Dua Puluh Dua: Rough

2.8K 396 98
                                    

Delapan puluh persen Cadet membubarkan diri dari barisan. Dua puluh persen lainnya tetap dalam barisan, berpegang teguh pada keputusan awal. Sudah lewat dua hari pasca upacara penyambutan, dan mereka tengah berlatih di pekarangan Kastil.

(Y/N) berdiri dari lantai dua, memantau dengan tajam para anggota yang tengah dilatih keras oleh Mike dan Hanji. Sedangkan Levi pergi ke hutan untuk melakukan simulasi bersama regunya.

Perhatian (Y/N) sedari tadi terpaku pada seorang gadis berambut hitam pendek, berwajah datar, dan nyaris menyerupai dirinya, tak lain adalah Mikasa Ackerman. Saat penyerangan beberapa hari lalu terjadi, dia sudah bergabung dengan Pasukan Elit, yang dimana artinya gadis itu juga kuat.

Kemudian ia merasakan sebuah sentuhan di pinggangnya, membuatnya berputar dan mendapati Erwin yang tengah memandanginya dengan serius.

"Bagaimana lukamu? Sudah membaik?" Erwin mengelus kemudian mengikat rambut gadis itu. Seketika wajahnya memerah melihat leher mungilnya.

"Sudah lumayan kering, kok. Omong-omong, apakah dokumennya sudah dikirim?" (Y/N) tersenyum.

"S-Sudah, Jenderal Zackly meminta secepatnya, jadi sudah kukerjakan semalaman."

"Kau tidak tidur semalam? Erwin, kan sudah kubilang, tidur lah dengan benar." Gertaknya.

"Aku tidur, kok." Erwin menarik pipi gadis itu. "Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku, ya, sayangku."

"Iya, kalau begitu aku akan turun dan pergi latihan, ya." (Y/N) memeluk sesaat tubuh pria itu. "Sampai jumpa—"

"Tunggu." Wajah Erwin melemas. "Tunggu sebentar, (Y/N)."

"Ada apa, Erwin?" Gadis itu tertawa.

"Aku juga akan turun, tapi kumohon tunggu sebentar saja." Erwin menyandarkan dahinya di pundak (Y/N), memanja.

"Ya?"

"Besok kita akan melakukan ekspedisi," Bisik pria itu. "Aku akan sangat merindukanmu."

"Maksudmu? Erwin, kita kan satu Regu!" Ia melempar tawa, namun Erwin menggeleng.

"Levi memintamu untuk bergabung dengan Regunya. Karena kita butuh pasukan terkuat untuk melindungi Eren." Ia mengecup pipi (Y/N). "Aku percaya padamu."

"Baiklah." Ia merunduk. "Aku juga akan merindukanmu, bayi besar. Terima kasih sudah mempercayaiku."

"Kau mau pergi latihan, bukan?"

"Iya! Ayo pergi bersama-sama!" (Y/N) mengangguk.

"Tunggu." Pria itu menarik tubuh mungilnya, mendekapnya lebih erat dari biasanya. "Sial. Berat sekali rasanya."

"Erwin, jangan membuatku menangis pagi-pagi, deh." (Y/N) terisak. "Aku akan baik-baik saja, kok! Kau juga harus baik-baik saja, ya!"

"Aku akan baik-baik saja." Ia tertawa. "Ayo kita turun."

"Ya!"

"Latihan sewajarnya, ya."

"Beres!"

***

Jam makan malam tiba. Semua anggota Pasukan Pengintai bersorak gembira atas menu daging yang disediakan sebagai hidangan makan malam mereka.

Namun kegembiraan itu tak berlaku bagi (Y/N). Dalam kondisi seperti itu, ia sudah bisa merasakan duka sebesar apa yang akan mereka rasakan besok. Ruangan yang padat ini, di makan malam berikutnya akan terasa luas. Tidak akan ada lagi sorak seramai ini.

I'll Remember You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang