~Π~Waktu tengah menunjukkan pukul 10:30 malam.
Mara dan Tama baru saja selesai membantu Surniati berbenah, merapihkan Toko Bunga yang berantakan.
Keduanya berniat beristirahat sejenak, ikut duduk bersama Ratna dan Theodore yang juga baru selesai mengobati luka Lelaki itu.
Terlihat Surniati dari lantai atas turun membawakan camilan ringan dan minuman lalu meletakkannya di atas meja dimana keempat orang itu berkumpul.
"Terimakasih karena telah membantuku berkali-kali. Aku berjanji pasti akan membayar uang kompensasinya walau menyicil." Mara membuka percakapan.
"Tidak.. Seharusnya itu tanggung jawab kami, ini semua terjadi karena kami, jadi kami-lah yang seharusnya menggantinya dan berterimakasih kepada Tama karena telah menolong kami," ucap Surniati, menyentuh dadanya berkata tulus.
Raut wajah Tama terlihat berat menerima ucapan terimakasih itu. Padahal dirinya tidak pernah mengharapkan ini. Pria itu memang tulus membantu Mereka tanpa mengharapkan imbalan apapun.
"Tidak perlu berterimakasih.. Aku memang berniat membantu kalian. Dan tidak perlu mengganti apapun, karena aku sudah merelakannya. Jadi tenanglah. Rasa terimakasih dari kalian sudah cukup. Aku senang menerimanya." Tama tersenyum hangat.
Ratna dan Ibunya serta Mara merasa lega. Mereka tak henti-hentinya memuji sosok Tama yang sempurna di dalam hati masing-masing tentang betapa baiknya Pria itu.
Kecuali, Theodore.
Hanya Lelaki itu saja yang sedari tadi nampak memicing menatap Tama dengan berbagai prasangka buruk.
"Kenapa kau sedaritadi terus menatap Tama dengan pandangan seperti itu sih?" Sindir Mara tak suka.
Theodore berdecak pelan.
"Tsk.. Aku hanya merasa seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Apa mungkin kita pernah bertemu sebelumnya?"
Tama menggeleng pelan. Dia sama sekali belum pernah melihat Theodore sebelumnya.
"Tidak. Ini pertamakalinya."
"Ah.. Begitu.. Baiklah mungkin otakku yang sudah terlalu buruk dalam mengingat wajah orang."
Mara berdeham.
"Ekhm.. Dan satu lagi! Berhentilah bersikap bak Pahlawan. Kau tahu kau hampir membuat jantung kami semua copot karena gaya sengak-mu saat meghajar para Preman tadi!"
Mara mengomeli. Surniati dan Ratna mengangguk setuju.
Theodore hanya bisa mengusap tengkuknya. Lalu berkata pelan, hampir seperti cicitan;
"Yaa.. Maaf.. Aku tidak pernah bermaksud membuat kalian khawatir. Itu semua terjadi begitu saja diluar kendaliku." melengos menatap ke arah lain. Merasa sedikit bersalah karena telah membuat kegaduhan.
Mara berdecak pelan. Masih kesal dengan tingkah onar yang sepupunya itu timbulkan. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada lelaki itu, entah apa yang akan Mara perbuat? Karena biar bagaimanapun, Jauh di lubuk hatinya, Theodore adalah satu-satunya sepupu yang sangat Ia sayangi.
Ditengah interkasi kecil yang terjadi antara Theodore dan Mara, tanpa keduanya sadari.. ada seseorang yang sedaritadi memperhatikan hal tersebut.
Tama merasa bahwa Theodore adalah seseorang yang lebih dari sekedar teman bagi Mara. Ia bisa merasakannya.
Tapi hal itu tak terlalu penting untuknya, toh keduanya hanya terlihat sebatas kakak-beradik yang langganan bertengkar namun saling menyayangi satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I
Romantizm[Bahasa Indonesia] WARNING! This story isn't allowed to be use or adapted in any way without Author permission ©Ranran_perspective. Suitable for 17+ GENRE : Psychology, drama, tragedy, Romance, sliceoflife, Revenge. All the Characters, Names, Pl...