CHAPTER 8

433 100 9
                                    


~Π~

*Gallery of Art and Works Collection

Acara pameran seni bertajuk pelelangan lukisan untuk amal itu berlangsung ramai. Orang-orang nampak antusias mengangkat papan nomor mereka, saling berlomba memberi harga.

Tempat megah itu rata-rata di hadiri oleh orang-orang dari kalangan konglomerat. Mulai dari pencinta seni hingga pebisnis kelas kakap. Semua bercampur menjadi satu. Lukisan yang dilelang pun beragam. Mulai dari lukisan milik pelukis paling termahsyur sampai pelukis biasa sekalipun ditampilkan. Cita rasa mereka-lah yang nantinya akan menilai seberapa berharga lukisan-lukisan yang di pertontonkan di atas panggung.

Diantara audience terlihat Mara dan Tama yang duduk manis mengikuti jalannya acara.

Tama sangat serius, terlihat sekali antusiasme di wajahnya. Ini pertamakalinya ia mengikuti acara seperti itu. Suatu pengalaman baru baginya. Kesempatan yang tidak boleh di sia-siakan. Berbeda dengan Mara yang sedaritadi terus menatap kosong kedepan, melamunkan sesuatu.

Seharusnya hari ini gadis itulah yang paling bergembira. Harusnya Mara lah yang paling antusias karena ini adalah hari yang paling ia nantikan, dimana akhirnya hasil karyanya menjadi salah satu yang akan di pamerkan di acara bergengsi tersebut. Sayangnya, ada sesuatu yang belakangan ini menganggu pikirannya. Sangat mengganggunya.

Raga Mara memang duduk manis di sana, tetapi jiwanya kembali ke tiga hari yang lalu. Mengingat kembali bagaimana pertemuan keduanya dengan Hendry berlangsung.

"Move into my residence and I won't tell them," ucap pria itu bak titah.

Mara terdiam. Bingung bercampur Shock.

"Kenapa.. Tiba-tiba..?"

"Kau pasti sudah tahu bahwa Ayah dan Ibu akan datang."

Hendry meninggalkan Mara, berjalan menuju jendela besar di depan mereka. Memasukkan kedua tangan ke saku celana, menatap pemandangan di bawah.

Mara menghembuskan nafas lega.

"Ah.. Tentang masalah itu. Tentu saja aku akan pindah ke tempat kakak saat mereka dat-"

"Pindahlah sebulan sebelum kedatangan mereka," potongnya sepihak tanpa memperdulikan ucapan Mara. 

"Se-sebulan sebelumnya?"

Mata Mara membesar.

"Anggaplah hari ini aku sedang berbaik hati, karena jika nanti mungkin aku akan mengubah pikiranku."

"T-tapi kenapa?" harus selama itu? Lanjutnya membatin, menatap janggal punggung bidang di depannya.

"Ini kerjasama terbaik yang bisa kutawarkan. Aku tidak akan menawarkan untuk yang kedua kali."

Mara menggeleng. Tinggal bersama pria dingin itu bukanlah hal yang bahkan bisa ia bayangkan sebelumnya. Kepala Mara dipenuhi putaran flashback tentang betapa buruknya perlakuan Hendry terhadapnya dulu.

Hendry menoleh kesamping, "jika kau ingin aku bekerjasama denganmu, inilah saatnya."

Pria itu berbalik. Menatap Mara. Wajahnya begitu tenang. Tapi tetap, tak ada sedikitpun aura bersahabat dari pancaran ekspresinya. Dia masihlah sama seperti dulu. Dingin seperti biasa.

"Pindahlah ke tempat tinggalku dan selama kau tinggal di tempatku aku yang akan menanggung semua biaya hidupmu."

"Mar.."

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang