CHAPTER 24

269 66 32
                                    


~Π~

Mara berjalan tergesa di sepanjang koridor menuju pintu keluar. Padahal Orchestra di dalam masih menggaung dengan megah dan indah, bahkan dentumannya terasa di sepanjang dinding Lorong, sayangnya sebuah perasaan aneh yang mengganjal hatinya memberinya sinyal untuk segera pulang. Ada sesuatu yang harus ia pastikan sekarang.

"Mara!"

Seru suara Tama dari arah belakang. Lelaki itu ternyata mengikutinya sedari tadi, karena Gadis itu tiba-tiba saja pamit pulang tanpa sebab di tengah acara yang masih berlangsung.

"Mara, kau mau kemana?"

Akhirnya, Pria itu berhasil mencekal pergelangan Mara. Membuat Gadis itu berhenti.

"What's wrong??" kening Tama berkerut bingung. "Kenapa kau senang sekali selalu meninggalkanku seperti ini?" wajahnya memelas.

Sementara itu, Mara yang kini terlihat ter-engah mulai tersadar. Rasa bersalah menyergapnya tatkala melihat raut Pria di hadapannya.

Gadis itu ingin sekali tetap bersama Tama dan menikmati acara di dalam hingga akhir, tetapi... Ia harus pulang sekarang karena ada sesuatu yang ingin ia pastikan.

"Maaf.. A-ada sesuatu yang harus ku-urus saat ini. Aku janji akan mengganti acara kita lain waktu. Okayy!" Mara menggenggam tangan Tama, menyakinkan.

"Tap--"

Belum sempat Tama berucap, Mara sudah lebih dulu meninggalkannya.

"Aku harus pulang sekarang!"

Gadis itu melepas genggaman Tama. Pergi menjauh meninggalkan Pria malang yang hanya bisa terdiam itu, seraya meratapi Siluet Mara yang kian menjauh dari penglihatannya.

Padahal malam ini setelah acara berakhir, Tama berniat untuk memberitahukan tentang jati dirinya. Karena sebelum pergi ke Indonesia Pria itu sudah berjanji untuk mengungkapkan 1 hal lagi pada Mara ketika ia kembali lagi ke Amerika.

Dirinya ingin jujur tentang latar belakang yang sesungguhnya pada Gadis yang ia cintai itu, namun sepertinya ia harus menundanya lagi kali ini.

"Ah... I see.."

Tama menghembuskan nafas panjang. Mengangguk, memejamkan mata. Tersenyum getir memandangi dirinya yang lagi-lagi ditinggalkan untuk kesekian kalinya.

Di sisi lain, Mara yang saat ini sudah berada di dalam taxi menuju Penthouse kembali larut dalam pikirannya.

Gadis itu menatap jendela disamping yang terus menggulir pemandangan lampu-lampu jalan yang nampak berkilauan di kala malam, sembari mencoba menggali-gali kembali ingatan masa kecilnya yang entah mengapa ia lupakan.

Sebuah kaki panjang melangkah perlahan ke arah tubuh gadis kecil yang kini sedang tertidur pulas dengan posisi kepala terkulai di atas Meja Mini Bar. Sosok tinggi itu berhenti agak jauh di samping Mara. Sorot mata tajam-nya yang khas menatap sejenak pada wajah gadis yang kini terlihat damai itu.

Wajah pria itu masihlah datar tanpa ekspresi seperti biasa. Cukup lama ia hanya berdiri di sana sambil memperhatikan sebelum akhirnya tangannya mulai bergerak hendak menyentuh gadis yang sedang terlelap tersebut.

"Tuan Muda..."

Salah seorang pelayan muncul dari pintu belakang, membuat pergerakannya terhenti.

Hendry berbalik menatap pelayan wanita itu lalu meletakkan telunjuk di depan bibir. Mengintruksikan untuk diam.

Mata pelayan itu melirik sekilas ke arah tubuh Mara, sontak membekap mulutnya. Mengangguk paham. Dia pun izin pamit dari sana.

CASTLE MADE OF GLASS : BOOK I Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang