagi pria itu berdebar. Meski usia hubungan mereka sudah tergolong cukup lama, namun Erwin seolah tambah jatuh cinta setiap harinya, tak ada terpikirkan sedikitpun rasa bosan meski gadis itu sering kali mengusik. "Kalau begitu kau ambil kalungku, ya?"

"Oke!" Mereka tertawa, bertukar barang masing-masing, dalam rangka supaya tidak rindu.

"Jadi, jam berapa kau akan berangkat pulang dari Ehrmich?"

"Entahlah, sampai laporanku siap."

"Jangan terlalu larut, aku akan menunggumu." Pria itu mengecupi pipinya berkali-kali, tak mau lepas. "Kapan kalian akan berangkat?"

"Tunggu Hanji menjemputku saja, dia bilang akan kemari kalau ingin berangkat." (Y/N) mengangguk. "Erwin.."

"Ya?"

"Aku sebenarnya merasa berat hati untuk mengajukan ini, tapi.." Ia berhenti sesaat. "Aku akan mengajukan dugaanku soal.. Sekutu dari Annie."

"Kau mencurigai sesuatu?" Rautnya seketika serius.

"Ya.." Ia mengangguk. "Beberapa hari ini aku telah menyelidikinya."

"Sayang, kau melakukan penyelidikan tanpa sepengetahuanku?" Erwin menegakkan posisi duduknya.

"Maafkan aku, Erwin. Tapi aku menunda untuk memberitahunya karena tak mau asal menuduh sampai aku menemukan titik terang."

"Lalu.. Apa hasil dari penyelidikanmu?"

(Y/N) menghela nafas berat, dia benci melakukannya tapi dia harus. Meski itu tandanya ia akan mengkhianati lagi seorang kawannya.

"Bertholdt dan Reiner adalah sekutu Annie. Mereka adalah Titan Kolosal dan Zirah. Aku tidak asal menduga, tapi aku mengatakan semuanya karena mereka berasal dari daerah yang sama." Ia menghela nafas. "Dan.."

I'll Remember You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang